Oleh : Haniyah (Santri Ideologis)
Wacana-edukasi.com, OPINI--Seorang pelajar SMK Bandung tampak tergeletak tak bernyawa di pelataran bengkel jalan Cikuda, kelurahan Pasir Biru, Bandung. Korban tewas akibat tusukan temannya sendiri yang diduga sedang cemburu terhadap korban. Sebelum pelaku menusuk korban, mereka berdua sempat terlibat percekcokan (Beritasatu.com 04/08/25) .
Dihari yang sama tersebar pula cuplikan video yang merekam seorang murid SMKN 2 Pesingkep, Sulawesi Selatan, yang sedang dipukuli secara bertubi-tubi oleh pelaku berinisial F (16) , aksi kekerasan ini terjadi di jalan raya depan sekolah dan ditonton oleh beberapa pelajar lain. Alih-alih menolong mereka justru sibuk mengabadikannya dengan ponsel mereka. Dari keterangan polisi mereka berdua awalnya hanya senggolan bahu yang menyebabkan emosi mereka sama-sama tersulut dan berujung pada saling membunuh (Beritasatu.com 04/08/25).
Dua kasus ini hanyalah secuil dari sejuta kasus kekerasan yang terjadi di negara kita. Masih banyak kasus lain yang mungkin tak sempat viral atau bahkan terlaporkan. Banyaknya kasus kekerasan di Indonesia sempat menjadikannya berasa di peringkat pertama se-ASEAN soal kekerasan di sekolah dengan presentase kasus sebanyak 84℅.
Terjadinya kasus kekerasan pada kalangan remaja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kontrol diri remaja yang rendah membuat mereka mudah emosi, sakit hati, dan mudah menghakimi. Yang diakibatkan karena nilai-nilai agama yang tertanam pada diri remaja. Seperti yang telah kita ketahui bahwa sistem yang diterapkan sekarang yakni sistem sekuler telah menjadikan peran agama jauh terpisah dari kehidupan terutama dalam pengaturan pendidikan.
Dari situlah tumbuh remaja berperilaku bebas yang tak peduli halal haram, termasuk soal perbuatan yang mereka lakukan. Sehingga membunuh mereka anggap lazim dan dah untuk dilakukan.
Ditambah lagi sistem saat ini lahir dari sistem kapitalisme yang menomorsatukan materi mengakibatkan peran keluarga hilang, yang seharusnya dapat menjadi pendidikan pertama dan pelindung utama bagi anak justru hanya dapat menjadi pemenuh kebutuhan dasar mereka saja.
Akhirnya kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi dari itu pun terlupakan. Seperti memastikan kesehatan mental anak, memenuhi kebutuhan rasa kasih sayang mereka, apalagi menaikkan taraf berpikir mereka. Namun ini semua masih nihil apabila terjadi saat ini.
Selain itu, keberadaan gadget dan internet yang tak pernah lepas dari kehidupan remaja membuat mereka dengan mudah dan bebas untuk menjangkau segala hal. Ditambah konten-konten di media sosial yang tak disensor semacam perundungan, pornografi dan kriminal yang memberi mereka inspirasi untuk melakukan hal yang serupa, maka tak heran apabila kasus kekerasan dan kriminal banyak bermunculan di tengah-tengah remaja.
Pada perkara ini, negara yang memiliki peran paling utama seharusnya mampu menciptakan media sehat yang dapat dijadikan sarana pembelajaran dan pembentuk karakter beradab pada diri anak-anak dan remaja. Namun nyatanya, justru menjadi sarang perusak karakter hingga tak terkendali. Inilah sebab dari peran negara yang hanya sebagai regulator. Negara acuh tak acuh terhadap pembentukan karakter rakyat, alih-alih dapat menjadi pribadi yang bertaqwa malah banyak yang ahli maksiat, naudzubillah.
Tak dimungkiri pula sikap rakyat kapitalis yang apatis dan individualis, serta proses penegakkan hukum yang lambat dan lemah membuat pelaku tak memiliki rasa jera bahkan candu. Dari sini, jelas lah selama sistem rusak ini masih bercokol di negeri kita, maka selama itu pulalah kasus kekerasan dan kriminal remaja terus bermunculan.
Berbanding terbalik dengan Islam yang sangat memperhatikan para pemuda nya. Islam mengganggap bahwa remaja adalah mutiara berharga yang memiliki semangat dan potensi besar untuk meneruskan peradaban Islam.
Dalam mendidik pemuda, Islam sejak dini telah berusaha untuk menjadikan aqidah sebagai asas pendidikannya. Dari sinilah akan tercetak mental baja dan karakter takwa pada diri remaja. Dengan rasa takwa para remaja akan takut kepada Allah Swt dan menghindari perbuatan kriminal yang akan mengundang murka Allah Swt.
Pendidikan yang serupa pun diberikan kepada setiap anggota keluarga, supaya masing-masing mereka memahami peran dan hak mereka dalam keluarga, sehingga suasana yang harmonis dan bertakwa tercipta dalam lingkungan setiap keluarga.
Masyarakat Islam pun identik dengan rasa peka dan kepedulian yang tinggi sehingga amar makruf nahi munkar diantara mereka tercipta dengan baik. Inilah yang menjadi penghalang terjadinya berbagai kriminal dan kemaksiatan di tengah-tengah umat.
Disamping itu, dalam Islam hukuman yang diberikan kepada pelaku bersifat jawabir dan zawajir. Yakni selain dapat menebus dosa di dunia, pelaku juga tidak akan lagi disiksa di akhirat. Hukum Islam mempu mencegah orang lain untuk melakukan kemaksiatan atau tindak kriminal yang serupa. Sebab, hukum Islam ini datang dari Allah Swt. sang Maha pencipta dan sang Maha pengatur yang tentunya paling tau dan paham soal makhluknya.
Artinya, peraturan yang Allah Swt. berikan pasti dapat menjadi solusi solutif bagi setiap permasalahan hambanya sehingga berbagai kemaksiatan dan tindak kriminal ini tak akan terulang kembali.
Begitu sempurna aturan yang ditegakkan dalam kehidupan Islam selain menjadi pelindung umat juga mampu menjadi kunci solusi bagi semua problematika umat di segala aspek, menciptakan suasana bertakwa dalam setiap lingkungan masyarakat. Supaya segala problematika hari ini terutama tindak kriminal pemuda segera tuntas. Wajib bagi kita untuk menegakkan kembali syariat Islam secara kaffah dalam segala lini kehidupan. Namun, semua itu hanya dapat tercapai melalui negara yang bernama Khilafah Islamiyyah Ala Minhajjin Nubuwwah. Waallahua’lam bis shawab
Views: 0


Comment here