Opini

Kelaparan Sistemik di Gaza, Dunia Menyaksikan Genosida

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ria Rizki

Wacana-edukasi.com, OPINI–Sejak agresi 7 Oktober 2023, penderitaan rakyat Gaza belum berhenti bahkan kini memasuki fase yang lebih mengerikan, kelaparan massal. Anak-anak meregang nyawa bukan karena peluru, tapi karena tubuh mungil mereka tak lagi sanggup bertahan dalam kondisi tanpa gizi, air bersih, dan keamanan. Sejak 2 Maret 2025, blokade total diberlakukan. Lebih dari 1.000 truk bantuan dihancurkan, dengan alasan bahwa bantuan yang dikirim telah melanggar mekanisme distribusi bantuan (CNNINdonesia.com).

Sekitar 90% wilayah Gaza diblokade penuh, dibawah kendali militer Israel, sementara dua juta penduduk terjebak tanpa akses kehidupan dasar (Detik.com). Tsunami kelaparan melanda dan dunia hanya diam.

Kebrutalan Zionis ini bukan hanya tragedi kemanusiaan, tetapi bentuk genosida yang tersistem, dengan kelaparan sebagai senjata. Menteri Israel sendiri bahkan secara terbuka menyatakan keinginan untuk “membuat seluruh Gaza menjadi Yahudi.” Kejahatan ini bukan dilakukan sembunyi-sembunyi, tetapi disiarkan dan dibenarkan.

Sayangnya, organisasi internasional seperti PBB hanya bisa menyatakan “keprihatinan,” menghitung korban, mengecam tetapi Israel bebal dan semakin menjadi-jadi, sementara veto AS tetap menjadi pelindung utama Zionis Israel.

Lebih menyakitkan lagi, dunia Islam seperti mati rasa. Para penguasa negeri-negeri Muslim hanya mengirim bantuan simbolik, tanpa langkah politik berarti, padahal al-Quds adalah milik umat Islam. Gaza bukan sekadar wilayah konflik, tetapi saksi kezaliman yang sistemik atas umat ini. Bila kelaparan dijadikan alat pembunuhan massal, lalu apa lagi yang harus ditunggu untuk sebuah pembebasan?

Sayangnya kita harus mengakui, solusi moral, protes saja dan seruan kemanusiaan semuanya tidaklah cukup. Karena yang kita hadapi bukan sekadar kejahatan individu atau kelompok, tetapi sistem kolonial yang kokoh berdiri atas dukungan Barat dan pengkhianatan para pemimpin Muslim.

Umat Islam saat ini berada dalam perang ideologi. Mereka dibingkai untuk merasa lemah, tak berdaya, dan menggantungkan nasib pada sistem internasional yang tidak berpihak, yang semakin terlihat menginjak-injak kaum muslimin tanpa harga diri.

Padahal, sejarah menjadi saksi bahwa kaum muslimin pernah memiliki perisai dunia, saat Daulah islam tegak. Pernah tegak berdiri sebagai kaum gagah dan terhormat, contohnya adalah Shalahuddin al-Ayyubi yang membebaskan al-Quds dari pasukan salib, Umar bin Khattab yang membebaskan Palestina tanpa pertumpahan darah, hingga era Daulah Utsmaniyah yang menjaga tanah suci dari gangguan penjajah Eropa.

Kini, saat kelaparan dijadikan alat genosida, umat justru diminta untuk terus bersabar dan bergantung pada bantuan LSM. Padahal, dalam Islam penjajahan seperti ini adalah deklarasi perang yang harus dijawab dengan jihad. Namun, jihad hari ini tidak akan pernah mungkin dilakukan secara terorganisir dan sah, kecuali dalam naungan kepemimpinan Islam.

Oleh sebab itu, penting bagi umat untuk tidak hanya fokus pada dampak, tapi menyadari akar masalah yaitu ketiadaan institusi pelindung umat (junnah), yaitu Khilafah Islam. Inilah solusi hakiki yang harus terus disuarakan, bukan hanya oleh para aktivis dakwah, tapi oleh setiap Muslim yang mengaku peduli pada Palestina dan yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasulullah.

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Muslim No. 4685)

Jika hari ini kita hanya menangis, maka esok kita akan menangis lebih dalam tanpa perubahan. Rasa sakit itu mungkin dirasakan seluruh kaum muslim di dunia, tetapi rasa sakit itu tak pernah bisa sampai pada titik pembebasan.

Maka saat inilah, kesadaran ini harus menyebar, bukan hanya di lingkaran para aktivis, tapi di tengah-tengah umat. Kita semua, siapa pun yang mencintai Islam dan merasakan sakitnya luka Palestina, harus mengambil peran.
Membangunkan umat muslim untuk menyadari bahwa kebutuhan kita terhadap tegaknya khilafah sebagai titik yang sangat krusial hari ini dan menggugah hati dan pikiran sesama Muslim, menyampaikan bahwa Islam bukan sekadar agama ibadah, tapi ideologi yang membawa solusi. Menanamkan keyakinan bahwa kemenangan hanya datang jika kita kembali pada sistem yang diturunkan Allah.

Jangan biarkan kesadaran ini terhenti di lingkaran kajian. Tetap berisiklah menyuarakan kepada siapapun, baik keluarga, teman, sahabat dan lingkungan kita. Karena ketika umat mulai berpikir dengan cara Islam, maka perubahan besar akan dimulai.

Kemenangan Islam bukan janji kosong, ia adalah janji Allah dan bisyarah Rasulullah Namun ia tidak turun dari langit tanpa upaya. Ia harus diperjuangkan melalui jalan yang benar, sebagaimana Rasul mencontohkan dakwah ideologis yang berkesinambungan hingga tegaknya sistem Islam.

Generasi emas bukanlah ditunggu, tetapi kitalah generasi emas itu. Semoga penderitaan Gaza menjadi pemantik bagi kita semua untuk terus menyuarakan kebenaran dan semoga kondisi Gaza menjadi cambuk yang menyadarkan bahwa tegaknya khilafah Islam bukan utopia, melainkan kepastian yang hakiki

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 45

Comment here