Opini

Kampus Merdeka, Benarkah Merdeka?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Fatinah Rusydayanti (Aktivis Mahasiswa)

Amerika Serikat (AS) yang menjadi tolak ukur dari pendidikan yang berbasis kapitalis sekularis ini hanya menciptakan rasisme di mana-mana, hedonisme merajalela, juga masyarakat yang egois dan individualis

Wacana-edukasi.com — Akhir-akhir ini, kita sering mendengar istilah Kampus Merdeka. Bahkan seringkali kita jumpai seminar ataupun webinar yang membahas tentang program Kampus Merdeka ini. Sebenarnya apa sih kampus merdeka itu? Jadi Kampus Merdeka ini adalah program dimana kampus memberikan wadah bagi mahasiswa untuk bisa belajar mata kuliah diluar dari jurusannya, katanya sih untuk membangun kultur inovatif dan biar kampus itu bisa jadi wadah untuk mahasiswa memenuhi kebutuhannya. Tapi benarkah demikian?

Kampus merdeka yang katanya merdeka belajar, nyatanya tidak merdeka. Jika coba dicari tahu sedikit saja, maka kita akan dapati bahwa kampus merdeka itu hakikatnya adalah penjajahan sistem pendidikan. Negara yang seharusnya bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, nyatanya tidak sesuai dengan teori. Dalam praktiknya, negara justru bertujuan untuk mencetak generasi buruh.

Kompetisi dunia kerja yang kian ketat tiap harinya ditambah dengan angka pengangguran yang terus meningkat, menjadikan program Kampus Merdeka layaknya solusi bagi prekonomian bangsa. Sehingga, tidak sedikit yang menyambut gembira program ini, mulai dari kalangan mahasiswa, kampus, hingga pelaku industri. Maka tidak heran ketika pemerintah semakin masif mendorong kampus untuk melibatkan industri dalam proses pendidikan.

Sejalan dengan hal tersebut, Presiden RI Joko Widodo, dalam pertemuan bersama rektor seluruh Indonesia yang dilaksanakan secara daring pada Selasa (27/7) kemarin, mendorong kampus untuk menggunakan kurikulum industri, bukan kurikulum dosen. Para pelaku Industri diajak untuk ikut mendidik mahasiswa serta saling bekerja sama, yang hal ini dapat terwujud dengan program Kampus Merdeka.

Yang menjadi masalah, mengapa pendidikan kampus ini dirancang semata-mata hanya untuk kepentingan industri? Pendidikan dirancang dengan pusat rotasinya berada pada kepentingan industri. Apa yang dibutuhkan oleh industri, itulah juga yang dipelajari dan dikembangkan oleh pendidikan. Apa bahayanya?

Pertama, teralihkannya orientasi pendidikan yang seharusnya fokus pada pembentukan kepribadian dan pendalaman ilmu, menjadi fokus untuk membentuk manusia yang sesuai dengan kebutuhan industri. Padahal sejatinya, Ilmu pengetahuan itu seharusnya digunakan untuk pengabdian kepada masyarakat, bukan semata – mata digunakan untuk meraup pundi-pundi harta.

Kedua, kampus merdeka akan menjadi pintu bagi korporat untuk membajak potensi intelektual generasi. Sesuai dengan prinsip ekonomi yakni melakukan pengorbanan sekecil-kecilnya, untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Prinsip ini juga akan terimplementasi dalam penggunaan SDM. Korporat akan lebih mudah mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas, dengan tidak perlu mengeluarkan banyak dana, cukup dengan melakukan kerjasama dengan kampus, maka perusahaan bisa mendapatkan buruh murah atau bahkan gratis.

Ketiga, program merdeka menjadi pelarian pemerintah dari tanggungjawabnya sebagai pengelola utama pendidikan dan lingkungan berusaha. Pengambil alihan tanggungjawab pemerintah oleh industri atas pendidikan, sama saja dengan mengkomersialisasikan pendidikan. Pendidikan bukan lagi berorientasi pada pelajarnya, tapi berorintasi pada keuntungan yang bisa didapatkan.

Hal ini sebenarnya wajar terjadi, jika melihat dari landasan sistem yang diterapkan hari ini, yakni kapitalisme. Dimana dalam sistem ini, seluruh harta kekayaan (SDM dan SDA) diserahkan kepada mekanisme pasar bebas. Namun sejatinya, dalam kebebasan itu terdapat invisble hand atau sebut saja pemilik modal (korporasi) yang menjadi pengendali perekonomian. Maka pendidikan akan dirancang untuk menggali keuntungan bagi korporat. Sejatinya, generasi terpelajar sebagai generasi penerus akan terkungkung dan tidak mampu untuk mengembangkan dirinya, melainkan hanya terus mengikuti arahan korporat.

Ditambah lagi dengan adanya sekularisasi dalam dunia pendidikan, peran agama dijauhkan dalam pembentukan karakter pelajar yang seharusnya menjadi tugas dari pendidikan. Sehingga, yang terlahir dari sistem ini adalah pribadi egois serta individualis, yang fokus mencari kekayaan untuk diri sendiri dan keluarganya dengan menghalalkan segala cara, juga sulit untuk berempati dengan yang lain. Sebab kesuksesan dimaknai sebagai kekayaan, semakin banyaknya harta yang dimiliki oleh seseorang maka semakin sukses dirinya. Namun, tidak diingatkan bahwasanya setiap harta kekayaan yang diperoleh kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Pencipta.

Kalau pendidikan terus dijalankan seperti ini bagaimana generasi ke depannya?

Amerika Serikat (AS) yang menjadi tolak ukur dari pendidikan yang berbasis kapitalis sekularis ini hanya menciptakan rasisme di mana-mana, hedonisme merajalela, juga masyarakat yang egois dan individualis.

AS memang sangat maju dari sektor industrinya. Akan tetapi, apakah berhasil mengatasi masalah ketimpangan sosial dan ekonominya? Nyatanya juga tidak. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Banyak yang menggigil kedinginan hingga mati di jalan sebab tak ada tempat bernaung, juga tak ada tangan yang menolong, baik negara, masyarakat maupun pemilik modal.

Melihat dari sistem yang sudah usang dan rusak ini, yang sudah jelas tidak akan membawa dampak untuk jangka panjang, lalu untuk apa lagi dipertahankan?

Solusi dari problem kehidupan adalah kembali kepada sistem buatan Sang Pencipta. Karena ketika kita telah meyakini bahwa Allah Swt yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta ini, maka tentunya Allah Swt. lah yang paling mengetahui kebutuhan dari manusia. Yang dikatakan juga, bahwa Islam bukan hanya rahmat bagi Muslimin, tetapi rahmat bagi seluruh alam.

Di dalam Islam, pendidikan adalah memproses manusia menuju kesempurnaan yang diridai Allah Swt., Pendidikan itu ditujukan untuk kemaslahatan umat, bukan hanya golongan tertentu. Juga bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam. Ilmu pengetahuan dan Islam tidak akan dipisahkan dalam pendidikan. Sebagaimana hukum menuntut Ilmu Agama itu wajib ain, dan ilmu pengetahuan lainnya wajib kifayah.

Bercermin dari masa Kekhilafaan Abbasiyah, bisa kita lihat bagaimana sistem pendidikan Islam melahirkan intelektual yang paham Agama, juga menjadi ahli dalam Ilmu lainnya. Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi yang kita kenal memiliki kontribusi besar pada ilmu Matematika, seperti menemukan angka yang kita gunakan saat ini, juga mengenalkan konsep aljabar. Beliau mendalami Ilmu tersebut bukan karena tujuan industri ataupun untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kemaslahatan umat, yang juga dilandasi oleh pemahamannya atas Ilmu Agama, dan masih banyak lagi tokoh hebat yang terlahir dari sistem pendidikan Islam.

Tokoh-tokoh ini, tidak akan lahir dari sistem saat ini, Melainkan hanya bisa dilahirkan dari penerapan sistem Islam secara kaffah . Sehingga, mereka rela berkorban demi umat. Karena yang dicari adalah rida Allah semata.

Wallahu a’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 20

Comment here