Oleh: Emmy Harti Haryuni
Wacana-edukasi.com, OPINI--Bad Genius, sebuah film yang mengguncang dunia persinemaan internasional di tahun 2017. Film yang berhasil membawa penontonnya deg-degan tersebut menceritakan tantang sekelompok pelajar yang nyontek ketika mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di Sidney. Bermula ketika Lynn seorang siswi yang berprestasi karena pandai, melakukan kecurangan dengan memberikan contekan kepada teman-temannya dengan imbalan sejumlah uang.
Ada lagi film yang senada dengan fenomena nyontek, Operation Varsity Blues: The College Admissions Scandal (2021). Menceritakan tentang tentang kasus kecurangan penerimaan mahasiswa yang menghebohkan di sebuah universitas bergengsi di Amerika Serikat. Tak kurang dari 50 orang berhasil diborgol pihak kepolisian karena terlibat dalam aksi kecurangan ujian masuk sebuah universitas bergengsi. Termasuk aksi suap-menyuap untuk memesan kursi mahasiswa di perguruan tinggi elit.
Adegan nyontek dalam film-film tersebut menggambarkan betapa canggih dan liciknya aktivitas nyontek yang dilakukan dengan berbagai cara dan sarana di luar kecurigaan pengawas. Tampaknya film-film yang viral beberapa tahun silam bukan sekadar sandiwara berdasarkan khayalan. Tapi menguak kisah nyata tentang fenomena kecurangan yang selalu terjadi setiap penerimaan mahasiswa.
Seperti yang dilansir oleh Kompas.com (25/4/2026), kecurangan yang dilaporkan yaitu peserta UTBK SNBT 2025, antara lain: melakukan siaran langsung atau live Instagram saat sedang berlangsung ujian, memasang kamera kecil pada kawat gigi, mengambil gambar soal ujian dengan ponsel. Tidak berhenti di sana mereka pun berkoordinasi dengan teman nyontek melalui ponsel, mendapat bocoran soal ujian, memasang kamera di kancing kemeja, transaksi jual beli soal ujian UTBK, membawa ponsel cadangan, dan lainnya sebagainya.
Betapa memalukannya dunia pendidikan saat ini, karena telah dinodai dengan aktivitas nyontek saat penerimaan mahasiswa baru. Ditambah lagi masih maraknya perjokian. Tertangkap dua orang pelaku nyontek yang berhasil. Dalam keterangan yang disampaikan pada polisi, bahwa pelaku joki mendapat bayaran sebesar 30 juta hingga 50 juta. Hal itu demi bisa menggantikan peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Test UTBK SNBT tahun 2025.
Bayangkan, untuk masuk ke sebuah perguruan tinggi saja para peserta harus melakukan sejumlah kecurangan. Penggunaan kecanggihan digital untuk mencurangi tes UTBK semakin menegaskan betapa memalukannya kepribadian individu dalam sistem sekuler ini.
Sebuah perbuatan curang yang berani dilakukan oleh orang-orang yang hendak masuk sekolah tinggi di berbagai daerah. Sebelum menjadi mahasiswa saja sudah berani berbuat curang, apalagi nanti ketika sudah menyandang status mahasiswa yang harus menyelesaikan tugas-tugas kuliah.
Kecurangan Tumbuh Subue
Tugas nyontek, ujian nyontek, skripsi plagiat, bayar joki, memanipulasi data-data penelitian dan praktek kerja menjadi pandangan yang menodai dunia akademisi.
Kondisi tersebut juga menguak aib kegagalan Sistem Pendidikan Kapitalisme untuk melahirkan generasi emas berkepribadian Islam dan menguasai berbagai keahlian. Menelurkan generasi yang ketika menjalani ujian kelulusan, sangat berpotensi untuk berbuat curang lagi.
Kelak ketika masuk di dunia kerja pun bisa saja melakukan perbuatan curang dan penyelewengan. Bagaimana nanti bila sudah menikah dan memiliki anak? perselingkuhan dan penyelewengan bisa menjadi ancaman. Sungguh membahayakan bila perilaku curang sudah menjadi kebiasaan pada perilaku pelajar. Akankah sistem sekuler yang merusak generasi muda akan terus kita pertahankan.
Tak heran bila hasil survey yang dilakukan KPK, menyebutkan bahwa tercatat banyak pelajar SMA dan juga mahasiswa yang melakukan perbuatan nyontek. Fakta tersebut juga menjadi bukti betapa generasi muda masih tergesa-gesa berorientasi pada hasil semata, sehingga tidak peduli pada proses yang harus dijalani. Begitu pula harus memerhatikan halal haram, terpuji atau tercela, baik dan buruk.
Allah SWT telah menyampaikan firman-Nya dalam Qur’an Surah Al-Anbiya ayat 37 yang artinya:
“Manusia telah diciptakan bertabiat tergesa-gesa. Nanti akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Ku). Maka janganlah engkau meminta aku untuk mewujudkannya dengan ketergesaan”. Juga dalam surat Al-Isra ayat 11 yang artinya “..dan memang manusia bertabiat tergesa-gesa”.
Ayat tersebut mengungkap bahwa manusia itu memang mempunyai tabiat cenderung tergesa-gesa. Bila menginginkan sesuatu, maka maunya segera terwujud. Tidak memahami bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi membutuhkan sebuah proses untuk terwujud, tidak bimsalabim seperti sulap. Sehingga yang harus dijalani adalah bersabar dalam proses untuk mewujudkan sebuah impian atau cita-cita.
Tak dapat dimungkiri bahwa hal ini adalah buah busuk dari aturan kehidupan manusia zaman kini yang berdasarkan kapitalisme. Sebuah sistem kehidupan yang menjadikan standar kesuksesan atau pun kebahagiaan berorientasi pada hasil atau materi dunia. Memandang sebuah gelar yang didapatkan dari perguruan tinggi menjadi persyaratan untuk menggapai keberhasilan dalam kehidupan. Sehingga apapun dilakukan sekalipun curang, untuk mendapatkan gelar sarjana.
Islam Melahirkan Generasi Unggul
Islam sebagai din yang sempurna telah menjadikan standar kebahagiaan dan kesuksesan seorang muslim adalah ketika berhasil mendapatkan keridlaan Allah. Apapun yang dilakukan seorang muslim harus sesuai dengan kemauan Allah agar mendapatkan Rida-Nya. Dari sini tampak jelas bahwa sebuah proses untuk meraih impian dan cita-cita, harus memerhatikan halal haram seperti yang Allah syari’atkan. Negara di bawah aturan Islam pun akan mendidik dan membimbing agar setiap individu warga negaranya sekali mengikatkan diri dengan aturan Allah.
Oleh karena itu, sistem pendidikan dalam sistem Islam harus berdasarkan asas akidah Islam. Dengan begitu bisa melahirkan kurikulum pelajaran sekolah yang bisa mencetak seorang muslim memiliki kepribadian mulia. Sistem yang berdasarkan wahyu Illahi inilah yang nanti akan melahirkan generasi emas yang unggul dan memilik kepribadian Islam. Individu bertaqwa yang senantiasa terikat pada syariat Allah, menguasai skill atau keahlian yang mumpuni, dan menjadi agen perubahan menuju puncak peradaban.
Lahirnya individu bertaqwa yang memiliki kepribadian Islam inilah yang nanti akan memanfaatkan berbagai kecanggihan teknologi, termasuk digital untuk kemashlahatan umat. Maka, penanganan dalam pemanfaatan tekhnologi akan berjalan sesuai dengan tuntunan syari’at, demi untuk kemuliaan Islam dan kaum muslim. Inilah yang sudah terbukti sejak abad kegemilangan Islam terdahulu.
Views: 2
Comment here