Opini

Kesehatan Semakin Mahal, Barang Mewah Semakin Murah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Athifa (Ibu Rumah Tangga dan Penulis)

Wacana-edukasi.com — Kebutuhan primer setiap orang akan berbeda-beda. Salah satunya bidang kesehatan tentu dibutuhkan oleh semua orang tanpa terkecuali. Terutama jika digratiskan pemerintah tentu menjadi dambaan setiap warganya.

Namun, itu hanyalah mimpi. Ketidakmampuaan pemerintah dalam melayani kesehatan warga negeri ini sudah menjadi buah bibir. Dari mulai fasilitas yang tak memadai, iuran kesehatan yang terus naik, ditambah akses yang sulit bagi warga pedesaan (pelosok).

Ya, di balik mahalnya kesehatan, diduga kuat pemerintah akan mengeluarkan kebijakan yang menyayat hati warganya. Kebijakannya adalah menggratiskan pajak barang mewah untuk mobil baru. Maksudnya, pajak barang mewah (PPnBM) untuk mobil di bawah 1500 cc akan didiskon pada bulan pertama sampai 100 persen.

Kemudian, bulan kedua diskon 50 persen. Terakhir pada bulan ke tiga diskon 25%. Ini akan berlaku pada bulan Maret 2021. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani berharap dengan kebijakan ini dapat memulihkan kembali roda perekonomian yang tengah lesu di samping dapat meningkatkan laju produksi otomotif (wartaekonomi.co.id, 14/02/2021).

Pemerintah mengambil kebijakan ini berdasarkan revisi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah. Revisi inipun merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam menurunkan emisi gas buang karbon yang bersumber dari kendaraan bermotor.

Kebijakan tersebut nyatanya didukung oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto yang menyatakan akan terjadi peningkatkan produksi mencapai 81.752 unit. Maka, tak dapat dimungkiri industri otomotif akan menyumbangkan pemasukan negara sebesar Rp1,4 triliun (cncbindonesia.com, 11/02/2021).

Sayangnya, kebijakan di atas tidak relevan dilaksanakan saat wabah yang belum usai. Ditambah kebutuhan lainnya yang terus meningkat. Tentu ini akan semakin mencekik kehidupan rakyat miskin. Salah satunya, rakyat berharap iuran BPJS Kesehatan kelas 3 tidak dinaikkan.

Harapan hanyalah harapan. Rakyat takkan dapat berbuat banyak. Kebijakan akan tetap diterapkan meskipun banyak penolakan. Salah satu yang menolak yaitu Bhima Yudistira dari ekonom Indef yang mengatakan untuk apa punya mobil mewah, karena pemerintah memberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).

Seyogianya pemerintah harus fokus menyelesaikan persoalan rakyatnya hingga tuntas. Persoalan terpenting dengan menyelesaikan pandemi agar segera berakhir, karena telah merenggut banyak nyawa. Di samping itu sudah seharusnya, pemerintah tidak membebani rakyat dengan iuran kesehatan yang semakin mahal. Dikarenakan kesehatan merupakan kebutuhan primer setiap orang yang sepatutnya difasilitasi oleh negara.

Namun, sangatlah wajar jika hingga saat ini pemerintah belum sepenuhnya melayani kebutuhan rakyatnya karena masih menerapkan sistem berbasis demokrasi-sekuler, yaitu aturan pemerintah (kehidupan luar) tidak boleh sesuai dengan aturan agama. Sehingga ada pemisahan kehidupan dengan aturan Allah Swt.

Maka, tak dapat dimungkiri ketika dalam sistem ekonomi sekuler, individu berhak memiliki barang apa pun. Dikarenakan roda perekonomiannya tergantung kepada siapa yang mampu menguasai faktor produksi. Sistem ini pun memberikan kebebasan sebesar-besarnya pada individu untuk menguasai barang-barang yang produktif maupun konsumtif.

Hakikatnya, sistem sekuler berlandaskan individualisme, yang memandang bahwa individu diberikan kebebasan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya dan kebebasan cara memperolehnya. Tak ada yang boleh menghalanginya, tak ada pula yang melarangnya. Maka, tak heran adanya kebijakan bebas pajak untuk barang mewah berupa kendaraan hanya akan dimiliki orang-orang kaya saja, dan keuntungan akan didapatkan oleh pemangku kekuasaan.

Sungguh ketidakadilan menimpa rakyat biasa. Dibebani dengan iuran yang tinggi ditambah tetap harus membayar pajak, tetapi kalangan atas dibebaskan. Ya, rakyat biasa masih harus tetap bertahan hidup dengan usahanya sendiri.

Kejadian ini berbeda dalam pemerintahan Islam. Dikarenakan asas yang diterapkan adalah akidah Islam. Islam adalah agama yang fitrah, sehingga tidak akan pernah bertentangan dengan fitrah manusia. Islam sangat menghargai kecenderungan manusia pada hal-hal yang indah dan menyenangkan.

Oleh karena itu, Islam melarang memperoleh kekayaan dengan cara tak halal. Namun, tetap Islam membolehkan manusia memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya. Hanya saja, Islam mengatur cara memperolehnya.

Hal ini dilakukan karena setiap orang mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhannya. Jika diberikan kebebasan cara memperolehnya, maka akan ada segelintir orang yang memonopoli kekayaan, orang-orang yang lemah akan terhalang untuk memperolehnya, sementara orang-orang rakus yang akan menguasainya.

Oleh karena itu, kepemilikan akan suatu barang harus ditentukan dengan mekanisme tertentu. Pelarangan kepemilikan ini berdasarkan kuantitasnya harus ditentang, karena akan melemahkan semangat untuk memperoleh kekayaan. Begitu juga, kebebasan dalam memperolehnya juga akan menyebabkan kesenjangan sosial pada masyarakat.

Sungguh Islam memberikan aturan sesuai kebutuhan manusia. Tidak hanya mementingkan kepentingan individu, tetapi mementingkan hajat hidup orang banyak.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 7

Comment here