Opini

Darurat KDRT dan Kekerasan Remaja

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nurma (Pegiat Literasi)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Peristiwa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia telah menunjukkan tren peningkatan yang sangat mengkhawatirkan. Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) mencatat, dari Januari hingga awal September 2025, terjadi lonjakan yang begitu signifikan. Pada Januari tercatat 1.146 perkara, meningkat bertahap hingga mencapai 1.395 perkara pada bulan Juli, angka tertinggi sepanjang tahun ini. Meski sempat menurun di Agustus, tetap saja ratusan kasus baru muncul setiap bulannya. (Goodstats, 14/09/2025)

Tak hanya di lingkungan rumah tangga, kekerasan juga merambah dunia pendidikan. Kasus tragis menimpa seorang pelajar SMP di Grobogan yang meninggal akibat dikeroyok teman sekolahnya. Ironisnya, pihak sekolah mengaku tidak mengetahui kejadian tersebut karena berlangsung saat jam istirahat (Beritasatu, 15/10/2025).

Dua peristiwa ini menggambarkan betapa rapuhnya kondisi sosial masyarakat saat ini. Kekerasan bukan lagi hal yang mengejutkan, tapi sudah menjadi berita rutin. Baik dalam lingkup keluarga, sekolah, hingga ruang publik, manusia seakan kehilangan empati dan kendali atas amarahnya.

Akar Masalah dalam Sistem Sekuler-Kapitalis

Fenomena meningkatnya kekerasan, baik dalam rumah tangga maupun di kalangan remaja, tak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang tengah diterapkan, yakni sistem sekuler-kapitalis. Sistem ini menyingkirkan nilai-nilai agama dari kehidupan, menjadikan manusia bebas bertindak berdasarkan hawa nafsunya, tanpa batasan halal dan haram.

Dalam sistem sekuler, keluarga tidak lagi dibangun di atas landasan ibadah dan ketundukan kepada Allah, melainkan hanya sekadar ikatan emosional dan materi. Suami istri tak memahami peran dan tanggung jawab masing-masing sebagaimana diatur dalam syariat. Ketika ego dan keinginan pribadi lebih dominan, maka muncullah konflik yang berujung pada kekerasan.

Begitu pula di kalangan para remaja, dengan diterapkannya pendidikan sekuler yang mereka dapatkan lebih menekankan aspek akademik dan keterampilan teknis, namun mengabaikan pembentukan akhlak dan ketakwaan. Sehingga mengakibatkan remaja tumbuh dalam lingkungan yang keras, individualistik, dan miskin kasih sayang. Media sosial, tontonan kekerasan, dan budaya permisif hanya semakin memperburuk kondisi ini.

Sistem kapitalisme bahkan juga turut serta dalam melanggengkan kekerasan struktural. Kemiskinan, tekanan ekonomi, dan stres sosial akibat biaya hidup tinggi membuat banyak kepala keluarga kehilangan kesabaran. Tak sedikit yang melampiaskan frustrasinya kepada istri atau anak-anak. Negara pun seolah abai, sibuk mengejar pertumbuhan ekonomi, namun gagal menegakkan sistem sosial yang melindungi rakyatnya dari kehancuran moral.

Padahal, dalam pandangan Islam, kekerasan dalam bentuk apa pun, baik fisik maupun verbal, adalah bentuk kezaliman. Rasulullah SAW. bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya dizalimi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun tanpa sistem yang menegakkan aturan Islam secara menyeluruh, nilai-nilai ini hanya menjadi teori tanpa praktik nyata dalam kehidupan masyarakat.

Solusi Islam dalam Naungan Khilafah Islamiyyah

 

Islam memiliki sistem yang menyeluruh untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan di masyarakat. Dalam naungan Khilafah Islamiyyah, setiap individu dibina agar memiliki kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah), yang berlandaskan akidah dan diikat dengan hukum syariat. Pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tapi juga menanamkan rasa takut kepada Allah dan tanggung jawab moral terhadap sesama.

Dalam sistem pemerintahan Islam, keluarga menjadi unit terkecil yang dijaga dan diperkuat. Negara memastikan para suami memahami perannya sebagai qawwam (pemimpin keluarga), yang wajib melindungi dan menafkahi istri serta anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, bukan kekuasaan. Rasulullah SAW. mencontohkan bagaimana beliau memperlakukan istrinya dengan kelembutan, tidak pernah memukul, apalagi mencaci.

Negara juga menyediakan sistem pendidikan dan lingkungan sosial yang bersih dari kekerasan dan pornografi. Media massa dan konten publik dikontrol agar tidak menyebarkan ide-ide destruktif yang merusak moral generasi muda. Jika terjadi kekerasan, negara menegakkan hukum dengan tegas berdasarkan syariat Islam, tanpa pandang bulu.

Dalam ranah remaja, Khilafah memiliki kurikulum pendidikan berbasis akidah guna menumbuhkan rasa tanggung jawab, empati, dan kesadaran bahwa hidup adalah amanah dari Allah. Para guru diposisikan sebagai pendidik akhlak, bukan hanya sekadar pengajar ilmu. Lingkungan sekolah pun menjadi tempat pembinaan karakter Islami, bukan ajang perundungan dan kompetisi tidak yang sehat.

Sementara dalam urusan rumah tangga, syariat Islam memiliki mekanisme penyelesaian konflik yang adil dan manusiawi. Jika terjadi perselisihan, dihadirkan hakam (penengah) dari kedua belah pihak untuk mencari solusi damai. Negara juga memiliki lembaga hisbah dan peradilan syariah yang siap menangani kasus kekerasan dengan pendekatan hukum dan edukasi yang menenteramkan, bukan sekadar represif.

Maraknya KDRT dan kekerasan remaja adalah alarm keras bahwa masyarakat sedang sakit secara sistemik. Upaya penegakan hukum tanpa perubahan sistem hanyalah solusi tambal sulam. Sebab akar masalahnya terletak pada sistem sekuler-kapitalis yang menyingkirkan peran Allah dari kehidupan manusia.

Sudah saatnya umat Islam kembali kepada sistem hidup yang sempurna, yaitu Islam kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiyyah. Hanya dengan penerapan syariat secara total, manusia akan hidup dalam ketenteraman, keluarga akan kokoh dalam kasih sayang, dan generasi muda akan tumbuh sebagai pribadi yang bertakwa dan berakhlak mulia.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here