Penulis: Nidya Lassari Nusantara
Wacana-edukasi.com, OPINI–Data pengangguran Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengungkapkan jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang, naik sekitar 83 ribu orang dari tahun sebelumnya. Faktanya, PHK sudah menjadi trend yang menyakitkan.
Bila dahulu karyawan mendapat PHK karena etos kerja yang tidak baik. Karyawan berkualitas juga akan terkena imbas PHK. Beberapa karyawan stasiun media massa Radio Republik Indonesia (RRI), Televesi Republik Indonesia (TVRI) dan Kompas. Seperti yang viral baru-baru ini. Suasana emosional mewarnai tayangan Kompas TV ketika salah satu pembawa beritanya, Gita Maharkesri, tak kuasa menahan tangis dalam penampilan terakhirnya di layar kaca. Perpisahan tersebut menjadi viral di media sosial, menyoroti dampak nyata dari pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang melanda dunia media. (https://www.gelora.com/ 2 Mei 2025)
Ada beberapa penyebab terjadinya PHK massal saat ini, karena sistem ekonomi kapitalis yang berubah cepat, daya beli rakyat turun, omzet bisnis anjlok, nilai tukar yang membuat bahan baku mahal. Meningkatnya penggunaan teknologi, khususnya AI di beberapa sektor, karena pekerjaan yang dulunya dilakukan oleh manusia dapat digantikan oleh mesin dan robot. Alhasil, perusahaan mengambil solusi dengan solusi PHK.
Salah Kelola Kebijakan Pemerintah
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira berpendapat bahwa sebagian besar penurunan performa sektor manufaktur diakibatkan oleh salah kelola kebijakan. Beliau membandingkan, PMI manufaktur Vietnam pada Juli 2024 sebesar 54,7, sedangkan Thailand di angka 52 pada Agustus lalu.
“Ini bukan soal kondisi eksternal, tetapi ketidakmampuan pemerintah dalam mengintervensi kebijakan,” ucap Bhima.
Menurut dia, intervensi oleh pemerintah diperlukan, khususnya untuk menekan laju impor yang melonjak setelah pandemi Covid-19.
Selain itu, pemerintah, lanjut dia, terlalu banyak memberikan insentif kepada industri hilirisasi mineral, padahal serapan tenaga kerjanya lebih kecil dibandingkan manufaktur. (https;//www.TEMPO.CO, Jakarta /4 November 2024)
PHK massal tentu akan berdampak buruk bagi masyarakat. Dari aspek ekonomi akan meningkatkan kemiskinan. Dari aspek sosial akan
Peningkatan ini dapat memengaruhi tingkat kriminalitas dan mengancam keamanan. Dari aspek sosial dapat menimbulkan depresi yang berjangka panjang. Dari aspek politik akan dapat mengancam keutuhan negara dan banyaknya demo. Melihat semua hal menyakitkan ini.
Indonesia menjadikan kapitalisme menjadi konsep ekonomi negara.
Dalam perspektif kapitalisme, penguasa negara hanya bertugas sebagai regulator dan fasilitator, yaitu hanya ketok palu regulasi dan mengawasi dari kejauhan. Posisi penguasa yang demikian hanya menguntungkan para kapitalis (investor). Sedangkan pekerja menjadi korban.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, pertumbuhan pendapatan nasional menjadi asas ekonomi. Kapitalisme adalah sistem yang memuja pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan distribusi kekayaan yang adil. Dalam sistem ini, hanya segelintir elite yang menikmati hasil produksi, sementara mayoritas rakyat terjebak dalam kemiskinan, daya beli menurun, ekonomi ambruk, dan pekerja dikorbankan untuk menyelamatkan neraca keuangan perusahaan.
Badai PHK massal harus segera ditangani oleh pemerintah dengan cepat. Memberikan solusi yang terbaik untuk rakyat baik dari sisi pekerja maupun pengusaha.
Islam memiliki sistem penerapan yang diatur hukum-hukum syariah. Ada lima bidang yang diatur oleh Islam dan dimanifestasikan oleh Penguasa, yaitu bidang sosial, ekonomi, pendidikan, politik luar negeri dan Pemerintahan. Yang semua bidang ini saling berkaitan satu sama lain.
Adapun dalam sistem ekonomi Islam Penerapannya mencakup dua segi.
Pertama, sumber pendapatan negara. Sumber pendapatan negara berasal dari Zakat atas harta yang dimiliki berupa uang, tanah, hasil pertanian atau ternak sebagai bentuk ibadah.
Secara ringkas, pos pendapatan dalam negara Islam menurut Syeikh Abdul Qadim Zallum (2003) terdiri dari 12 kategori: pendapatan dari harta rampasan perang (anfaal, ghaniimah, fai dan khumus); pungutan dari tanah yang berstatus kharaj; pungutan dari non-Muslim yang hidup dalam Negara Islam (jizyah); harta milik umum; harta milik negara; harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri (‘usyur); harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram; harta rikaz dan tambang; harta yang tidak ada pemiliknya; harta orang-orang murtad; pajak; dan zakat.
Kedua, bagaimana metode distribusinya. Zakat fitrah khusus untuk delapan asnafh yang tertera dalam surah at Taubah ayat 60;
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” Sedangkan untuk urusan administrasi dan pelayan umat, negara mengambilnya sesuai syariat Islam saja bukan yang lain.
Dalam masalah pekerjaan, Rasulullah telah menunjukkan bahwa pekerjaan adalah kemaslahatan umat maka negara berkewajiban untuk mengurusinya.
Pernah ada seorang laki-laki Anshar mendatangi Nabi saw. Dia meminta kepada beliau. Beliau bertanya, “Apakah di rumahmu sudah tidak ada apa-apa lagi?” Lak-laki itu menjawab, “Benar. Hanya ada baju kasar yang kami kenakan sebagiannya. Sebagiannya kami hamparkan. Ada mangkuk yang kami gunakan untuk minum air.” Rasulullah saw bersabda, “Bawalah keduanya kepadaku.” Perawi berkata: Orang itu pun membawa keduanya ke hadapan beliau. Rasulullah saw. mengambil keduanya dengan tangannya seraya bersabda, “Siapa yang mau membeli dua barang ini? Seorang laki-laki menjawab, “Saya membeli keduanya dengan satu dirham.” Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang mau membeli lebih dari satu dirham?” Beliau mengucapkan dua atau tiga kali. Laki-laki tadi menjawab, “Saya beli keduanya dengan dua dirham.” Nabi saw. lalu memberikan keduanya kepada laki-laki itu dan mengambil dua dirham. Kemudian, beliau memberikan dua dirham itu kepada laki-laki Anshar tersebut seraya bersabda, “Belilah makanan dengan satu dirham, dan berikanlah kepada keluargamu. Lalu belilah sebuah kapak dengan satu dirham yang lain dan bawalah kapak itu kepadaku. Lalu, laki-laki itu memberikan kapak kepada beliau. Lalu beliau mengikatkan tali yang ada di tangan beliau pada kapak itu. Kemudian Nabi saw. bersabda kepada laki-laki Anshar itu, “Pergilah. Carilah kayu bakar dan juallah. Aku benar-benar tidak akan melihatmu selama 15 hari.” Laki-laki itu pergi mencari kayu bakar dan menjualnya. Laki-laki itu mendatangi Nabi saw. dan dia membawa 10 dirham. Kemudia ia membeli baju dengan sebagian uangnya. Sebagiannya ia belikan makanan. Rasulullah saw. bersabda, “Ini lebih baik bagi kamu daripada kamu datang meminta-minta yang akan menjadi tanda buruk (nuktah) di wajahmu kelak pada Hari Kiamat. Sungguh meminta-minta tidak layak kecuali bagi tiga orang; orang yang sangat miskin, orang yang terlilit utang, atau pembunuh yang harus membayar diyat (sedangkan dia tidak memiliki uang).” (HR Ibnu Majah).
Untuk persoalan yang muncul akibat kebijakan negara dalam bidang politik ekonomi, menurut Islam, negaralah yang bertanggungjawab untuk menyelesaikannya. Negara wajib memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Negara wajib menjalankan kebijakan makro dengan menjalankan apa yang disebut dengan Politik Ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) setiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai dengan adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka. Badai PHK pasti berlalu bila ideologi islam diterapkan terlebih dahulu.
Waallahualam bishawab
Views: 1
Comment here