Opini

Stop Normalisasi Pluralisme dan Sinkretisme Agama

Bagikan di media sosialmu

Oleh Yuli Ummu Raihan (Muslimah Peduli Generasi)

Wacana-edukasi.com, OPINI--Kementerian Agama (Kemenag) berencana akan menggelar perayaan Natal bersama pada tahun ini dengan tujuan memperkuat kebersamaan umat Kristiani. Perayaan Natal bersama tidak berarti ikut serta dalam ritual keagamaan, tetapi tetap mengikuti panduan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai batas-batas kerja sama dan toleransi antarumat beragama. Kehadiran Kemenag lebih pada aspek sosial dan kebersamaan, sebagai bentuk konsistensi membangun moderasi beragama (IDNTimes, 26/11/2025).

Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan kebijakan ini diambil untuk memperkuat rasa kebersamaan umat sekaligus menghindari pelaksanaan perayaan Natal yang terpecah-pecah di berbagai denominasi. MUI memiliki petunjuk apa saja yang bisa dikolaborasikan. Langkah ini diambil sebagai bentuk konsistensi Kemenag membangun moderasi beragama, memperkuat kohesi sosial, dan menciptakan suasana Nato yang damai serta inklusif bagi seluruh umat Kristen dan Katolik di Indonesia.

Rencana ini mendapat reaksi keras dari tokoh agama, Buya Gusrizal Gazahar Datuak Palimo Basa, Ketua MUI Sumbar. Ulama kharismatik ini menegaskan bahwa toleransi itu lahir dari memaklumi perbedaan, bukan pemaksaan keseragaman. Beliau mengingatkan dasar toleransi dalam Islam bahwa ” Bagiku agamaku, dan bagimu agamamu”. Ia juga mengatakan merajut kebersamaan sesama anak bangsa bukan memaksakan untuk keterlibatan berjamaah dalam ranah yang menjadi kekhususan suatu keyakinan keagamaan dan ritual peribadatan. Ini berbahaya karena akan kontraproduktif. Berlebihan memaknai toleransi justru akan mengancam esensi keberagaman itu sendiri. Akhirnya jadi kebablasan (Minangkabau news.com, 23/11/2025).

Sementara Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) mengimbau Menteri Agama untuk membatalkan rencana ini. Sekjen BKsPPI Dr KH Akhmad Alim juga mengimbau kepada umat Islam di seluruh Indonesia agar tidak melakukan ritual Natal bersama karena bisa merusak akidah. Berikan kesempatan kepada saudara umat Nasrani untuk merayakan Natal dengan aman. BKsPPI menjelaskan kenapa umat Islam dilarang ikut-ikutan dalam perayaan agama lain. Serta Islam melarang sinkretisme yaitu mencampur adukkan ajaran agama yang berbeda atas nama kerukunan, harmoni dan toleransi. Ustadz Alim juga menjelaskan bahwa Islam melarang perbuatan syirik dan memuliakan selain Allah.

Anas Abdul Jalil, Ketua Bidang Dakwah Pengurus Besar Al Jam’iyah Washliyah juga menolak rencana ini dan menilai gagasan ini merupakan langkah mundur. Karena kerukunan antar umat beragama sudah kondusif. Sekilas gagasan pak Menteri mungkin tampak indah, akan tetap ada agenda yang harus kita waspadai yaitu penguatan paham pluralisme dan sinkretisme. Pluralisme berarti pengakuan bahwa semua agama sama. Sama-sama benar dan sama-sama berasal dari tuhan yang sama. Sehingga tidak boleh merasa paling benar. Sementara sinkretisme (mencampur adukkan agama) bisa dalam bentuk Natal bersama, doa lintas agama, shalawatan di gereja dan lainnya. Dua hal ini adalah batil, tidak boleh kita normalisasi.

Stop Normalisasi Pluralisme dan Sinkretisme

Realita bahwa di dunia ini ada banyak agama. Tapi Allah jelas mengatakan dalam QS. Al- Kafirun ayat 6 bahwa Agama kita untuk kita dan agama yang lain untuk penganutnya. Jadi tidak ada istilah pluralisme yang menyamakan semua agama. Allah juga menegaskan bahwa agama yang diridhai Allah hanyalah Islam (QS. Ali Imran ayat 19).

Maka siapa saja yang mencari agama selain Islam , tidak akan pernah diterima agama itu atas dirinya. Jadi selain Islam adalah batil.

Begitupun dengan sinkretisme juga batil. Karena yang haq (benar) itu jelas berbeda dengan yang batil. Tidak boleh mencampur adukkan keduanya.

Islam telah mengatur batasan toleransi. Pertama bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Kedua, tidak boleh memaki atau mengejek sesembahan agama lain.

Indonesia selama telah menjalankan toleransi dengan baik. Tidak ada konflik antar pemeluk agama. Masalah yang sering terjadi hanya karena ada pelanggaran terkait aturan pendirian rumah ibadah.

Sejarah Islam mencatat toleransi yang dilakukan oleh pemimpin Islam. Toleransi yang luar biasa tanpa pluralisme dan sinkretisme. Sepertinyang dilakukan oleh Baginda Rasulullah saw yang menolak tawaran orang kafir Quraisy untuk silih berganti menjalankan agama Islam dengan keyakinan jahiliah mereka.

Khalifah Umar bin Khattab juga mencontohkan arti toleransi ketika menaklukkan Baitul Maqdis. Umar mengeluarkan perjanjian Umar yang menjamin keamanan umat Nasrani. Beliau juga menolak menunaikan shalat di dalam gereja karena khawatir akan jadi alasan bagi umat Islam kelak merampas rumah ibadah kaum Nasrani tersebut. Selama berabad-abad masa kekhalifahan Islam toleransi nyata terwujud tanpa adanya pluralisme dan sinkretisme. Biarkan umat Nasrani merayakan Natal seperti biasa. Tidak perlu ada perayaan bersama meskipun tidak mengikuti ritualnya. Mengucapkan Natal disertai dengan pengakuan, keridhaan dan penghormatan akan ajaran agama lain hukumnya haram meskipun pelakunya tidak sampai dilabeli kafir.

 

Mari kita renungkan firman Allah SWT dalam QS Ali Imran ayat 64:

“Katakanlah (Muhammad), Hai Ahlul Kitab, marilah kita menuju satu kalimat yang sama di antara kamu dan kalian, agar kita tidak menyembah selain Allah. Agar kita tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Agar kita tidak menjadikan satu sama lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang Muslim.”

Wallahua’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here