Oleh: Siti Muslikhah
wacana-edukasi.com, OPINI– Pada Selasa (28/8/2023) lalu, seorang guru honorer di Lubuklinggau, Sumatera Selatan ditusuk menggunakan sebilah pisau sebanyak 8 kali. Pelakunya adalah dua orang remaja. Semula diduga kasus perampokan. Namun menurut pengakuan salah satu pelaku yang berinisial JS, dia nekat menusuk Syaiful lantaran ada hal yang tidak sesuai kesepakatan.
Sebelum kejadian, JS diminta oleh Syaiful mencarikan orang (untuk di oral seks) dan dijanjikan bayaran sebesar Rp400 ribu. JS pun mengajak R ke rumah Syaiful, namun setelah selesai, Syaiful tidak memberikan uang sesuai kesepakatan, hanya memberikan uang Rp25 ribu kepada JS (sumsel.tribunnews.com, 28/8/2023).
Fakta ini mengungkap masalah penyimpangan seksual semakin luar biasa. Seorang guru yang notabene adalah pendidik generasi harusnya memiliki moralitas yang baik. Namun miris, saat ini justru banyak oknum pendidik justru menjadi pelaku penyimpangan seksual.
Masih segar dalam ingatan kita kasus sodomi yang terjadi di Muara Enim beberapa bulan lalu. Seorang pelatih paskibra yang juga Kepsek SDN di Banyuasin bernama Martin Hadi Susanto (37) memaksa 13 pelajar SMK menyodomi dirinya. Aksi bejat itu sudah dilakukan Martin selama 4 tahun, dari 2019 hingga 2022 (detik.com, 14/7/2023). Kasus seperti ini sekarang marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak (Komnas Anak), sejak tahun 2007 tindak sodomi terhadap anak termasuk jenis kejahatan anak tertinggi. Jumlahnya mencapai 1.160 kasus atau 61,8 persen dari 1.992 kasus kejahatan anak yang masuk ke Komnas Anak tahun itu. Bahkan dalam rentang tahun 2007 sampai akhir Maret 2008, jumlah kasus sodomi anak sendiri sudah naik sebesar 50 persen. Pelakunya kebanyakan adalah guru sekolah, guru privat termasuk guru ngaji, dan sopir pribadi.
Sodomi menurut Wikipedia adalah istilah hukum yang merujuk pada tindakan seks tidak alami, yang terdiri dari seks oral atau anal, atau semua bentuk pertemuan alat non kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual, homoseksual atau antara manusia dengan hewan.
Salah satu faktor penyebab maraknya tindak penyimpangan seksual sodomi adalah seringnya pelaku menonton video porno hubungan seks sejenis. Hal ini menjadikan pelaku merasa ingin mempraktekkannya.
Selain itu juga karena awalnya pelaku merupakan korban kekerasan seksual sodomi. Perasaan dendam menjadikan pelaku kemudian melampiaskannya kepada orang lain.
Menurut laman Detik Health, seorang psikiater, dr. Elly Ingkriwang, menyatakan bahwa korban bisa menjadi penerus pelaku sodomi. Bisa jadi ada sensasi rasa senang yang menyebabkan ketagihan saat melakukan seks anal sehingga korban akan mengulanginya.
Selain itu juga karena adanya rasa dendam. Rasa dendam masa lalu yang tidak tersalurkan dan dipendam sendirian, lama-kelamaan akan memuncak hingga akhirnya dilampiaskan pada orang lain. Menurut dr. Elly, hal ini bisa membuat seseorang yang tadinya korban menjadi pelaku sodomi. Korban ingin tidak hanya dirinya saja yang pernah disodomi, itu sebabnya ia akan melakukannya pada orang lain agar ada yang senasib.
Faktor penyebab perilaku menyimpang ini bisa muncul karena kehidupan yang diatur dengan cara pandang sekulerisme. Sebab cara pandang ini menjadikan setiap individu bebas berbuat apa saja sesuai kehendak hawa nafsunya. Jika menonton video porno, melakukan sodomi, menganiaya orang, itu membuat dirinya senang maka akan dia lakukan. Bahkan tujuan besar dalam hidup orang yang teracuni sekulerisme hanya mencari keuntungan semata. Mau mengorbankan dirinya bahkan orang lain untuk disodomi demi mendapatkan sejumlah uang. Larangan agama tak lagi dipedulikan. Sebab aturan agama hanya berlaku dalam ranah ibadah saja, sehingga sekulerisme ini berdampak pada minimnya ketakwaan individu.
Negara dengan asas sekulerisme juga cenderung membiarkan konten-konten porno beredar bebas. Tak hanya itu, bisnis esek-esek, program televisi dibiarkan vulgar dan mempertontonkan aurat, majalah dan buku-buku yang memuat gambar-gambar porno mudah masuk, bahkan diproduksi di negeri ini. Kampanye, propaganda, atau apa saja yang berisi seruan terhadap perilaku menyimpang dan merusak seperti LGBT juga dibiarkan bahkan diberi panggung. Alasannya itu perkara HAM. Maka wajar jika perilaku menyimpang ini makin menjamur dan meracuni masyarakat termasuk guru dan generasi.
Tak ada tindakan tegas dari negara terhadap situs-situs yang menyebarkan konten-konten pornografi. Pun kepada propagandis dan pelaku penyimpangan seksual ini. UU TPKS yang digadang-gadang bisa menjadi jalan untuk memberantas tindak kekerasan seksual, nyatanya juga mandul.
Dalam pandangan Islam, sodomi dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya ke dalam dubur laki-laki lain (Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, Juz 4/hal. 51).
Allah Swt. telah melaknat manusia yang melakukan perbuatan homo seperti kaum Nabi Luth. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2915) dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali”.
Hukum liwath adalah haram. Tak ada perbedaan pendapat di kalangan para ahli fikih. Di dalam kitab Al-Mughni juz 12 halaman 348, Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa telah sepakat (ijmak) seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala tahrim al-liwaath).
Maka Negara dalam sistem Islam yakni khilafah akan menutup semua akses terhadap media penyebar pornografi. Negara harus memiliki mekanisme tertentu untuk memblokir situs mana pun yang mengandung pornografi. Dengan demikian, setiap hal yang dapat merangsang nafsu yang tidak pada tempatnya tidak begitu saja muncul sehingga membutuhkan untuk dipuaskan dengan jalan apa pun.
Adapun sanksi untuk homoseks adalah hukuman mati. Sabda Nabi Saw: “Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya” (HR Al Khamsah, kecuali an-Nasa`i).
Islam sangat tegas dalam melindungi umatnya. Jika didapati seseorang yang sudah baligh melakukan liwath dengan orang baligh lainnya karena sama-sama memiliki keinginan melakukannya, maka kedua pasangan tersebut harus dibunuh.
Perilaku menyimpang dan merusak seperti homoseksual tidak boleh berkembang. Sebaliknya harus dibasmi, yakni dengan menerapkan sistem hidup yang berlandaskan akidah yang benar yaitu Islam. Khilafah merupakan sistem pemerintahan Islam yang bertugas menerapkan syariat Islam yang berasal dari Allah Swt. pencipta manusia secara keseluruhan. Dengan menerapkan hukuman yang tegas kepada para pelaku homoseksual, akan membuat siapapun berpikir ulang untuk melakukan hal tersebut.
Maka kaum muslimin harus bergerak bersama memperjuangkan Islam dalam naungan khilafah Islamiyah. Mengembalikan kehidupan Islam dengan menerapkan Islam secara kaffah sehingga bisa memberantas berbagai tindak kejahatan termasuk homoseksual.
Wallahua’lam bishawab
Views: 62
Comment here