Surat Pembaca

Gaza, dan Seruan Kembali pada Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Didawati (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kekejaman yang terus berlangsung di Jalur Gaza semakin menunjukkan wajah asli dari penjajahan yang brutal dan sistematis. Dikutip dari antaranews.com (4/6/2025),pada Rabu, 28 Mei 2025, otoritas militer Israel secara resmi menutup akses warga Palestina ke pusat-pusat distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza. Penutupan ini, meskipun diklaim sebagai upaya renovasi dan reorganisasi, kenyataannya terjadi saat masyarakat Gaza sedang mengalami kelaparan parah dan sangat membutuhkan pasokan makanan. Penutupan ini terjadi tak lama setelah serangan kejam di bundaran Al-Alam, Rafah, yang menyebabkan sedikitnya 27 warga sipil tewas saat menunggu bantuan.

Tragedi ini bahkan berlanjut di hari-hari suci umat Islam. Pada 7 Juni 2025, bertepatan dengan hari kedua Iduladha, serangan udara dan tembakan militer Israel kembali menghantam wilayah selatan Gaza, termasuk Khan Younis dan Rafah. Setidaknya 17 warga Palestina gugur, termasuk satu keluarga, saat berlindung di tenda-tenda pengungsian. Di sekitar pusat distribusi bantuan, lima warga sipil lainnya juga ditembak hingga tewas. Total sejak 27 Mei, sebanyak 115 warga Gaza tewas saat berusaha mendapatkan bantuan kemanusiaan, dan lebih dari 580 lainnya terluka. Serangan udara di hari pertama Iduladha juga merenggut nyawa 33 warga lainnya (beritasatu.com, 7/6/2025).

Diamnya Dunia, Cerminan Matinya Kepemimpinan Islam

Bagi penjajah Zionis Yahudi, tidak ada yang lebih mengancam selain lahirnya generasi Muslim Palestina. Bahkan bayi-bayi merah yang belum tahu apa-apa dianggap musuh hanya karena mereka terlahir sebagai Muslim keturunan Palestina. Israel tidak hanya menumpahkan darah dengan senjata, tetapi juga menjadikan kelaparan sebagai senjata pembunuh massal—memblokade bantuan, membombardir pusat distribusi makanan, dan menjadikan Gaza sebagai neraka dunia yang tak layak huni.

Di hadapan tragedi ini, dunia justru bungkam. Negara-negara besar yang selama ini mengklaim sebagai penjaga hak asasi manusia memilih diam atau sekadar menyalurkan bantuan yang tak seberapa. Sementara para penguasa negeri-negeri Muslim hanya mengeluarkan pernyataan retoris, sebatas mengutuk di mimbar-mimbar internasional tanpa tindakan nyata. Padahal, Al-Qur’an telah mengingatkan umat Islam agar tidak condong kepada orang-orang zalim:

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang -orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka… “(QS.Hud: 113)

Nasionalisme, Sekat yang Melemahkan Umat

Inilah buah dari sistem kapitalisme sekuler yang menumpulkan rasa kemanusiaan. Ketika nilai materi dan kepentingan politik menjadi ukuran, maka darah umat tak lagi bernilai. Nasionalisme picik yang diwariskan Barat telah memecah belah umat Islam, menjauhkan satu sama lain, dan menutup kemungkinan bersatunya kekuatan untuk menolong Palestina. Nasionalisme secara nyata telah menyebabkan para pemimpin negeri Muslim sibuk dengan urusan negara mereka masing-masing.

Kekejaman yang terus berlangsung seolah tidak cukup menyentuh hati para pemimpin negeri-negeri Muslim. Padahal umat telah menyerukan jihad. Namun jihad bukan sekadar seruan individu—ia adalah keputusan politik negara. Sayangnya, negara-negara yang ada hari ini tak akan pernah menyerukannya, karena mereka tunduk pada aturan dan aliansi kapitalis global, bahkan bergandengan dengan penjajah Zionis.

Mengakhiri Penjajahan dengan Sistem Islam Kaffah

Berbagai upaya kemanusiaan seperti donasi, diplomasi, dan kecaman internasional memang menunjukkan kepedulian. Namun semua itu belum mampu menghentikan penjajahan dan pembantaian yang terus berlangsung di Palestina. Fakta ini menunjukkan bahwa penyelesaian yang bersifat parsial tidak cukup untuk mengakhiri kezaliman yang sistemik.

Sejarah mencatat bahwa pembebasan wilayah-wilayah Muslim yang terjajah tidak pernah berhasil tanpa kekuatan politik dan militer yang berpijak pada Islam. Inilah yang menegaskan urgensi tegaknya kembali kepemimpinan Islam yang menerapkan syariat secara menyeluruh (kaffah), yaitu Khilafah. Khilafah bukanlah ide utopis, melainkan sistem pemerintahan nyata yang pernah ada dan telah mewarnai peradaban dunia selama lebih dari 13 abad.

Dalam sistem ini, negara berfungsi sebagai junnah (perisai) umat dan pengatur urusan dunia dengan hukum Allah—termasuk dalam urusan jihad, pembebasan negeri-negeri terjajah, dan penyatuan kekuatan umat. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu junnah (perisai) yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh)

Khalifah, akan memimpin seruan jihad untuk memerangi musuh-musuh Islam. Dengan demikian, hanya Khilafah dan jihad solusi mendasar dan satu-satunya untuk membebaskan Palestina serta negeri-negeri Muslim lainnya yang masih terjajah. Maka, seruan penegakan Khilafah bukan sekadar ajakan politik, tetapi panggilan iman. Sebab hanya dengan sistem Islam yang diterapkan secara kaffah, umat ini akan memiliki kekuatan yang hakiki—kekuatan untuk melindungi, menyatukan, dan membebaskan. Ini bukan semata harapan, tetapi visi besar yang sedang diperjuangkan oleh para pengemban dakwah ideologis di seluruh penjuru dunia.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here