Opini

Kemiskinan Masalah Laten, Islam Solusinya

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Ghaida

wacana-edukasi.com, OPINI–Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim jumlah warga Indonesia yang tergolong miskin mengalami penurunan. Catatan dari BPS terkait persentase penduduk miskin pada Maret 2025 menurun 0,10 persen terhadap September 2024, menjadi 8,47 persen. Jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, berkurang 210.000 orang pada periode sama, yakni mencapai 23,85 juta orang (BBC.Com, 25/07/2025).

Sementara versi Bang Dunia justru sebaliknya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia versi Bank Dunia meningkat drastis menjadi 194,6 juta jiwa setelah lembaga tersebut memperbarui standar garis kemiskinan global, yaitu menggunakan standar Purchasing Power Parities (PPP) 2021 (Kompas.com, 26/07/2025).

Terdapat perbedaan signifikan antara Bank Dunia dengan BPS terkait penetapan garis kemiskinan. Ini mengundang pertanyaan dari berbagai pihak. Manakah yang akurat perhitungannya?

Jika ditelisik, angka kemiskinan ekstrem memang turun di atas kertas, tapi faktanya standar garis kemiskinan juga rendah (masih mengadopsi Purchasing Power Parity (PPP) 2017 sebagai acuan tingkat kemiskinan ekstrem nasional yakni USD 2,15 (20.000)/hari).

Sementara tingkat kebutuhan saat ini tidak bisa disamakan dengan tahun 2017. Diduga kuat ada manipulasi statistik untuk menunjukkan progres keberhasilan menurunkan angka kemiskinan padahal semu.

Sistem kehidupan yang dijalankan saat ini merujuk pada sistem sekuleris Kapitalisme, lebih mengedepankan citra ekonomi ketimbang realitas penderitaan rakyat. Karena, memang realitanya kehidupan rakyat saat ini semakin sulit. Masalah kemiskinan tidak akan selesai selama negeri ini masih menjalankan sistem ekonomi Kapitalisme yang menciptakan jurang kaya-miskin. Banyak hal yang menyebabkan sistem ini cacat, sehingga tidak bisa menyelesaikan kemiskinan.

Kemiskinan struktural ini berbahaya bagi kehidupan masyarakat ke depannya. Kondisi tersebut berdampak pada lingkungan, angka kejahatan kriminalitas yang semakin meningkat mungkin saja tidak dapat dielakkan. Sehingga, tidak ada lagi jaminan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat. Dengan kondisi ekonomi semakin sulit ditambah ketaqwaan yang rapuh berpeluang bagi manusia bertindak praktis tanpa pikir panjang, yang penting perut kenyang kebutuhan hidup terpenuhi.

Kritik cerdas terhadap sistem kapitalisme disampaikan oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam karyanya, kitab Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam (Sistem Ekonomi Islam). Pertama, landasan kapitalisme yaitu sekularisme pemisahan agama dari kehidupan termasuk dari urusan ekonomi.

Kedua, kapitalisme melahirkan konsep kepemilikan yang rusak karena membolehkan kepemilikan individu atas Sumber Daya Alam (SDA) milik umum seperti air, tambang (mineral, migas, batu bara, dan sebagainya), listrik, hutan, laut, sungai, pulau-pulau, dan lainnya. Di dalam Islam, semua itu haram dimiliki oleh individu atau swasta.

Ketiga, distribusi kekayaan hanya fokus pada peningkatan produksi (akumulasi) kekayaan, bukan pada distribusi yang merata dan adil bagi seluruh warga negara. Sehingga, terjadi ketimpangan ekonomi yang ekstrem antara orang kaya dan miskin.

Keempat, lebih loyal terhadap para pemilik modal daripada mengurus urusan rakyat. Sehingga menyebabkan banyak kebijakan pemerintah yang sebenarnya merupakan kebijakan pesanan.

Kelima, praktik ekonomi serba bebas dalam sistem ekonomi kapitalisme menciptakan aneka kezaliman, seperti praktik monopoli, eksploitasi buruh, riba, spekulasi, menjadikan rakyat sebagai pasar, dan lain-lain.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki mekanisme yang komprehensif dalam menyelesaikan kemiskinan. Dalam hal mengentaskan kemiskinan. Pertama, pengaturan kepemilikan yang adil. Dalam Islam ada pengaturan terkait kepemilikan harta individu untuk mencegah terjadinya penumpukan harta pada segelintir orang. Dalam Qur’an surat  Al-Hasyr Allah SWT berfirman, “Agar harta itu tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kalian.” (TQS Al-Hasyr [59]: 7).

Selain itu, sumber daya alam dalam jumlah besar yang menguasai hajat hidup banyak orang tidak boleh dikuasai oleh individu atau korporasi. Seharusnya, kekayaan alam tersebut dikelola negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Kedua, mekanisme seperti zakat, infak, dan sedekah juga memastikan redistribusi dan pemerataan kekayaan di tengah masyarakat. Ketiga, dalam Islam, setiap lelaki dewasa, terutama yang punya tanggungan keluarga, wajib mencari nafkah.  “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.” (QS Ath-Thalaq: 7).

Selain itu, agar setiap laki-laki yang wajib bekerja bisa mendapatkan pekerjaan layak, negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja melalui kebijakan ekonomi berorientasi sektor riil seperti perdagangan, pertanian, dan industri. Dari sektor itu, dapat diciptakan lapangan pekerjaan yang luas untuk para pencari nafkah, sehingga tidak ada lagi pengangguran yang marak terjadi seperti saat ini.

Keempat, dalam kepemimpinan Islan negara wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat, seperti halnya pangan, sandang, dan papan. Selain itu, negara juga wajib memberikan pada masyarakat pendidikan dan pelayanan kesehatan murah bahkan gratis. Sebab, pemimpin negara (imam/khalifah) dalam Islam bertanggung jawab penuh atas urusan warga negaranya.

Rasulullah SAW mengatakan bahwa, “Imam/Kepala negara adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR An-Nasa’i). Mekanisme komprehensif yang pasti mampu mengatasi kemiskinan ini hanya bisa direalisasikan jika negara menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Kondisi inilah yang semestinya diperjuangkan untuk diwujudkan di negeri ini.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here