Opini

Kemudahan Akses Kontrasepsi, Menjamin Kesejahteraan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Oom Rohmawati (Ibu Rumah Tangga dan Member AMK)

Wacana-edukasi.com— Banyak anak banyak rezeki. Itu ungkapan yang sering kita dengar dari orang tua dulu. Namun, di masa sekarang peribahasa ini sudah tidak berlaku. Setiap pasangan umumnya sudah memprogramkan cukup dengan memiliki dua anak saja. Mereka khawatir tidak bisa hidup sejahtera dan bahagia.

Terlebih di tengah pandemi covid-19 saat ini, beberapa pihak mengkhawatirkan lonjakan angka kelahiran akibat aktivitas bekerja di rumah Work From Home( WFH). Sebagaimana diungkap oleh Dr. Melania Hidayat, MPH. selaku UNFPA (United Nations Population Fund) Assistant Representatif dalam memperingati Hari Kontrasepsi Sedunia, mengatakan, berdasarkan skenario terbaik ditemukan setidaknya akan ada peningkatan terhadap kehamilan tidak direncanakan secara global sebesar 11,4 juta selama 2020-2021.

Untuk mengantisipasinya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggandeng Bayer Indonesia meluncurkan program edukasi dan akses kontrasepsi untuk 25.000 perempuan petani dan istri petani di Banten dan Jawa Barat tahun 2020-2021. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani terutama petani perempuan dan istri petani agar memiliki akses terhadap alat kontrasepsi. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang pengendalian Penduduk BKKBN, Dr. Ir. Dwi Listyawardani, M.Sc, Dip.Com dan Presiden Direktur PT Bayer Indonesia, Angel Michael Evangelista dalam virtual press conference bertajuk Hari Kontrasepsi Sedunia 2020: Percepatan Informasi, Edukasi dan Akses Kontrasepsi untuk Pemberdayaan Perempuan di masa pandemi COVID-19 (Kompas.Com. Jumat 25/9/2020).

Pemikiran dan pemahaman kaum muslimin menganggap kebahagiaan dan kesejahteraan dengan sedikitnya keturunan, bukan tanpa sebab. Melalui berbagai program dan aksi serta masifnya informasi yang diaruskan ke tengah masyarakat, bahwa dengan memiliki anak sedikit, kesejahteraan akan lebih mudah diraih. Apalagi di tengah pandemi covid-19 saat ini yang belum tahu kapan akan berakhir, dimana aktivitas ekonomi masyarakat mengalami penurunan, ancaman PHK yang masih terus terjadi, harga-harga kebutuhan yang semakin mahal, biaya pendidikan dan kesehatan yang juga tidak murah, menjadi beberapa alasan tepat untuk mendukung program tersebut.

Konsep ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Robert Malthus yang menyatakan “Laju pertumbuhan penduduk itu seperti deret ukur, sementara laju pertumbuhan pangan seperti deret hitung.” Itu berarti laju pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan pangan. Dampaknya, dalam jangka waktu panjang manusia akan mengalami krisis sumber daya alam dan berebut untuk mendapatkan pangan jika laju pertumbuhan penduduknya tidak ditekan. Kekhawatiran inilah yang melatarbelakangi munculnya program Keluarga Berencana (KB). Meski ada juga kecurigaan dari sebagian kalangan umat Islam bahwa program KB adalah konspirasi untuk mengurangi jumlah penduduk muslim karena adanya kekhawatiran Barat terhadap potensi kebangkitan umat Islam.

Terlepas dari adanya teori konspirasi di atas, Islam sendiri tidak melarang adanya upaya untuk mengatur jarak kelahiran melalui penggunaan alat kontrasepsi yang halal. Sebab di masa Rasulullah saw. ada salah seorang sahabat yang melakukan metode pengaturan kelahiran dengan cara ‘azl (coitus interuptus) dan dibolehkan oleh Rasul saw.

Sesungguhnya jika dielaborasi secara lebih mendalam, kondisi kemiskinan yang menimpa perempuan, terkhusus perempuan petani bukan disebabkan oleh banyak atau sedikitnya jumlah anak, atau karena sulitnya akses kontrasepsi. Kemiskinan, kehidupan yang tidak sejahtera serta kebahagiaan yang dirasakan sangat sulit untuk diraih saat ini dikarenakan penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini menolak campur tangan agama dalam pengaturan berbagai urusan kehidupan manusia. Agama disingkirkan ke pojok-pojok masjid, yang dibatasi hanya membahas seputar ibadah mahdhah.

Ekonomi tidak diatur dengan cara pandang Islam. “The fittest the might. Siapa yang kuat, dialah yang menang”. Akibatnya, sumber-sumber ekonomi umat dan sumber daya alamnya dikuasai oleh segelintir orang. Penguasa pun memberikan banyak sekali kemudahan bagi segelintir orang yang memiliki modal besar ini dengan berbagai regulasi yang menguntungkan mereka.

Islam menetapkan berbagai mekanisme untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok individu dan kebutuhan pokok masyarakat tanpa terkecuali bagi setiap individu rakyat. Di antara mekanisme tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, mewajibkan dan memberikan dorongan spiritual kepada laki-laki agar bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan tanggungannya.
Kedua, mewajibkan kepada sanak kerabat yang hidupnya sudah melebihi standar untuk menanggung saudaranya yang tidak mampu, bahkan tetangga juga punya kewajiban terhadap tetangganya.
Ketiga, melarang setiap hal yang dapat menimbulkan kekacauan ekonomi. Antara lain: riba, judi, penipuan dalam jual beli, penipuan barang/alat tukar, menimbun, dan mengemis.

Dalam pandangan Islam, negara berkewajiban untuk memelihara urusan rakyat dan ancaman berat bagi yang melalaikannya. Rasulullah saw bersabda: “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di antara tanggung jawab yang dipikul negara antara lain memberikan pendidikan kepada rakyat serta menciptakan lapangan pekerjaan bagi mereka. Imam Ghazali rahimahullah menyatakan bahwa wajib atas Waliyul amri (pemerintah) memberi sarana-sarana pekerjaan kepada para pencari kerja. Jika laki-laki yang diamanahi tugas mencari nafkah ini tidak mampu karena cacat fisik, dan sakit yang menyebabkannya tidak bisa bekerja, serta keluarga pun tidak mampu untuk menafkahinya, maka kewajiban nafkah tersebut kembali pada negara.

Dalam sistem pemerintahan Islam, negara memiliki banyak sumber keuangan yang bisa digunakan untuk menjalankan berbagai aktivitasnya sebagai pengurus dan pelayanan rakyat. Ada tiga sumber tetap pemasukan negara, mulai dari pos fai’ dan kharaj, pos milkiyyah ‘ammah (Kepemilikan umum), dan pos shadaqah/zakat. Ketika negara memang tidak mempunyai kas lagi untuk menolong orang yang kekurangan, maka kewajiban ini kembali beralih ke umat Islam yang mempunyai kelebihan harta. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, “Al-Muhalla” (4/281) “Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk menolong fakir-miskin).

Hilangnya kesejahteraan dan kebahagiaan dalam rumah tangga, karena saat ini tidak diterapkan aturan Islam. Allah Swt. telah menjamin rezeki dari setiap mahluk-Nya. sebagaimana firman-Nya, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberikan rezeki kepadamu dan kepada mereka ….”(QS: Al-Baqarah [2]:31).

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 1

Comment here