Opini

Bijak dalam Mengambil Kebijakan

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– AKI atau Accute Kidney Injury desease atau gagal ginjal akut yang sedang ramai membuat masyarakat panik. Berkaca kepada kasus kematian anak karena AKI di Gambia Afrika, WHO menjelaskan bahwa telah terjadi keracunan masal yang menyebabkan AKI ini. Penyebabnya disebutkan karena adanya kontaminasi bahan dasar obat, yakni etilen glikol dan dietilen glikol dalam sediaan sirup yang dibuat oleh perusahaan farmasi di India. BPOM RI telah menjelaskan bahwa perusahaan tersebut tidak ada atau tidak terdaftar di Indonesia dan produknya pun tidak beredar di Indonesia. Adapun WHO telah melarang penggunaan kedua bahan tersebut dalam formulasi sediaan obat oral. (theconversation.com/)

Keracunan kedua bahan ini pernah terjadi sebelumnya di Panama. Sebuah perusahaan bahan baku memproduksi dan menjual etilon glikol yang dalam bea cukai nya saat penerimaan di negara pengimpor tertulis sebagai gliserin. Walhasil perusahaan farmasi di Panama tersebut menggunakannya sebagai bahan pembuatan suspensi. Akhirnya, boom terjadilah keracunan masal yang menyebabkan kematian hingga ratusan jiwa.

Jika kita bicara soal tekstur kedua bahan tersebut (etilen glikol dan dietilen glikol) mirip dengan bahan obat yakni gliserin yang memang digunakan dalam formulasi sediaan obat oral. Penggunaan etilen glikol dan di etilen glikol secara oral memang dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, karena kedua bahan tersebut toksik untuk organ ginjal bukan hanya anak namun juga pada orang dewasa. Keracunan etilen glikol pada ginjal terjadi pada 24-72 jam setelah menelan. Keracunan dikarenakan efek langsung dari asam glikolat yang bersifat sitotoksik. Etilen glikol dalam tubuh dengan bantuan enzim alkohol dehydrogenase sebagai katalisator di metabolisme menjadi glikoaldehida. Glikoaldehida ini kemudian diubah menjadi asam glikolat didalam tubuh dan dimetabolisme menjadi asam oksalat. Asam oksalat akan berikatan langsung dengan kalsium membentuk kristal kalsium oksalat dan terdeposit pada organ yang dapat menyebabkan kerusakan organ seperti otak, jantung, ginjal, dan paru-paru. Akumulasi kalsium oksalat pada ginjal menyebabkan kerusakan ginjal yang mengakibatkan oliguria dan anuria serta kegagalan ginjal akut karena sifatnya yang nefrotoksik (Brent, 2001; Anggraeni, 2013).

Kasus AKI yang terjadi di Indonesia, pas bebarengan dengan kasus di Gambia ini, patut ditelaah terlebih dahulu sebelum memberikan pernyataan yang membuat publik khawatir dan panik. Karena jika AKI yang terjadi di Indonesia akibat sediaan obat sirup, seharusnya sudah terjadi sejak lama, karena BPOM telah menjelaskan tidak ada perubahan formulasi sediaan. Jika pun kemudian ditemukan adanya kontaminan, maka perlu dilakukan investigasi lebih jauh terkait penyebab utama. Jika pun karena kontaminan maka seharusnya terjadi sejak lama dan pada semua yang mengkonsumsinya.

Penghentian penggunaan sirup sementara sebetulnya baik untuk melindungi masyarakat, namun keputusan ini hendaknya dengan tidak membuat masyarakat panik dan ketakutan. Toh BPOM juga sedang melakukan penyelidikan. Seyogianya pemerintah bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan, karena ada pasien yang membutuhkan terapi yang tidak tersedia dalam bentuk padat. Seharusnya klarifikasi dari setiap industri farmasi menjadi bahan pertimbangan dalam membuat keputusan pemberhentian penggunaan sementara obat sirup oral. Demi mengingat urgensi terapi oleh beberapa pasien.

Jika pun kemudian ada ditemukan kontaminan dalam sediaan sirup maka BPOM dan perusahaan terkait melakukan penarikan obat seluruh batch obat terkait. Ini juga sebetulnya perlu diperhatikan terkait pengawasan obat-obatan supaya tidak sampai ada orang menyimpan obat di rumah apalagi warung, karena BPOM hanya melakukan penarikan pada tempat resmi seperti PBF, Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Toko Obat, Minimarket.

Kurang bijaksana dalam mengambil keputusan dan kebijakan akan merugikan banyak pihak. Jabatan adalah amanah, yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Jika bicara soal ilmiah, maka seharusnya ada bukti ilmiah, tidak lalu memberikan pernyataan tanpa bukti ilmiah. Harus ada pers untuk menyatakan hasilnya secara details.

Penyalahgunaan kekuasaan seringkali terjadi di sistem kapitalis. Kekuasaan dijadikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan mendukung kelompoknya, meski merugikan orang lain. Ketakutan akan hilangnya tenaritas di masyarakat membuat kapitalistik menggunakan kekuasaan dan kewenangan mereka untuk melindungi tenaritas dan memenuhi tujuan mereka. Itulah negeri kapitalis, yang mendewakan materi, semua tujuan tertuntaskan dengan materi. Ibarat kiasan, tanda tangan satu orang membungkam semua fatwa. Hasilnya masyarakat yang dirugikan lagi.

Kita akan mencoba analisa kedepan, setelah kasus ini maka akan ada trauma diantara masyarakat terkait sediaan obat bentuk sirup/suspensi/elixir/emulsi. Seharusnya tidak dilakukan himbauan ataupun pernyataan yang membuat masyarakat menjadi panik, khawatir dan takut yang kemudian timbul trauma. Karena masyarakat pasti akan bertanya kenapa? Dan setelah mereka tahu, di kemudian hari dimana himbauan sementara ini dihilangkan maka masyarakat akan ber asumsi bahwa obat oral dalam bentuk cair ini berbahaya bisa menyebabkan kerusakan ginjal dan kematian. Padahal semua obat dan makanan di filtrasi di glomerulus ginjal, namun tidak semua menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Tidak mudah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang trauma. Kita ketahui bersama, masyarakat tidak semuanya mendapatkan pendidikan yang sama karena sistem kapitalis tidak menjamin pendidikan yang sama untuk semua warganya. Begitu pun kesehatan tidak diajmin, kesehatan sangat mahal di negara yang menerapkan sistem kapitalis. Bahkan candaan yang bergulir dimasyarakat bahwa rakyat miskin dilarang sakit.

Sejatinya setiap profesi sudah ada tupoksi dan kemampuannya masing-masing. Contoh, pendidikan kefarmasian atau tentang obat-obatan hanya didapatkan mereka yang belajar di institusi kefarmasian yang belajar dan menguasai semua tentang obat-obatan dari awal belum jadi obat hingga berubah jadi bentuk lain. Seharusnya edukasi atau pemberian obat dilakukan oleh ahli tersebut (farmasi).Contoh lainnya diagnosa, merupakan ilmunya kedokteran maka yang berhak melakukan diagnosa adalah dokter.

Kesalahan penggunaan wewenang sebenarnya tidak akan terjadi jika sistem yang digunakan adalah Islam bukan kapitalis yang berpegang kepada kebebasan. Di dalam Islam, menggunakan kewenangan diluar kemampuan/keilmuan maka pasti akan mendapatkan sanksi karena membahayakan umat.

Dalam bidang kesehatan, Islam menjamin kesehatan setiap rakyatnya, gratisss!!! Jadi, tenaga kesehatan tidak akan sampai melakukan tindakan diluar keahliannya demi cuan, karena cuan didapatkan dari negara tanpa dzalim. Kenapa bisa gratis?? karena semua pembiayaan dan gaji tenaganya dari Baitul Mal, hartanya dari kekayaan negara. Seperti minerba itu punya negara dikelola negara, hasilnya untuk rakyat.

Oleh : Apt. Syiria Sholikhah, S.Farm

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 8

Comment here