Opini

Stok Beras Melimpah, Rakyat Tetap Menderita

Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nia Umma Zhafran (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, OPINI--Pemerintah optimistis bisa mencapai swasembada beras tahun ini karena stok beras tinggi. Namun, dilansir dari tirto.id (04/09), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengakui adanya anomali di sektor pangan. Meski stok beras melimpah, harga dipasaran justru tetap melambung. Berdasarkan data, ada sekitar 214 daerah yang mencatat harga beras masih tinggi, diatas harga eceran tertinggi (HET). Di Jakarta pusat misalnya, menurut situs www.infopangan.jakarta.go.id, melaporkan harga beras premium mencapai Rp 17.348/kg. Angka ini lebih mahal dibandingkan HET beras premium yang ditetapkan Rp 16.800/kg.

Untuk meredam lonjakan harga, Pemerintah mengandalkan dua instrumen, yakni membanjiri pasar dengan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), serta menyalurkan bantuan sosial berupa beras 10 kg. Namun, kebijakan ini tidak efektif. Harga beras tetap tinggi, sementara kualitas beras SPHP banyak dikeluhkan. Masyarakat enggan membelinya dan banyak toko ritel yang ogah menjualnya. (www.cnbcindonesia.com)

Situasi ini menunjukkan penyaluran beras SPHP gagal menekan harga di pasaran. Lebih buruk lagi, program bantuan pangan beras kini terancam dihapus tahun 2026, karena anggarannya dialihkan untuk mendanai beras SPHP. Artinya, rakyat miskin tidak lagi mendapat beras gratis seperti sebelumnya, melainkan diarahkan untuk membeli beras SPHP yang kualitasnya diragukan.

Kondisi ini sejatinya mencerminkan persoalan sistemik dalam tata kelola pangan Nasional. Dari hulu hingga hilir, rantai distribusi beras sangat panjang dan dikuasai segelintir pelaku usaha. Struktur pasar yang Oligopolistik memberi ruang bagi pedagang besar untuk mengendalikan harga. Sementara petani dan konsumen berada pada posisi paling lemah. Harga di tingkat petani rendah. Namun, saat sampai ke masyarakat justru melambung tinggi.

Pemerintah selama ini berusaha menstabilkan harga lewat intervensi terbatas seperti beras SPHP atau program bantuan pangan. Namun, instrumen-instrumen ini hanya bersifat tambal sulam. Selama akar masalah tidak disentuh, yakni : Oligopoli, distribusi yang buruk dan lemahnya pengawasan, maka harga beras akan tetap tinggi meski stok berlimpah.

Di sinilah letak permasalahan Kapitalisme. Negara hanya berperan sebagai regulator, bukan penjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Pemerintah sibuk memastikan cadangan beras aman di gudang, tetapi membiarkan harga di pasar mengikuti mekanisme distribusi yang dikuasai kartel. Akibatnya, rakyat miskin semakin terjepit. Mereka diarahkan membeli beras murah dengan kualitas rendah. Sementara beras berkualitas baik semakin sulit dijangkau.

Kapitalisme telah menempatkan pangan sebagai komoditas semata, bukan kebutuhan pokok yang wajib dijamin negara. Selama paradigma ini tidak diubah, swasembada hanya akan berhenti pada stok di gudang tanpa pernah benar-benar menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat.

Karena itulah Islam menawarkan paradigma berbeda dalam mengelola pangan yang menempatkan negara sebagai penjamin kebutuhan rakyat, bukan regulator pasar. Dalam pandangan Islam, pemimpin atau imam adalah raa’in (penggembala) yang bertanggungjawab penuh memastikan kebutuhan pokok rakyat termasuk pangan yang harus tersedia dan terjangkau hingga sampai ke tangan konsumen.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, “Imam (khalifah) itu laksana penggembala, dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud hadis ini menekankan tanggung jawab besar seorang pemimpin terhadap rakyatnya, mirip dengan tanggung jawab seorang gembala terhadap hewannya, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas urusannya.

Maka tugas negara bukan hanya menjaga cadangan pangan aman di gudang, tetapi memastikan beras berkualitas dapat diakses masyarakat dengan harga yang terjangkau. Dalam negara Islam (Khilafah), tata kelola pangan tidak dibiarkan tunduk pada mekanisme pasar Kapitalistik yang syarat Oligopoli. Negara membenahi jalur distribusi beras dari hulu ke hilir. Mulai dari mendukung produksi petani sampai pada penyaluran beras dengan pengawasan ketat.

Praktik haram dan merusak seperti penimbunan, monopoli, oligopoli diberantas tegas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Tidaklah menimbun kecuali orang yang berdosa.” (HR Muslim)
Dengan begitu harga beras tidak akan dikendalikan oleb segelintir pedagang besar, tetapi juga dijaga agar stabil dan terjangkau untuk semua lapisan masyarakat. Selain itu, negara Islam memiliki mekanisme pemberian bantuan langsung berupa beras gratis bagi masyarakat miskin melalui Baitul Mal. Anggaran untuk itu selalu tersedia, baik dari pos zakat, kharaj, fai’ maupun pemasukan lain yang halal. Maka rakyat miskin tidak akan diarahkan membeli harga beras murah dengan kualitas rendah, melainkan dijamin kebutuhannya secara langsung oleh negara.

Sejarah mencatat Khalifah Umar bin Khattab ra. saat terjadi musim paceklik turun, beliau turun langsung mengurusi distribusi pangan. Tidak hanya menyiapkan logistik dari gudang Baitul Mal, tetapu juga memastikan pembagian makanan sampai pada setiap keluarga. Bahkan beliau tidak makan daging dan minyak hingga rakyatnya kembali sejahtera sebagai bentuk tanggungjawab seorabg pemimpin.

Di masa ke-Khilafahan Umar bin Abdul Aziz, distribusi dan keadilan ekonomi begitu baik, sehingga hampir tidak ada rakyat miskin yang layak menerima zakat karena kebutuhan pokok dan dasar mereka sudah tercukupi.

Inilah bukti nyata bagaimana Islam menjadikan pemimpin sebagai penanggungjawab urusan pangan rakyat. Bukan hanya soal stok di gudang aman, tetapi terwujud juga dengan harga yang terjangkau, distribusi yang baik dan adil, dan jaminan langsung bagi rakyat miskin. Berbeda dengan sistem Kapitalisme hari ini, dimana negara hadir hanya bertindak sebagai regulator, sementara penderitaan rakyat dibiarkan berkepanjangan.

WalLaahu a’lam bish-showwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here