Surat Pembaca

Hari Buruh, Benarkah Menyelesaikan Masalah Buruh

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Saniati

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA--Dikutip dari detiksumut(1/05/2025), ratusan massa aksi melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumut memperingati Hari Buruh Internasional hari ini. Massa aksi memblokir kawasan di Jalan Imam Bonjol Medan.

Berdasarkan pantauan detikSumut, Kamis (1/5/2025) ratusan massa aksi tiba pukul 14.30 WIB. Mereka tampak duduk lesehan di ruas jalanan. Sementara itu pihak kepolisian tampak bersiaga mengalihkan arus lalu lintas bagi pengendara yang akan melintasi Jalan Imam Bonjol Medan.

Di tengah peringatan hari buruh nasional 2025, problem buruh masih sangat komplek. Mulai dari upah yang minim, maraknya phk, sempitnya lapangan pekerjaan membuat nasib buruh makin terpuruk. Nasib buruh hingga saat ini masih menjadi masalah yang belum mendapatkan solusi nyata, dan kesejahteraan para buruh masih jauh dari yang diharapkan. Setiap tahun demo buruh masih berlangsung, mereka menuntut hak-hak sebagai buruh yang masih belum mereka dapatkan secara sepenuhnya dari tampat mereka bekerja, seperti kenaikan upah yang layak dan permasalahan kerja separti kesehatan, keamanan kerja, pelecehan, hingga kriminalitas kerja.

Dengan perayaan hari buruh yang diadakan setiap tahun, bukannya membuat angka pengangguran semakin pupus, tapi malah semakin tinggi. Kesenjangan sosial pun semakin lebar, ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin semakin parah.

Persoalan buruh (pekerja) yang belum menyentuh akar masalah hingga saat ini sejatinya karena penerapan sistem kapitalis global. Sistem ini menganggap buruh sebagai faktor produksi, nasib buruh sangat bergantung pada perusahaan, tetapi perusahaan hanya mementingkan keuntungan dalam bisnisnya dengan cara menekan para buruh.

Kesejahteraan para buruh disistem kapitalisme dari masa ke masa belum juga ada perubahan, penyebabnya adalah konsep dasar upah yang standarkan pada upah minimum daerah kota, kabupaten atau provinsi.

Dengan konsep upah seperti itu buruh akan hidup dalam keadaan minim atau pas-pasan karena gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Sehingga sekeras apapun para buruh bekerja mereka tetap saja tidak bisa menyamakan dengan standar hidup masyarakat.

Sistem ini juga tidak memberlakukan jaminan kesejahteraan dari nagara atas rakyatnya. Negara menyerahkan nasib kesejahteraan buruh kepada perusahaan. Perusahaan dituntut memberikan jaminan-jaminan tertentu pada buruh, seperti jaminan kecelakaan, jaminan hari tua, dan jaminan kematian. Negara hanya sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan, nasib para buruh pun rawan menjadi korban kezaliman.

Inilah bukti nyata gagalnya sistem yang tidak memanusiakan selayaknya manusia yang telah gagal memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi buruh.

Berbeda halnya dengan sistem islam dalam memandang antara buruh dengan pengusaha. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat dan negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya, dimana sabda Rasulullah salallah alaihi wasallam, “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang di urusnya. (HR.Muslim)”.

Di dalam islam tidak pernah dijumpai konflik antara buruh dan pengusaha. Sebab sebagai sebuah idiologi islam mempunyai konsep terkait pengupahan antara pekerjaan dan pengusaha. Upah merupakan salah satu rukun yang harus diperhatikan dalam akad ijarah (kontrak kerja).

Besarnya upah harus disesuaikan dengan besaran jasa yang diberikan oleh pekerja. Seperti jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja. Buruh dan pekerja harus melakukan akad terlebih dahulu baik tentang upah, tempat, waktu dan lain-lain. Setelah keduanya ridha dan setuju, maka pekerjaan dapat terlaksana.

Dengan konsep seperti ini pekerja yang profesional akan mendapatkan upah yang lebih besar dari pekerja pemula. Semua pihak baik buruh maupun pengusaha harus memahami semua rukun dan himbauan dalam akad ijarah. Islam juga mengatur agar kontrak kerja sama antara pekerja dan pengusaha saling menguntungkan tidak boleh satu pihak menzalimi dan merasa terzalimi oleh pihak lainnya.

Jika terjadi perselisihan diantara keduanya maka islam memerintahkan berlaku adil dalam menyelesaikannya dan ini harus dilakukan dengan segera untuk mencegah terjadinya kezaliman diantara keduanya. Semua solusi yang diberikan Islam akan membuat hubungan antara buruh dan perusahaan akan menjadi harmonis dan dan diantara keduanya akan mendapatkan hak- hak yang nyata. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here