Oleh: Dwi D.R
Wacana-edukasi.com, OPINI--Kekerasan pada anak rasanya makin ramai diberitakan di media sosial. Mirisnya, aksi kekerasan tersebut juga dilakukan oleh orang-orang terdekat yang masih ada di dalam ruang lingkup keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak. Anak yang seharusnya disayangi, justru mendapatkan perlakukan yang jauh dari kasih sayang. Kehidupan mereka dibuat menderita, bahkan hingga meregang nyawa.
Anak Rawan Korban Kekerasan
Baru-baru ini nyawa seorang balita (dua tahun) melayang di tangan pasutri di Riau, tepatnya di kabupaten Kuansang Singingi. Korban dititipkan oleh ibunya kepada pasutri ini. Akan tetapi, balita tersebut malah disiksa hingga tewas, lantaran sering rewel dan menangis (kompas.com, 14/06/2025).
Kasus selanjutnya datang dari Kebayoran, Jakarta. Anak perempuan (tujuh tahun) ditemukan sangat memprihatikan dengan kondisi kurus dan lemah di lantai Pasar Kebayoran. Diduga korban telah dianiaya oleh ayahnya di Surabaya, lalu dibawa dan ditelantarkan di jakarta (kumparan.com, 16/6/ 2025).
Dua kasus tersebut adalah kasus yang terjadi bulan ini. Sementara pada bulan Mei 2025, kasus kekerasan terhadap bayi pun terjadi. Hubungan terlarang (inses) antara adik kakak terungkap setelah kasus pengiriman paket yang di dalamnya berisi mayat bayi yang dibawa oleh ojek online (ojol) menggemparkan masyarakat.
Hubungan inses juga sempat gempar pada tahun 2023 di Purwokerto. Seorang ayah tega merudapaksa anaknya selama 10 tahun. Bejatnya, ia juga telah mengubur bayi hidup-hidup sebanyak tujuh kali. Sungguh mengerikan.
Kekerasan-kekerasan yang terjadi pada anak begitu menyayat hati. Inilah potret suram dan gelapnya negeri ini. Semua pihak bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan pada anak. Terutama negara, karena anak adalah generasi, aset yang berharga yang harus dijamin keamanan dan kehidupannya demi keberlangsungan peradaban manusia.
Faktor Penyebab Kekerasan pada Anak
Kekerasan yang terjadi pada anak, tidaklah terjadi secara kebetulan, melainkan adanya berbagai penyebab yang memicu munculnya kekerasan anak hingga kasus-kasusnya semakin meningkat. Seperti yang disebutkan dalam chanel YouTube Muslimah Media Hub, bahwa kekerasan pada anak yang terjadi di dalam keluarga karena berbagai faktor. Di antaranya, tekanan ekonomi, tidak terkendalinya emosi orangtua, rusaknya moral, tidak memahami fungsi keluarga, keimanan yang lemah, sehingga tidak menjadi penenuntun dalam bertindak.
Namun, beberapa faktor tersebut bukanlah faktor utama yang menjadi akar permasalahan kekerasan pada anak. Semua faktor di atas adalah akibat dari penerapan sistem yang rusak, yaitu sekularisme kapitalisme. Penerapan sistem ini telah merobohkan fungsi keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman dan penanaman keimanan yang kuat pada anak. Sistem ini juga telah menghempas fitrah orangtua yang berkewajiban melindungi anak.
Pendidikan keluarga pun hanya terfokus pada pencapaian materi tanpa diimbangi dengan pemahaman Islam yang benar. Sehingga tidak tercipta ketakwaan dalam keluarga. Kondisi itu karena tergeser oleh nilai-nilai sekuler dan kebebasan yang amat jauh dari Islam. Sehingga, orangtua berpotensi menjadi tersangka dalam kekerasan fisik dan seksual pada anak. Bahkan, anak pun berpotensi memiliki perilaku yang negatif dan akhlak yang rusak, karena terbawa oleh derasnya pergaulan bebas yang sesat.
Penerapan sistem kapitalisme juga membuat banyak orang terhimpit masalah ekonomi yang tak ada ujungnya. Inilah yang menjadi alasan orangtua meninggalkan anak lebih lama. Akibat stress banyak yang menyiksa, hingga menelantarkan anaknya.
Sekularisme juga melahirkan hubungan sosial yang dingin di tengah-tengah masyarakat serta individualis. Tidak heran, ketika timbul sikap tidak peduli dan peka di tengah-tengah masyarakat. Semuanya tersibukkan dengan masalah masing-masing.
Meskipun Indonesia telah membuat banyak peraturan dan kebijakan mengenai perlindungan anak, pencegahan kekerasan seksual, juga berbagai kebijakan pembangunan keluarga dan gerakan masyakarat lainnya. Ternyata, itu belum mampu menyelesaikan semua permasalahan kekerasan pada anak. Hal ini karena, semua regulasi tersebut dibangun atas paradigma yang salah, yaitu sekularisme kapitalisme.
Sistem Islam Solusi Hakiki Kekerasan pada Anak
Dari semua regulasi yang telah dibuat dalam sistem yang rusak tersebut, nyatanya tidak mampu menyelesaikan masalah kekerasan pada anak. Hanya dalam sistem Islam-lah masalah ini dapat diakhiri. Karena Islam adalah sistem hidup (ideologi) bukan sekadar agama ritual belaka. Sistem Islam sesuai dengan fitrah manusia serta memuaskan akal.
Dalam Islam, generasi harus dilindungi dan dijaga. Tugas tersebut menjadi tanggungjawab tiga pihak, seperti yang disebutkan di muslimahnews.net. Pertama adalah pihak keluarga, karena sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak. Orang tua diharuskan memiliki pola pengasuhan dan pendidikan dengan basis Islam yang mengutamakan keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Dalam Islam, keluarga memiliki fungsi sebagai pelindung dan membentuk seluruh anggota keluarga memiliki kepribadian Islam. Setiap orang di dalam keluarga memiliki pemahaman yang benar mengenai Islam dan terikat dengan hukum syara. Setiap individu pun berkomitmen untuk melaksanakan segala perintah Sang Khalik, yaitu Allah SWT. Maka terciptalah suasana Islami di dalam keluarga dan keluarga menjadi tempat yang aman bagi anak.
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim:6)
Kedua adalah lingkungan. Syariat Islam mengatur bahwa masyarakat juga memiliki peran untuk membuat lingkungan menjadi kondusif bagi tumbuh kembang anak. Karena masyarakat berperan untuk mengawasi dan mengontrol perilaku anak dari segala kejahatan termasuk kemaksiatan. Dengan penerapan sistem Islam, kondisi sosial masyarakat akan terbiasa untuk melakukan amar makruf nahi Munkar kepada siapapun.
Ketiga adalah negara. Islam telah menegaskan, negara merupakan pengurus (riayah) utama bagi masyarakat. Fungsi negara dalam sistem Islam adalah memenuhi kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan bagi anak.
Negara juga memiliki peran untuk membentuk keluarga yang taat pada syariat Islam. Negara akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dan menjadikannya kurikulum inti di dalam sekolah. Tujuan kurikulum pendidikan ini untuk melahirkan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam.
Tak hanya itu, di dalam sistem Islam, negara juga akan menerapkan sanksi yang tegas bagi orang yang melakukan pelanggaran hukum syara. Karena di dalam Islam setiap orang yang sudah menjadi mukallaf (dibebani hukum Syara’, karena sudah baligh), maka mereka bertanggungjawab penuh atas apa yang dilakukan. Termasuk harus menerima sanksi atas pelanggaran hukum syara tersebut. Tidak terkecuali tindak kekerasan pada anak, maka pelakunya akan dihukumi dengan adil di dalam sistem Islam yang kaffah.
Views: 0
Comment here