Oleh Indri Nur Adha (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, OPINI--Ke mana lagi kita cari sosok seperti Shalahuddin dan Muhammad Al-Fatih? Generasi muda yang mengharumkan negeri. Berbeda jauh dengan pemuda hari ini,Ingin menutup mata dan mengasihani.
Realitas negeri ini tengah mengalami krisis generasi. Mengapa tidak? Publik dibuat terkejut oleh dugaan kecurangan dalam proses UTBK SNBT 2025. Menanggapi hal ini, panitia SNPMB menyayangkan tindakan tersebut karena melanggar prinsip kejujuran dan keadilan seleksi. Mereka menegaskan bahwa soal yang tersebar di media sosial bukanlah bocoran, melainkan hasil rekaman peserta curang, serta memastikan setiap sesi ujian memiliki soal berbeda. Mereka juga tengah menyelidiki kasus ini lebih lanjut melalui analisis CCTV, log sistem, serta pemanggilan pihak-pihak terkait sebagai upaya pencegahan dan penindakan kecurangan (beritasatu.com, 25/04/2025).
Pada Kamis, 24 April 2025, panitia mencatat lima kasus kecurangan UTBK dari total 196.328 peserta sesi 1 hingga 4, atau sekitar 0,0071%. Ketua SNPMB, Prof. Eduart Wolok, menegaskan bahwa meskipun jumlahnya kecil, pelanggaran sekecil apa pun tidak akan ditoleransi karena merusak nilai kejujuran dalam seleksi nasional. Hal ini disampaikan saat konferensi pers melalui YouTube SNPMB BPP saat melakukakn siaran langsung pada Jum’at 25 April 2025.
Prof. Eduart menjelaskan bahwa peserta menggunakan berbagai metode curang, mulai dari perekaman soal dengan kamera tersembunyi di behel, kuku, kancing, hingga ponsel yang disembunyikan di sepatu atau tubuh. Ada juga yang mempergunakan perangkat lunak, seperti remote desktop yang bisa dikerjakan orang lain dari jarak jauh. Keterbatasan alat deteksi di beberapa pusat UTBK, ia akui menjadi celah yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu.
Penyelidikan lebih lanjut terhadap kasus-kasus ini sedang dilakukan untuk mengetahui kemungkinan keterlibatan pihak luar, dan nama-nama peserta yang terbukti curang akan didiskualifikasi dari semua jalur masuk PTN. Jika ditemukan bahwa kecurangan dilakukan secara sistematis dan dengan bantuan teknologi, panitia membuka kemungkinan untuk membawa kasus tersebut ke ranah hukum pidana. Prof. Eduart menegaskan bahwa SNPMB tidak akan memberikan toleransi terhadap segala bentuk kecurangan, baik dari peserta maupun pihak yang terlibat (kompas.com, 25/04/2025).
Teknologi salah dimanfaatkan jika tujuannya untuk mengakali tes masuk perguruan tinggi, kejadian ini jelas menggambarkan buruknya akhlak calon mahasiswa. Hal ini juga mengukuhkan gagalnya sistem pendidikan dalam mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan memiliki keterampilan. Pendidikan saat ini hanya bertujuan untuk memperoleh karier yang bagus di masa depan. Orientasinya adalah materi atau uang, sehingga apa pun akan dilakukan demi mencapai tujuan tersebut, meskipun harus menempuh jalan kecurangan. Ini membuat fungsi pendidikan menjadi hilang, dan banyak generasi bergelar tinggi tetapi memiliki akhlak nol besar. Bahkan, kemunduran perilaku ini dapat kita lihat sejak di bangku sekolah.
Hal ini dikuatkan oleh survei KPK yang memperlihatkan bahwa banyak siswa SMA dan mahasiswa menyontek. Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 dari KPK menunjukkan bahwa praktik menyontek dan plagiarisme masih meluas di dunia pendidikan Indonesia. Dari 449 ribu responden di 36.888 sekolah dan kampus, ditemukan bahwa 78% sekolah dan 98% perguruan tinggi masih bermasalah dengan kecurangan akademik. Bahkan, 43% mahasiswa dan 6% siswa sekolah mengakui adanya plagiarisme. KPK menegaskan bahwa temuan ini adalah sinyal kuat bahwa sistem pendidikan perlu pembenahan untuk memperkuat integritas dan karakter peserta didik (melintas.id, 27/04/2025).
Semua ini menunjukkan bahwa hasil-lah yang menjadi orientasi, tanpa peduli halal dan haram. Ini adalah buah dari sistem hidup saat ini yang berlandaskan kapitalisme, yang menjadikan ukuran keberhasilan atau kebahagiaan hanya pada hasil atau materi. Kebahagiaan dianggap tercapai saat berhasil masuk sekolah favorit atau universitas unggulan, walaupun dengan cara melanggar syariat. Tujuan pendidikan hanya untuk mendapatkan gelar semata, mengabaikan pembentukan karakter dan keterampilan pada generasi.
Dalam sistem kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan, generasi dibentuk untuk mengejar keuntungan semata. Keterampilan yang diajarkan pun bukan lagi menjadi tujuan utama. Alhasil, dari sistem pendidikan seperti ini, terbentuklah karakter yang tidak memedulikan halal dan haram dalam standar agama. Maka, lahirlah generasi yang lemah, terbelakang, dan tidak unggul di bidangnya. Hal ini berbanding terbalik dengan generasi yang dibentuk oleh sistem Islam.
Islam menjadikan keridaan Allah sebagai ukuran kebahagiaan. Negara Islam akan menjaga agar setiap individu senantiasa terikat dengan aturan Allah. Standar perilakunya adalah perintah dan larangan Allah semata, sehingga akan meminimalkan segala bentuk kecurangan dalam memperoleh jenjang pendidikan. Sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam akan mencetak generasi unggul berkepribadian Islam, terikat pada syariat Allah, memiliki keterampilan yang andal, dan menjadi agen perubahan.
Jika sistem Islam diterapkan, besar harapan akan muncul kembali sosok seperti Shalahuddin Al-Ayyubi—salah satu tokoh paling legendaris dalam sejarah Islam. Ia sangat dikenal sebagai pemimpin Muslim yang telah berhasil merebut kembali Yerusalem dari Tentara Salib pada tahun 1187 M dalam Perang Salib Kedua. Namun, lebih dari sekadar panglima perang, Shalahuddin adalah cerminan keberhasilan sistem pendidikan dan pembinaan karakter dalam peradaban Islam yang menekankan pendidikan berbasis tauhid, akhlak, dan tanggung jawab sosial. Nilai-nilai Islam seperti keadilan, kasih sayang, keberanian, dan amanah tertanam kuat dalam diri generasi Islam.
Sebab dalam sistem Islam, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam pada diri individu agar memiliki karakter unggul sesuai dengan ajaran Islam, dan menempuhnya pun harus melalui jalan yang sesuai syariat. Dengan kuatnya kepribadian Islam, kemajuan teknologi akan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah, dan digunakan untuk meninggikan kalimat Allah agar sampai ke seluruh penjuru dunia.
“Ada tiga golongan yang pertama kali akan dibakar dalam api neraka, di antaranya adalah orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya, namun ia melakukannya hanya untuk dikatakan ‘alim (berilmu).”
(HR. Muslim No. 1905) [WE/IK].
Views: 8
Comment here