Penulis : Alesha Maryam
Wacana-edukasi.com, OPINI--Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalimantan Selatan (KalSel) terus memperkuat kerja sama antar umat beragama melalui berbagai kegiatan yang mendukung terwujudnya visi Indonesia emas 2045. Inisiatif ini menitik beratkan pada pentingnya penerapan nilai-nilai moderasi beragama sebagai landasan dalam menjaga toleransi dan keharmonisan di tengah kemajemukan masyarakat. Dalam kegiatan tersebut, para tokoh lintas agama dan pemangku kepentingan berkumpul untuk merumuskan strategi dalam memperkuat moderasi beragama. Mereka sepakat bahwa kerjasama lintas keyakinan dan budaya sangat diperlukan untuk membangun masyarakat yang damai dan inklusif, selaras dengan cita-cita Indonesia Emas 2045.
FKUB KalSel juga menyoroti pentingnya pendidikan serta menyebar nilai-nilai moderasi beragama kepada generasi muda, sebagai langkah preventif terhadap paham radikal dan intoleransi. Harapannya, akan lahir generasi penerus yang menjunjung tinggi semangat kebhinekaan serta memperkuat persatuan bangsa (Kalimantan Live, 25-05-2025).
Melalui Kementerian Agama, Lembaga Pendidikan, dan organisasi keagamaan, pemerintah di Kalimantan Selatan (KalSel) secara aktif menyuarakan pentingnya moderasi beragama sebagai salah satu pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Visi ini memberikan arah bagi pembangunan nasional, dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju, sejahtera, dan memiliki daya saing global pada usia 100 tahun kemerdekaan.
Moderasi Beragama
Di Kalimantan Selatan, program ini telah merambah berbagai sektor seperti pendidikan, dakwah, perguruan tinggi, hingga aparatur sipil negara (ASN), dengan pesan utama bahwa Islam tidak semestinya dijadikan sebagai alat politik, dan bahwa agama seharusnya tidak mengintervensi sistem kenegaraan. Upaya ini bertujuan untuk menghindari penyebaran paham radikal yang dapat mengancam keharmonisan, sekaligus menjaga agar semangat persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga dengan baik.
Meskipun moderasi beragama tampak sebagai ajakan untuk hidup berdampingan secara damai, sejatinya konsep ini dapat dilihat sebagai alat rekayasa ideologis yang mengedepankan pandangan sekuler, yang berpotensi menggeser nilai-nilai keagamaan asli. Dalam konteks moderasi beragama, ajaran Islam kerap ditempatkan secara terbatas pada ranah ibadah ritual dan pembentukan akhlak individu. Sementara dimensi Islam sebagai sistem hidup yang komprehensif yang mencakup aspek sosial, politik, ekonomi, dan hukum cenderung dikesampingkan atau bahkan dianggap tidak relevan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ajakan untuk memisahkan agama dari ranah politik sesungguhnya dapat dipahami sebagai upaya penjajahan intelektual terhadap umat Islam, yang bertujuan membatasi kesadaran mereka agar tidak memperjuangkan penerapan syariat Islam secara keseluruhan (kaffah) dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Konsep moderasi beragama kerap dimanfaatkan sebagai instrumen politisasi ajaran agama yang dibingkai sedemikian rupa demi menjaga stabilitas sistem kapitalistik, di mana agama diarahkan untuk mendukung tatanan sosial yang menguntungkan kepentingan ekonomi dan kekuasaan tertentu, alih-alih menjadi kekuatan transformatif yang membela keadilan secara menyeluruh. Pendekatan moderasi beragama sering kali berpotensi menutupi dan mereduksi esensi ajaran Islam yang hakiki, sehingga nilai-nilai fundamental dalam agama tersebut menjadi kurang tampak dan bahkan terkikis dalam praktik keagamaan sehari-hari.
Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, keberadaan Islam sebagai ideologi tidak berhenti pada tataran simbolik atau retorika belaka, melainkan mengandung visi peradaban yang luhur dan transformatif, yang bertujuan membangun masyarakat yang unggul secara spiritual, intelektual, dan sosial. Jauh melampaui slogan-slogan normatif seperti “emas” yang seringkali hanya menjadi jargon pembangunan tanpa substansi ideologis yang kokoh.
Dalam tatanan Islam yang diatur melalui sistem Khilafah, agama tidak hanya dijadikan sebagai sumber nilai moral atau etika semata, melainkan berperan sebagai kerangka sistemik yang menyeluruh dan integral dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang politik, ekonomi, hukum, pendidikan, hingga sosial kemasyarakatan. Islam dalam konteks ini diposisikan sebagai landasan utama bagi terbentuknya struktur peradaban yang adil, seimbang, dan berpusat pada kemaslahatan umat.
Program moderasi beragama yang dijalankan di Kalimantan Selatan sebagai bagian dari visi besar Indonesia Emas tampaknya bukan sekedar ajakan untuk hidup rukun, tetapi juga mencerminkan arah kebijakan nasional yang perlahan menjauhkan umat Islam dari pemahaman Islam sebagai sistem hidup yang menyeluruh. Di balik semangat toleransi yang digaungkan, terselip kecenderungan untuk memisahkan ajaran Islam dari peran strategisnya dalam mengatur aspek politik, sosial, dan kehidupan berbangsa, sehingga agama dipersempit hanya pada wilayah pribadi dan ritual semata. Hal ini tentu menjadi catatan penting bagi umat Islam, khususnya generasi muda, agar tidak terjebak dalam narasi yang tampak damai namun justru menjauhkan mereka dari pemahaman Islam secara utuh. Islam sejatinya bukan hanya agama yang mengatur hubungan spiritual antara manusia dan tuhan, melainkan juga sebuah sistem kehidupan yang mencakup tatanan sosial, ekonomi, hukum, dan pemerintahan. Ketika moderasi beragama disampaikan tanpa mengakui dimensi tersebut, maka yang terjadi bukan lah keseimbangan, melainkan pengerdilan makna Islam itu sendiri.
Sudah saatnya umat Islam, khususnya generasi muda, membuka mata terhadap kedangkalan narasi yang membatasi Islam hanya pada ranah ibadah dan toleransi sosial. Islam hadir bukan sekadar untuk menyatukan dalam kerukunan, tetapi juga untuk memimpin dalam kebenaran dan keadilan. Solusi yang ditawarkan oleh Islam sebagai ideologi tidak berhenti pada aspek toleransi semata, melainkan mencakup penerapan Islam secara keseluruhan (kaffah) dalam seluruh aspek kehidupan, di bawah naungan institusi Khilafah.
Sistem ini bukan sekedar gagasan utopis, melainkan pernah terbukti dalam sejarah sebagai motor penggerak peradaban gemilang yang menoreh kejayaan ilmu, keadilan, dan kemanusiaan di panggung dunia. Dan dengan kehendak serta izin Allah, kebangkitan peradaban Islam tersebut bukanlah sekedar harapan kosong, tetapi merupakan keniscayaan yang akan terwujud seiring dengan meningkatnya kesadaran umat terhadap hakikat Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. [WE/IK].
Views: 4
Comment here