Oleh: Meilina Tri Jayanti
(MIM_Muslimah Indramayu Menulis)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Berselancar di media sosial di sela-sela waktu istirahat, sedikit bisa merelaksasi tubuh setelah sebelumnya menerjang panasnya sinar matahari di tengah hari bulan Ramadan. Ada yang menarik perhatian, sebuah acara yang bertajuk lomba Qiroat Al-Qur’an dengan menampilkan para hafidz/hafidzah yang berasal dari berbagai negara. Mereka berusaha seoptimal mungkin untuk menampilkan yang terbaik.
Satu hal yang sangat membekas di benak penulis, yaitu komentar juri yang merupakan ulama asal Swedia. Beliau mengomentari peserta asal Indonesia, yang awalnya saya menduga peserta tersebut akan mendapat penilaian yang sangat baik dari sang juri. Karena menurut si fakir ini, dari sisi tartila bacaan dan iramanya bagus sampai mendayu-dayu.
Namun ternyata isi komentar sang juri sangat menampar. Ini yang beliau sampaikan: “Al-Qur’an bukan nyanyian, dan pembagusan suara yang diminta oleh syariat sebagaimana dalam hadis: “Hiasi Al-Qur’an dengan suara kalian,” maksudnya adalah agar hati mendengarkan Al-Qur’an, agar perhatian pada makna-makna yang Allah inginkan, maka kemudian menaati Allah, bukan menjadikan Al-Qur’an menjadi alat nyanyian.”
Sejenak si fakir merenung, memang benar ketika bulan Ramadan hadir, maka beberapa stasiun televisi nasional turut menghadirkan pula acara bertajuk Tahfidz atau Qiroat Al-Qur’an. Tujuannya adalah untuk menyemarakan bulan turunnya Al-Qur’an. Mereka mempersembahkan banyaknya jumlah juz Al-Qur’an yang berhasil dihafalkan kepada khalayak. Dibarengi dengan cara membacanya yang tartil dan lantunan suara yang indah.
Al-Qur’an diposisikan hanya sebatas ajang perlombaan, tak lebih dari itu. Seharusnya umat muslim mampu memanfaatkan akal untuk mendapatkan makna bahwa Al-Qur’an dijadikan mukjizat bagi Rasulullah Muhammad SAW, sebagai petunjuk hidup bagi manusia agar selamat sampai alam akhirat. Ibarat seseorang yang hendak menjelajah hutan, maka ia mutlak membutuhkan peta. Inilah makna Al-Qur’an khususnya bagi seorang muslim.
Dalam Al-Qur’anul Kariim surat Al-Baqarah ayat 185 Allah berfirman: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).”
Seyogianya, fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk, tidak boleh terdegradasi dan terkaburkan dengan banyaknya perlombaan membaca Al-Quran. Karena tujuan awal dari diturunkannya Al-Qur’an adalah agar manusia memahami kandungan isinya, kemudian bisa diterapkan dalam keseharian. Sehingga Al-Qur’an membawa pengaruh besar dalam pembentukan patron hidup manusia.
Meskipun demikian, baru membaca saja, pahalanya sudah besar sekali. Apalagi dibaca dengan indah dan tartil. Tapi, jangan sampai mencukupkan diri atau berhenti sampai membaca saja. Karena bukan itu yang menjadi tujuan utama dari diturunkannya Al-Qur’an.
Oleh karena itu selagi Ramadan masih menyapa, baiknya kita menyibukkan diri dengan Al-Qur’an. Tak hanya rajin membaca, tapi juga dibarengi dengan men-tadabburi dan mencoba untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan niat yang ikhlas karena Allah, berharap Allah memberi hidayah, sehingga hati menjadi cenderung kepada Allah dan berupaya sekuat yang kita mampu untuk menjadi pribadi yang bertakwa, sebagaimana yang Allah kehendaki dari seorang muslim di bulan mulia ini.
Wallahu a’lam bi ash-shawab
Views: 29
Comment here