Oleh: Hara Fhanira
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Pernyataan Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, yang menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengevakuasi dan menerima 1000 warga Gaza, sontak menjadi sorotan banyak pihak. Alih-alih menjadi solusi kemanusiaan, rencana ini justru dipandang sebagai langkah yang tanpa disadari memuluskan agenda penjajah Zionis yang ingin mengosongkan Gaza dari penduduk aslinya. Latar belakang dan konsekuensi dari langkah ini perlu dipahami lebih dalam, agar umat tidak terjebak pada narasi kemanusiaan semu yang justru berujung pada pelemahan perjuangan rakyat Palestina.
Mengutip pemberitaan Berita Satu dan BBC Indonesia, Prabowo mengungkapkan bahwa Indonesia siap mengirim pesawat untuk mengevakuasi warga Gaza. Namun, harus disadari bahwa rencana ini, betapapun mulianya niat kemanusiaannya, pada akhirnya berpotensi memperkuat tujuan penjajah Zionis. Sejak lama, Zionis Israel bercita-cita mengusir warga Palestina dari tanah air mereka. Dengan adanya evakuasi, maka eksodus rakyat Gaza justru terjadi dengan cara “sah” di mata dunia, mempercepat terwujudnya ambisi Zionis untuk menguasai seluruh wilayah Palestina tanpa perlawanan dari penduduk aslinya.
Padahal, solusi sejati atas penderitaan rakyat Palestina bukanlah evakuasi, melainkan pengusiran penjajah dari tanah yang mereka rampas. Warga Gaza berhak tinggal di tanah mereka, membela diri, dan memperjuangkan hak mereka yang sah. Evakuasi massal justru menjauhkan mereka dari hak tersebut, sekaligus memperkuat cengkeraman penjajah atas tanah Palestina.
Dalam situasi dunia Islam yang semakin menyadari bahwa tidak ada solusi hakiki selain jihad untuk membebaskan Palestina, seruan evakuasi warga Gaza justru berseberangan dengan seruan tersebut. Berbagai upaya diplomasi, resolusi PBB, hingga bantuan kemanusiaan nyatanya tidak pernah mampu menghentikan penjajahan dan genosida yang terus berlangsung.
Saat ini, banyak pihak menyerukan jihad sebagai jalan satu-satunya untuk mengusir penjajah Zionis dari Palestina. Karena itu, langkah evakuasi ini dianggap kontra produktif, bahkan menjadi bentuk kompromi terhadap kezaliman. Seharusnya, negeri-negeri muslim bersatu untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina di tanah mereka sendiri, bukan justru mendorong mereka pergi meninggalkan tanah yang dirampas.
Selain soal Palestina, perlu dicermati pula bahwa tekanan politik dan ekonomi turut berperan dalam mendorong kebijakan ini. Dikutip dari Analisis Republika, langkah evakuasi ini bisa jadi berkaitan dengan tekanan Amerika Serikat terhadap Indonesia, di tengah naiknya tarif impor dari Indonesia oleh AS. Dalam kondisi ketergantungan ekonomi terhadap negara adidaya, posisi Indonesia menjadi lemah dan mudah ditekan untuk mengambil langkah-langkah yang sebenarnya merugikan kedaulatan negara maupun solidaritas dunia Islam. Inilah buah simalakama bagi negeri-negeri muslim yang menggantungkan nasib ekonominya pada negara lain. Ketergantungan tersebut menjadikan mereka sulit bersikap tegas membela Palestina, apalagi sampai mengirimkan bantuan militer untuk jihad di jalan Allah.
Sayangnya juga, nasionalisme sempit dan prinsip non-intervensi dalam urusan luar negeri kini menjadi alasan banyak pemimpin negeri muslim enggan menyambut seruan jihad. Prinsip ini dijadikan tameng untuk menghindar dari kewajiban syar’i membela kaum muslimin yang tertindas. Padahal, Allah telah memerintahkan kaum muslimin untuk saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, termasuk membela saudara seiman yang dizalimi. Menutup mata dengan alasan nasionalisme sama saja dengan mengkhianati amanah sebagai umat terbaik yang seharusnya memimpin dan melindungi dunia dengan keadilan Islam.
Dalam konteks yang lebih luas, masalah Palestina menunjukkan betapa dunia Islam membutuhkan institusi kepemimpinan sejati, yakni Khilafah Islamiyah. Dengan berdirinya Khilafah, negeri-negeri muslim akan bersatu di bawah satu kepemimpinan yang sama dengan menggunakan sistem yang menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Khilafah akan menjadi pelindung umat Islam di seluruh dunia, termasuk membebaskan Palestina dari cengkeraman penjajah. Tanpa Khilafah, negeri-negeri muslim akan terus tercerai-berai, lemah, dan mudah ditekan oleh kekuatan asing seperti yang dapat disaksikan hari ini. Palestina pun akan terus menjadi ladang pembantaian tanpa ada kekuatan besar yang membela dengan sungguh-sungguh.
Untuk mewujudkan terbentuknya kepemimpinan yang satu atas selurus umat Islam di bawah naungan Khilafah, dibutuhkan kepemimpinan partai Islam ideologis yang konsisten berjuang di atas dasar akidah Islam. Partai ini akan menjadi penggerak yang membimbing umat agar tetap berada di jalur perjuangan yang benar, hingga mampu memberikan tekanan besar kepada para penguasa untuk menjalankan tugas sucinya: berjihad dan menegakkan Khilafah.
Oleh karena itu, umat Islam harus terus menolak segala bentuk evakuasi warga Palestina yang justru memperlemah perjuangan. Solusi hakiki untuk Palestina bukanlah dengan mengosongkan Gaza, melainkan dengan mengusir penjajah Zionis melalui jihad. Umat harus menyeru para penguasa muslim untuk mengirimkan tentara ke Palestina, membebaskan Al-Aqsha, dan mengusir penjajah Zionis dari tanah suci. Di saat yang sama, perjuangan untuk menegakkan Khilafah juga harus semakin dikuatkan. Hanya dengan jihad dan tegaknya Khilafah, Palestina benar-benar bisa dibebaskan, dan penjajahan atas umat Islam dapat dihentikan selamanya. []
Views: 0
Comment here