Oleh: Novriyani, M.Pd. (Praktisi Pendidikan)
Wacana-edukasi.com — Sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan UU Ciptaker oleh DPR, sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas melakukan unjuk rasa di beberapa daerah. Hal ini menjadi sorotan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Pasalnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran yang mengimbau mahasiswa agar tidak melakukan demonstrasi atau unjuk rasa.
Tertuang dalam surat edaran Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 perihal Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja. Surat ini diteken oleh Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam pada Jumat (9/10) (detiknews.com 10/10/2020).
Dalam surat edaran tersebut, Kemendikbud juga meminta dosen mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual guna mengkritisi UU Ciptaker. Kemendikbud berharap tidak ada dosen yang memprovokasi agar mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa. Selain itu, Kemendikbud pun meminta perguruan tinggi tetap melaksanakan pembelajaran secara daring dari rumah masing-masing.
Dosen pun diminta tetap mengadakan pembelajaran dan memantau kehadiran mahasiswa saat melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
sehingga wajar bila muncul pernyataan bahwa pemerintah ingin menjauhkan pemuda untuk berpikir kritis terhadap kondisi yang dialami negeri ini. Pemerintah ingin menjauhkan potensi pemuda dalam melakukan perubahan dengan memberikan argumen ataupun opini yang disuarakan.
Unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa tersebut tidak menampakkan ide-ide brilian dalam pertarungan intelektual untuk memperjuangkan hak rakyat. Alih-alih melakukan perang pemikiran, para mahasiswa tampak asyik berswafoto dengan latar demo untuk mengisi feed Instagram, konten Tiktok, maupun status WhatsApp.
Sesuatu yang wajar sebab mahasiswa atau siapa pun yang menginginkan terjadinya perubahan, tidak memiliki arah perjuangan yang jelas. Aksi yang mereka lakukan karena faktor ikut-ikutan tanpa mengerti mengapa mereka harus menolak atau mendukung sebuah gerakan tertentu.
Sehingga, gerakan ini rentan untuk disetir atau diprovokasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan, baik diarahkan pada aktivitas kekerasan atau hal-hal lain yang bisa menjadi legitimasi untuk menjatuhkan palu kesewenang-wenangan.
Dalam Islam, Allah memberikan potensi kepada manusia berupa akal dan fitrah (kebutuhan jasmani dan naluri). Salah satu naluri yang dimiliki manusia adalah naluri untuk mepertahankan diri. Naluri ini akan muncul jika ada rangsangan dari luar contohnya mengancam eksistensinya. Adanya demo mahasiswa merupakan manifestasi dari mempertahankan eksistensi masyarakat dari ancaman UU Omnibus Law.
Oleh karena itu, harus ada aturan yang mengatur naluri tersebut. Salah satunya yaitu naluri mempertahankan diri, harus sesuai dengan aturan Islam. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pemenuhan naluri ini. Salah satunya yaitu pembinaan dan pengkaderan. Pengkaderan bukan hal yang baru di dunia mahasiswa. Proses untuk menumbuhkan pengetahuan organisasi kepada tunas-tunas baru demi keberlangsungan generasi berikutnya dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa, himpunan, hingga unit ekstrakurikuler.
Pembinaan dan pengkaderan yang dimaksud adalah dengan menumbuhkan tsaqofah (pemahaman) serta perasaan Islam.
Hal tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabat selama di Makkah. Dengan pembinaan dan pengkaderan Islam, mahasiswa akan memiliki fondasi yang kokoh yang dijadikan sebagai pemimpin dalam pemikiran, tidak mudah untuk digoda dan disumpal mulutnya dengan jabatan maupun harta dunia.
Wallahu’alam bisawab
Views: 30
Comment here