Opini

Aktivitas Pengajian Dipersoalkan, Ada Apa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Erdiya Indrarini (Pemerhati Kebijakan Publik)

wacana-edukasi.com, OPINI– Masih ingatkah ketika pemimpin partai PDIP menistakan ajaran Islam awal 2017 lalu ? Kala itu ia menyebut orang yang percaya adanya akhirat dengan sebutan peramal masa depan. Kini ia menganggap ibu-ibu yang suka menghadiri pengajian berisiko menelantarkan anak dan keluarga.

Dilansir dari SINDOnews.com (18/2/2023), Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi sorotan publik. Ia menanyakan, mau sampai kapan ibu-ibu akan menghadiri pengajian-pengajian? Anaknya mau diapakan? Ia mengaku tak bermaksud melarang, namun berharap agar ibu-ibu tetap mengutamakan keluarga khususnya dalam mengurus anak. Pernyataan itu disampaikan saat Kick Off Pancasila dalam Tindakan ‘Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting’ yang digelar BKKBN Kamis (16/2) lalu. Ia lantas meminta Menteri Sosial Tri Rismaharini yang hadir kala itu agar membuatkan manajemen rumah tangga.

Pernyataan Megawati itu mengundang kecaman berbagai kalangan. Di antaranya dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis. Ia mengatakan, “Soal tak senang ngaji tak apalah, tapi tak usah usil dengan ibu-ibu yang rajin ngaji sampai kapan pun.” Ia pun menulis pada akun Twitter-nya bahwa tak ada ceritanya ibu-ibu rajin mengaji itu jadi bodoh dan tidak kreatif. Mengaji itu melatih hati dan mengkaji melatih pikir.

Pengajian Sarana Memperluas Wawasan

Pengajian adalah salah satu cara mencari ilmu secara mandiri untuk memperluas wawasan, baik tentang ibadah, akhlak, parenting, muamalah, ekonomi, dan sebagainya. Aktivitas itu didorong karena hukum memperdalam ilmu agama adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan maupun diwakilkan. Rasulullah saw. bersabda :

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Selain itu, mendatangi pengajian adalah upaya mencerdaskan diri. Selain agar bisa menjadi istri yang baik bagi suami, mampu memanage rumah tangga dengan baik dan benar, juga supaya mampu menjadi ibu sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya, Harapannya agar kelak anaknya menjadi pribadi yang berkarakter tangguh, berkualitas dan berakhlak mulia.

Dengan sering menghadiri pengajian, kaum ibu akan mengetahui hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, juga mengetahui konsekuensi setiap perbuatan. Sehingga, menghadiri pengajian sangat bermanfaat bagi kehidupan dunianya, juga keselamatan akhiratnya. Begitu pentingnya ilmu agama dan mendatangi majelis ilmu hingga Allah berpesan kepada Rasulullah saw., jika ingin meminta sesuatu, maka mintalah tambahan ilmu. Sebagaimana dalam firman-Nya :

“… dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (Qs. Thaaha : 114)

Karena itu, gelar yang mengular dan jabatan tinggi hanya akan menghinakan jika tak paham agama. Mengaku muslim harusnya memiliki jati diri dan kepribadian Islam. Yaitu berpola pikir maupun berperilaku, berdasarkan syariat Islam.

Nasib Pengajian Dalam Sistem Demokrasi

Hidup dalam sistem demokrasi memang tak mudah. Karena, sistem demokrasi merupakan anak kandung dari ideologi kapitalisme buatan penjajah, Barat. Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan mengaku berideologi Pancasila, namun sejatinya menerapkan ideologi kapitalisme.

Dalam ideologi ini, segalanya ditimbang berdasarkan kapital atau keuntungan materi. Tak heran segala kebijakan akan di kapitalisasi. Seperti bidang pendidikan maupun kesehatan yang harusnya digratiskan, malah dijadikan ladang bisnis. Inilah bukti bahwa negara abai terhadap tanggung jawabnya mencerdaskan generasi bangsa termasuk para ibu dan calon ibu. Mirisnya, kaum wanita malah digiring keluar rumah agar bekerja bersaing dengan laki-laki atas nama kesetaraan gender dan emansipasi. Jadi, segala yang dianggap tidak menguntungkan secara materi, dianggap aktivitas yang sia-sia, termasuk kegiatan pengajian.

Di samping itu, ideologi kapitalisme yang mewajibkan menggunakan sistem demokrasi, juga mengharuskan adanya paham sekularisme, yaitu upaya pemisahan agama (syariat Islam) dari seluruh aspek kehidupan. Ber-Islam boleh, namun hanya dalam urusan privat saja seperti dalam ibadah-ibadah mahdhah, pernikahan, dan talak. Sedangkan dalam urusan ekonomi, sosial, politik, maupun budaya, jangan bawa-bawa agama. Itulah sekularisme yang merupakan slogan ideologi kapitalisme.

Ide sekularisme ini karena Barat paham betul, Islam bukan sekadar agama spiritual, namun juga sistem kehidupan alias ideologi. Maka jika kaum muslimin dibebaskan mengaji dan memperdalam agamanya secara kafah, mereka akan memiliki kesadaran dan melakukan kebangkitan dengan menerapkan syariat Islam di setiap aspek kehidupan, baik dalam individu, bermasyarakat, maupun dalam pemerintahan bernegara.

Jika sudah begitu, maka Barat sebagai negara penjajah tak lagi bisa, menjarah Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Hal itu karena sistem Islam mengharamkan SDA di privatisasi, baik oleh individu, swasta, apalagi oleh asing dan aseng. Semua itu merupakan ancaman bagi Barat. Maka tak heran jika di negeri yang mayoritas muslim sekalipun, rakyat kerap kali mendapat gangguan bahkan ancaman dalam mendakwakan syariat Islam. Para penguasa yang menjadi kaki tangan penjajah itu tak sungkan memenjarakan para ulama, maupun membubarkan pengajian.

Tak hanya itu, dalam kurikulum pendidikan bahkan agama hanya diberi ruang 2 jam saja dalam seminggu. Itu pun ada mata pelajaran yang dihilangkan dari kurikulum, seperti tentang jihad maupun sejarah khilafah. Ketika ada yang mempelajarinya, maka akan diberi stigma negatif, seperti radikal, teroris, atau ekstremis. Mirisnya, dua jam dalam seminggu itu sudah diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum.

Akibatnya, dengan metode pendidikan seperti itu banyak terlahir generasi yang amoral, materialistis, suka tawuran, seks bebas, bermental rapuh, juga tidak paham tujuan hidup. Begitulah posisi Islam dan kaum muslimin di bawah naungan sistem demokrasi yang merupakan anak kandung dari ideologi kapitalisme.

Kedudukan Pengajian Dalam Sistem Islam

Berbeda ketika negara menerapkan sistem pemerintahan Islam. Dalam sistem ini, mempelajari Islam secara kafah menjadi program pemerintah dalam rangka membina kepribadian setiap individu rakyat, baik melalui kurikulum pendidikan, maupun lewat kebijakan. Negara akan menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Tujuannya agar terbentuk generasi yang berkepribadian Islam. Yakni, pola pikir dan bersikap berlandaskan syariat Islam.

Dalam kitab Sistem Pendidikan Dasar Daulah Islam menjelaskan, bahwa salah satu mata pelajaran dalam kurikulumnya adalah kerumahtanggaan. Mata pelajaran ini akan mempersiapkan perempuan menjadi ibu yang bertanggung jawab. Selain itu, Negara juga akan mendukung para ulama untuk memberi pengajian di serambi-serambi masjid. Sehingga, siapa pun bisa menambah pengetahuan Islamnya dengan menghadiri pengajian tersebut.

Maka tak dimungkiri, negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam akan melahirkan generasi-generasi yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, taraf berpikirnya tinggi, serta memiliki kesadaran politik Islam yang kuat. Generasi seperti inilah yang diharapkan menjadi pemimpin di masa depan.

Demikianlah gambaran pengajian dalam negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam. Bertolak belakang dengan sistem saat ini, aktivitas pengajian berusaha dikerdilkan, dipersoalkan, bahkan dianggap ancaman. Karena itu, akankah mempertahankan sistem rusak kapitalisme-demokrasi yang berasal dari penjajah ini? Maka, mari kaum muslimin semakin gelorakan semangat pengajian, dan mengkaji Islam secara kafah!

Wallahua’lam bishshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 22

Comment here