Oleh Lilis Sumyati
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Dilansir dari laman balebandung.com (17/6/2023), Dadang Supriatna sebagai Bupati Bandung telah meluncurkan program One Pesantren One Paranje (kandang ayam), di Pondok Pesantren Bustanul Wildan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Melalui program ini diharapkan tercipta kemandirian perekonomian pesantren.
Program di atas diinisiasi Pengurus Cabang Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PC RMI NU) Kabupaten Bandung yang bermitra dengan PT ASPM sebagai offtaker (pengumpul hasil produksi masyarakat). Program tersebut merupakan outlook (pandangan) kemandirian perekonomian pesantren di Kabupaten Bandung. Dalam acara pembukaa program ini juga disosialisasikan Kartu Wirausaha Bandung Bedas dari BPR Kerta Raharja Kabupaten Bandung, yang nantinya ada penyaluran dana bergulir kepada para pelaku UMKM Binaan PC RMI NU Kabupaten Bandung.
Menindaklanjuti percontohan ponpes Al Ittifaq sebagai satu model pesantren berbasis pertanian yang telah memiliki pasar hingga luar negeri, program OPOP terus merambah ke yang lainnya. Pemerintah pun memberi fasilitas mulai dari penyaluran dana, pinjaman bergulir sampai digitalisasi pesantren, demi kemandirian perekonomian pesantren.
Jika kita telaah lebih jauh, kini pesantren telah menjadi pangsa pasar baru bagi para kapitalis, dibajak dengan mengubah arah menjadi wirausaha. Padahal pada hakikatnya, pesantren merupakan tempat diajarkannya tsaqafah Islam yang dipelajari langsung dari sumber-sumber kitab muktabar. Juga merupakan wadah untuk mempersiapkan santri agar kelak menjadi ulama yang ahli dalam ilmu agama (faqih fiddin), dan individu yang akan bergerak untuk kemaslahatan umat, hingga menjadi pribadi yang terdepan dalam melawan penjajahan dan segala bentuk kezaliman.
Kemandirian ekonomi seharusnya tidak dibebankan kepada lembaga pendidikan. Karena sudah menyalahi fungsi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Sungguh, bukan kemaslahatan yang didapat dari program OPOP, melainkan kemudaratan. Memberdayakan ekonomi pesantren sama saja mengambil keuntungan materi sebesar-besarnya. Santri dipekerjakan dan diiming-imingi dengan keuntungan materi, padahal mereka sedang disasar sebagai buruh bagi korporasi. Kapitalisme sekular yang menitikberatkan pada kepentingan materi, miskin nilai ruhiyah menjadikan pesantren dalam bidikan.
Berbeda halnya jika pesantren berada dalan sistem Islam. Sistem Islam meletakkan pendidikan baik formal maupun non formal berada di bawah tanggung jawab negara dalam penyelenggaraannya. Adapun fungsi dan tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian Islam, yaitu yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam. Mereka para santri akan diajarkan mulai dari akidah, syariah, hingga siyasah (politik). Tentu saja untuk mempelajari semua itu dibutuhkan waktu dan keseriusan. Maka negara tidak akan menyimpangkan arah pendidikan ke arah ekonomi. Pembiayaan pesantren dan lembaga pendidikan lainnya dibiayai penuh dari baitul mal.
Islam sangat memperhatikan sumber daya manusia agar mampu memajukan negara dan umatnya. Pribadi yang rapuh, gemar korupsi, menyalahgunakan wewenang, gratifikasi, tidak mungkin mampu membawa negaranya kuat dan berdaulat.
Wallahu’alam bi-ash shawab
Views: 14
Comment here