Opini

Judol Menjerat Penerus Generasi

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sariyulia (Guru)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) judi adalah permainan yang melibatkan taruhan berupa uang atau barang berharga pada suatu kejadian yang hasilnya bergantung pada faktor keberuntungan semata, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari pihak lain. Aktivitas ini umumnya bertentangan dengan nilai sosial, moral, agama, dan hukum di banyak tempat, termasuk di Indonesia. Tetapi di era digital ini, kita sering menemui tawaran judi online (judol) yang dikemas dengan tampilan iklan menarik atau game online yang sering dimunculkan pada berbagai platform di media sosial.

Kemudahan judol ini bahkan didukung dengan adanya berbagai platform pinjaman secara online (pinjol). Di mana para pelaku judol bisa mendapatkan sokongan modal hanya dengan melampirkan foto kartu identitas diri seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk) saja tanpa syarat lain. Bahkan terdapat juga beberapa platform pinjol illegal yang mengklaim bisa mencairkan dana tanpa perlu mengunggah kartu identitas diri, yaitu dengan menggunakan metode verifikasi alternatif, seperti selfie dan akses ke kontak juga lokasi peminjam, sehingga peminjam tetap bisa mengakses dana kilat tanpa verifikasi BI checking. Namun ada beberapa resiko dan kekurangan pinjol tanpa KTP, seperti penetapan bunga yang tinggi dan biaya tersembunyi yang memperbesar nilai cicilan. Selain itu para peminjam beresiko mengalami penagihan agresif dan intimidatif akibat penyalahgunaan data pribadi tanpa perlindungan hukum.

Kini konten judi online telah merambah situs-situs pendidikan dan game online, yang menyebabkan rentannya pelajar ikut terpapar. Salah satu temuan kasus judol tersebut dialami oleh seorang siswa kelas 2 SMK di wilayah Kabupaten Bogor. Ia mengaku pertama kali mengenal aplikasi judol tersebut dari teman sebangkunya semasa di sekolah kala itu. Satu kemenangan besar yang pernah ia raih telah menjebaknya hingga ia rela mengeluarkan modal yang justru jauh lebih besar untuk mengisi deposit judol. Bahkan akibat keranjingan judol, ia sempat menjual sepeda dan monitor komputer miliknya juga tabung gas 3 kg milik orangtuanya. Setelah setahun terjebak ekosistem judol, akhirnya ia tersadar dan bertekad untuk berhenti karena ia ingin lulus dari bangku sekolah menengah (tirto.id, 29 Oktober 2025).

Kasus lainnya terungkap karena adanya laporan dari pihak sekolah bahwa seorang siswa SMP di Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang membolos sekolah selama satu bulan karena kecanduan judol dan memiliki hutang pinjol senilai 4 juta rupiah. Setelah diusut, ternyata siswa tersebut merasa malu karena tidak bisa membayar utangnya kepada teman-temannya, di mana uang hasil pinjamannya itu telah digunakan untuk membayar pinjol.

My Esti Wijayanti, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, menilai munculnya kasus-kasus ini disebabkan oleh kekeliruan dalam cara kita mendidik dan membimbing generasi muda. Sekolah hari ini masih sibuk menyiapkan anak untuk ujian, sehingga lupa menyiapkan anak untuk bertahan di dunia digital yang penuh jebakan algoritma dan komersialisasi perilaku. Kata Esti, keterlibatan anak-anak dalam praktik judi online tidak bisa dianggap sebagai kegagalan moral individu semata, tetapi merupakan konsekuensi dari sistem pendidikan yang belum adaptif terhadap krisis literasi di tengah derasnya arus digitalisasi (nasional.kompas.com, 29 Oktober 2025).

Fakta-fakta di atas menunjukkan besarnya celah pengawasan orangtua dan sekolah dalam mendidik dan menjaga para generasi muda dari judol dan pinjol yang sering kali membentuk lingkaran setan. Lemahnya peran negara juga menjadi sebab utama dalam kasus ini, di mana seharusnya negara mampu untuk menutup dan memberantas situs-situs judol. Selain itu, pendidikan karakter dan literasi digital pun belum mampu menjadi solusi kasus dari lingkaran setan ini.

Sistem kapitalisme menempatkan negara sebagai regulator yang justru semakin memudahkan warganya dalam mengakses judol dan pinjol karena memandang keuntungan yang bersifat materi sebagai tolok ukur utama tanpa memperhatikan halal atau pun haram. Padahal sudah jelas bahwa judi itu perbuatan setan yang haram untuk dilakukan, sebagaimana firman Allah SWT. pada surat Al-Maidah ayat 90, yaitu :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Dan ditegaskan pada ayat berikutnya, QS. Al-Maidah ayat 91, yaitu :
اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
Artinya : “Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”

Semua hal ini tentu berkebalikan jika negara memakai aturan Islam. Negara yang berlandaskan Islam akan berusaha untuk mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya termasuk dalam penetapan hukum mengenai judi. Semua situs judol dan pinjol akan dihapuskan, para pelaku kelas teri hingga kelas kakap akan mendapatkan hukuman setimpal yang dapat memberikan efek jera sehingga tidak ada lagi calon pelaku judol mau pun pinjol berikutnya. Para penerus generasi akan dibekali Pendidikan Islam berlandaskan akidah sehingga pelajar punya arah dalam bertindak sesuai perilaku dan teladan Rasulullah SAW. Dengan ikut berperannya negara dalam membentuk generasi yang shalih dan berkepribadian Islam, juga diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh, tentu tidak akan ada lagi kasus judol pinjol yang menjerat semua kalangan.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here