Opini

Perdagangan Bayi Akibat Kapitalisasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Aryndiah (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Maraknya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih terus terjadi di Indonesia, seperti yang belum lama ini terungkap, yaitu kasus perdagangan bayi di Tambora, Jakarta Barat. Pada 19 Januari 2024, Polres Jakarta Barat menetapkan tiga orang tersangka TPPO, yaitu ibu dari salah satu bayi berinisial T (35), EM (30) dan AN (33) selaku pembeli bayi. Menurut pernyataan Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Pol M Syahduddi, salah satu tersangka yaitu EM selaku pelaku utama, melancarkan aksinya dengan mengincar ibu-ibu dengan kondisi ekonomi lemah di grup-grup media sosial.

Pada kasus ini, T yang sedang hamil 8 bulan kesulitan membayar biaya persalinan di salah satu rumah sakit di Jakarta Barat, maka pada saat itu EM berusaha merayu T untuk menjual bayinya, yaitu dengan menjanjikan uang sebesar 4 juta rupiah. Berdasarkan keterangan yang diberikan EM, penyidik juga telah berhasil menyelamatkan empat bayi lain yang sudah di beli oleh EM dari beberapa wanita yang juga mengalami kesulitan ekonomi. Diketahui sejak 2020, EM telah melakukan aksinya sebanyak lima kali. Atas tindakannya ini, ketiga orang tersangka dijerat dengan undang-undang tentang tindak pidana perdagangan orang, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. (beritasatu.com, 25/02/2024)

*Peningkatan Jumlah Kasus TPPO*

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyampaikan, bahwa pada tahun 2023 jumlah kejahatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mengalami peningkatan sebanyak 837 kasus atau 557 persen dari tahun 2022, yaitu 145 kasus. Dengan jumlah korban yang juga mengalami peningkatan yaitu 668 orang di tahun 2022 menjadi 3.208 orang di tahun 2023. Adapun jumlah tersangka mencapai 1.361 orang di tahun 2023, dari 172 orang di tahun 2022. (tribratanews.sulut.polri.go.id, 27/12/2023)

Adanya peningkatan kasus TPPO di sepanjang tahun 2023, menunjukan bahwa bukan tidak mungkin jika kasus TPPO akan mengalami kenaikan juga di tahun 2024 jika tidak ada penanganan serius dari pemerintah. Hal ini senada dengan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, ia menyebut, terungkapnya kasus perdagangan bayi di Jakarta Barat merupakan fenomena gunung es, artinya masih banyak kasus serupa yang belum terungkap lantaran belum tercium oleh aparat berwenang. (republika.co.id, 24/02/2024)

Hilangnya Naluri Keibuan

Sungguh menyayat hati, ibarat hilang naluri keibuan-nya, ibu yang seharusnya memiliki ikatan emosional terkuat dengan anaknya, menjadi orang pertama yang mengenal dan terhubung dengan anaknya, ia dengan tega menjual buah hatinya, karena alasan kesulitan ekonomi. Tidak dapat dipungkiri, bahwa hidup di zaman ini semuanya serba sulit dan mahal, seperti naiknya harga bahan-bahan makanan, pendidikan dan kesehatan yang semakin mahal, minimnya lapangan pekerjaan, tingginya harga beli atau sewa rumah, dan gaji yang pas-pasan, membuat para ibu takut dan khawatir akan masa depan anaknya. Dalam hal ini, mungkin sang ibu beranggapan jika ia menjual anaknya, sang anak akan mendapatkan kehidupan yang layak, namun naas kekhawatiran dan kesengsaraan sang ibu malah dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang berniat jahat yang menyebabkan sang ibu juga terjebak dalam sindikat perdagangan orang.

*Akibat Penerapan Sistem Kapitalis Sekuler*

Miris, melihat kondisi masyarakat saat ini, karena terdesak masalah ekonomi, mereka bisa melakukan apa saja, meskipun itu perbuatan haram. Ini tidak lain karena masyarakat kita mengalami kondisi kemiskinan yang ekstrem. Masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan pokoknya, kecemasan mereka meningkat, karena memikirkan bagaimana caranya untuk melanjutkan hidup di masa-masa yang sulit ini. Segala cara telah mereka lakukan untuk mendapat penghidupan yang layak, namun apa daya kebijakan tidak berpihak kepada mereka. Sehingga, wajar jumlah angka kemiskinan semakin meningkat.

Kemiskinan yang terstruktur dan sistematis yang dialami masyarakat, tidak lain akibat dari penerapan sistem kapitalis sekuler dalam kehidupan saat ini. Sistem kapitalis mengukur segala sesuatu berdasarkan materi dan manfaat semata. Ketika para kapital melihat seseorang mengalami kesusahan, mereka akan mengambil kesempatan diatas penderitaan orang tersebut. Mereka akan memanipulasinya dan menjadikannya sebagai peluang bisnis, karena mereka tahu bahwa orang tersebut tidak berdaya dan tidak punya pilihan lain, dalam hal ini perdagangan bayi. Ditambah lagi, kekayaan hanya berputar pada orang-orang kaya saja. Banyak kebijakan-kebijakan yang berpihak pada para kapital, sehingga mereka memperoleh banyak keuntungan, namun yang terkena imbasnya adalah masyarakat kelas menengah kebawah.

Disamping itu penerapan sistem sekuler, juga menjadikan seseorang kehilangan moralnya. Bagaimana bisa, seseorang dengan tega memperjual belikan darah dagingnya sendiri? Apakah tidak ada komoditas lain yang dapat diperjualbelikan, sehingga mereka harus melakukan hal tersebut? Sungguh ironi hidup di zaman yang serba rusak, seseorang dapat melakukan apa saja tanpa memperdulikan halal haram, hanya untuk memperoleh keuntungan semata.

*Islam Solusi Hakiki*
Islam memandang anak adalah rezeki yang diberikan Allah SWT berikan kepada manusia, kehadirannya merupakan sebuah kenikmatan dan dapat melahirkan berbagai kebaikan. Bahkan, Allah SWT juga telah menjamin rezeki setiap anak, sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS. Al-Isra’ 17:31)

Ayat di atas memberikan peringatan kepada kita, bahwa seberapa sulit ujian kehidupan yang kita hadapi, jangan pernah ragu akan rencana Allah SWT, karena setiap orang telah dijamin rezekinya.

Memang tidak dapat dibenarkan tindakan ibu yang menjual bayinya, karena alasan ekonomi. Namun, latar belakang pemenuhan kebutuhannya perlu diatasi dengan solusi tuntas, sehingga tidak akan terulang lagi perbuatan serupa.

Dalam mengatasi hal ini, Islam memiliki beberapa mekanisme yang dapat dilakukan. Pertama, Islam wajib menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya. Islam wajib menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan dan keamanan yang gratis dan berkualitas bagi warga negaranya. Kemudian, menetapkan harga-harga kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau. Dengan begitu, kebutuhan dasar warganya akan terpenuhi.

Kedua, agar melahirkan individu yang bertakwa, Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan berbasis akidah Islam akan melahirkan individu-individu yang bertakwa kepada Allah SWT, individu yang tangguh, sabar, dan bertawakal ketika menghadapi ujian kehidupan.

Ketiga, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas, penerapan sanksi dalam Islam memiliki fungsi sebagai zawajir (preventif) dan jawabir (kuratif). Dengan demikian, penerapan sanksi seperti ini akan menjerakan pelaku dan meminimalisir tindak kejahatan serupa.

Inilah Islam dengan segala kemuliaannya, ia mampu memberikan solusi tuntas atas setiap permasalahan kehidupan. Maka, penerapannya kembali dalam kehidupan adalah sebuah kewajiban bagi umat Islam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here