Bahasa dan SastraCerpen

Ibuku Inspirasiku

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Suryani Izzabitah

Wacana-edukasi.com — Kulangkahkan kaki dan kadang sedikit berlari menyusuri pematang sawah yang masih basah oleh embun pagi hari. Rutinitas ini hampir setiap hari kulakoni. Aroma tanah basah sudah sangat akrab menjejal hidungku. Sambil bersenandung kupercepat langkahku sambil fokus berjalan di pematang -yang memang hanya bisa untuk satu orang saja-, agar aku tak jatuh dan tiba di tempat tujuan dengan cepat. Karena sehabis membeli balok es sebagai bahan jajanan es pisang ijo dan pallu butung buatan ibu, aku harus berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Kehati-hatian berjalan di pematang sawah, terlebih ketika sehabis hujan, membutuhkan keahlian dan kelincahan khusus.

Seiring dengan berlalunya waktu, tempat untuk jualan balok es sudah berpindah. Oleh karena itu, aku harus menggunakan sepeda tua milik bapak karena jarak yang tidak dekat. Kubonceng adik perempuanku untuk menemani. Saat itu usiaku sudah menginjak 10 tahun, usia anak yang sudah mulai merasa malu jika dilihat oleh teman sekolah. Belum lagi adegan jatuhnya balok es dari sepeda, itu membuat aku bertambah malu. Namun kutepis rasa itu, agar ibu bisa tersenyum bahagia menyambut salah satu bahan jualannya. Sebagai anak yang patuh pada orangtua, kujalani semuanya dengan suka duka didalamnya hingga aku lulus di bangku Sekolah Dasar.

Setiap pagi aku rutin membantu ibu membeli bahan jualan untuk warung kecil yang ada di teras rumah kami. Ibu adalah sosok pekerja keras dalam membantu bapak mencari nafkah. Berbagai lakon dijalaninya; mulai dari membuat jajanan rumahan, ke kebun untuk panen hasil kebun, ke sawah untuk memanen padi, ke pasar menjual hasil kebun sendiri dan ayam kampung peliharaan bapak, bahkan berdagang pakaian ke tetangga atau ke desa kampung sebelah. Semua peran itu dijalani ibu dengan ikhlas, dengan alasan bahwa anak-anaknya bisa makan dan bersekolah.

Ketika hari Ahad atau libur sekolah, aku diajak ibu untuk berjualan pakaian dan beberapa dagangan lain ke desa sebelah. Aku dengan sukacita ikut boncengan sepeda ibu, dengan iming-iming permen atau es mambo buatan ibu. Terbayang kelelahan di wajah ibu ketika mengayuh sepeda sambil memboncengku dan barang dagangannya. Belum lagi jika orang-orang tidak membayar sesuai akad. Namun tetap dijalaninya, karena desa itu adalah kampung ibu, dimana semua keluarga besar ada disana. Sambil berjualan sambil silaturrahim.

Pun peran menjadi seorang ibu yang mengajari anak-anaknya membaca, menulis, dan berhitung, tetap dilakoninya. Ibu adalah seorang perempuan yang pandai menurut teman-teman sekolahnya dulu, sehingga alhamdulillah kami tumbuh menjadi anak-anak yang mampu bersaing dengan teman-teman yang lain.

Pernah suatu ketika uang belanja untuk keperluan sehari-hari sudah tidak ada, bahkan untuk membeli beras. Sehabis salat subuh, ibu membangunkan aku untuk menemaninya pergi ke pasar menjual ayam kampung peliharaan bapak. Aku berusaha bangun dan membasuh wajah dengan air, walau mata masih terasa berat. Berjalan bersama ibu dengan membawa seekor atau dua ekor ayam, terbilang sulit bagi saya yang masih anak-anak. Ditambah jalanan yang masih lengang dan gelap, membuat saya berjalan agak lambat. Namun dengan semangat, ibu mengajakku bercerita sepanjang perjalanan sehingga perjalanan terasa menyenangkan. Selain itu, udara segar pagi hari, membuat raga ini terasa fresh. Kami menuju ke pasar tradisional yang tidak jauh dari rumah dengan harapan bahwa ayam-ayam kami akan laku di pasar sehingga ibu bisa berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari, minimal untuk makan hari itu.

Kini … di saat usiaku menginjak angka yang terbilang sudah tidak muda lagi, alhamdulillah ibu masih sehat dan masih selalu ada ketika aku membutuhkannya. Terkait aktivitas dakwahku, ibu tidak pernah melarang bahkan sesekali membaca tabloid atau majalah yang menyajikan pemaparan Islam sebagai ideologi. Pun ketika berdiskusi tentang problematika umat, ibu selalu men-support solusi Islam kaffah yang aku sampaikan. Alhamdulillah ibu hadir sebagai muayyid dalam barisan dakwahku.

Ibu … berkisah tentang dirimu tidak akan cukup kata. Perjuanganmu sebagai ibu dan istri menjadikan diriku insyaAllah menjadi Muslimah yang tangguh. Mengajarkan kami kesederhanaan, kerja keras, kemandirian, tanggung jawab, dan berbagai kebaikan lainnya. Semoga di sisa akhir hidupku bisa membuatmu bahagia dan bangga karena telah melahirkan aku. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengganjar dengan pahala yang berlipat ganda dan mengumpulkan kita di jannah-Nya, Aamiin yaa mujibassailin.

Sehat selalu ibu, you are my inspiration.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 248

Comment here