Opini

Film JKDN, Menyingkap Tabir Sejarah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Rati Suharjo (Pegiat Dakwah dan Member AMK)

Kutunggu, kutunggu, kau kutunggu
Kunanti, kunanti, kau kunanti
Oh manisku, sayangku
Telah lama, telah lama, ku menunggu
Telah lama, telah lama, ku menanti
Belum juga kau datang

Penggalan lirik lagu “Kunanti” yang dinyanyikan oleh H.Rhoma Irama tersebut mewakili perasaan kaum muslim yang saat itu sedang menunggu film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara. Untuk menonton film dokumenter tersebut tidak semudah orang menonton di tv, atau bioskop. Sebab jauh-jauh hari penonton harus mendaftarkan diri terlebih dulu.

Bertepatan tahun baru Hijriyah atau 20 Agustus 2020, film JKDN diputar secara perdana. Namun saat berlangsung film tersebut tiba-tiba tidak bisa diakses. YouTube diketahui memblokir tayangan tersebut, dengan tulisan konten ini tidak tersedia di domain negara ini karena ada keluhan hukum dari pemerintah. (Galamedia.com, 21/8/2020)

Padahal film tersebut sedang ditonton oleh 270-an ribu peserta, salah satunya adalah Wakil Sekjen MUI Tengku Zulkarnain. Beliau pun sampai menyesalkan dengan adanya pemblokiran tersebut. Dan mendesak kepada pemerintah untuk menjawab dengan alasan apa, pemerintah melakukan hal tersebut. Adapun pernyataan resminya adalah “Dengan ini saya meminta jawaban resmi dari pak @jokowi sebagai Presiden RI, yai Maruf Amin dan pak @mohmahfud MD. ‘Apa alasan keluhan pemerintah atas video Jejak Khilafah sebagai sejarah? Apakah ada hukum negara yang dilanggar? NKRI negara hukum, tidak boleh sewenang-wenang.”

Adanya pemblokiran tersebut sangat disayangkan, mengingat saat ini masyarakat sedang kebingungan dalam mengartikan arti khilafah. Apalagi generasi milenial, banyak di antara mereka yang belum paham arti khilafah. Sebab sejak mereka lahir yang mereka ketahui adalah sistem demokrasi. Apalagi pemerintah telah merevisi kurikulum pendidikan yang berbau konten khilafah dan jihad.

Padahal kalau melihat film dokumenter JKDN atau Jejak Khilafah di Nusantara seharusnya pemerintah mengambil sikap, mendukung dan menyiarkan ke seluruh masyarakat Indonesia untuk mengapresiasi kreativitas anak bangsa. Sehingga flim JKDN tersebut dapat membuka mata hati mereka.

Apatah lagi, saat ini mereka menuduh bahwa khilafah pemecah belah bangsa, khilafah anti Pancasila, khilafah intoleransi dan yang lebih miris khilafah disamakan dengan ajaran komunis yang harus dibubarkan. Sungguh hal tersebut sangat miris. Seharusnya demokrasi sekuler itu musuh mereka. Tapi nyatanya mereka malah membela atas dasar menjaga NKRI.

Padahal kalau melihat film JKDN yang disutradarai Nicko Pandawa, film dokumenter tersebut menceritakan hubungan antara kekhalifahan Islam dengan kerajaan Nusantara, di masa silam seperti Samudra Pasai. “Film tersebut mengungkap soal Pengiriman ratusan tentara Khilafah Utsmaniyyah dikirim ke Aceh atas titah Sang Amirul Mu’minin, Khalifah Selim II. Merekalah yang membantu Sultan ‘Ala’udddin Ri’ayat Syah al-Qahhar dan segenap rakyat Aceh dalam mengembangkan umat Islam sebagai sebuah kesatuan yang global,” ujar sang sutradara Nicko Pandawa.

Oleh karena itu, dengan adanya pemblokiran tersebut pemerintah telah melakukan penguburan sejarah yang paling dalam. Padahal negara ini mengadopsi kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh hukum. Namun kebebasan tersebut tidak jelas untuk siapa hak tersebut diberikan.

Jika kita merenungi saat ini, yang sedang dirundung pandemi dan resesi, seharusnya membuat sadar pemerintah dan memutar haluan untuk menerapkan syariah. Namun lagi-lagi, pemerintah masih enggan berpaling dari sistem penghianat rakyat. Yaitu demokrasi sekuler kapitalis.

Sistem demokrasi yang membuat pemerintah lebih fokus memikirkan kapitalis dan meninggalkan perhatian pada rakyat. Sistem kapitalis yang membuat wilayah-wilayah melepaskan diri akibat kurang perhatian dan pelayanan dari pemerintah. Jadi yang mengancam NKRI tersebut bukanlah khilafah akan tetapi sistem demokrasi kapitalis tersebut yang tidak adil dalam pelayanan terhadap rakyat. Seperti Timor Leste dan Maluku. Begitu juga dengan Aceh dan Papua mereka terus berjuang untuk memisahkan diri dari NKRI. Hal ini akibat ketidakadilan yang dirasakan oleh mereka.

Dengan adanya film JKDN tersebut kaum muslim akan tersadarkan bahwa khilafah adalah pemersatu umat. Umat Islam yang dulu hanya seputar Mekah dan Madinah wilayah terus meluas bahkan sampai menguasai 2/3 dunia. Mereka satu pemikiran, satu tujuan dan satu perasaan dalam naungan khilafah yang diikat dengan akidah Islam. Kini wilayah kaum muslim terpecah-pecah hingga menjadi puluhan negeri-negeri kecil. Yang siap dicaplok oleh negara-negara penjajah.

Oleh sebab itu, perlu dipahami bahwa pecahnya umat Islam bukan karena khilafah tetapi karena sistem demokrasi sekuler kapitalis. Sebab dalam sistem tersebut segala kebijakan yang diterapkan adalah memihak kepada kapitalis bukan kepada rakyat.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 2

Comment here