Oleh: Yanik Inaku (Anggota Komunitas Setajam Pena)
Wacana-edukasi.com — Kemiskinan merupakan masalah sosial serius yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia saat ini. Apalagi dengan adanya pandemi yang belum berakhir, menambah panjang masalah kemiskinan. Meskipun ada upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut, pada kenyataannya Indonesia masih belum terbebas dari belenggu kemiskinan.
Masyarakat dikatakan berada pada garis kemiskinan apabila masyarakat tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, dan papan atau tempat tinggal. Ketika pendapatan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka ia dikatakan miskin.
Faktor penyebab kemiskinan di Indonesia begitu beragam. Hal itu merupakan masalah utama dan paling mendasar yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Apalagi di Indonesia masih memiliki masalah yang cukup pelik dalam pemberantasan kemiskinan. Bbukan hanya Indonesia yang menghadapi masalah ini, negara-negara lain juga menghadapi masalah yang serupa. Untuk itu, negara harus mengetahui faktor penyebab dari kemiskinan itu sendiri, agar bisa mengatasinya dengan benar dan tuntas.
Salah satu program sosial yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di era adaptasi kebiasaan baru akibat pandemi virus corona atau covid-19 adalah pertama dengan menyalurkan bantuan sosial (bansos) dan bantuan pangan nontunai (BPNT) kepada masyarakat.
Dalam usahanya, pemerintah melakukan percepatan juga penguatan subsidi dan bansos untuk masyarakat miskin serta rentan miskin. Tercatat pagu Kemensos untuk program PEN mencapai Rp128,168 triliun, dengan realisasi sudah di angka 81%. Ini tentu diharapkan memberikan dorongan kuat terhadap pemulihan ekonomi (18/10).
Pengucuran berbagai bantuan sosial untuk masyarakat terdampak coronavirus sedang berlangsung. Namun, apakah upaya ini mampu mengatasi kemiskinan yang ada? Banyak bansos yang tidak tepat dan salah sasaran. Dalam penyaluran ini, pemerintah mengakui masih banyak kekurangannya, seperti penerima yang kurang tepat sasaran hingga penerima yang dapat bantuan dobel. Hal ini bisa menyebabkan Indonesia jatuh krisis kemiskinan karena bantuan yang tidak tepat sasaran. Bahkan ada dana bantuan sosial yang dikorupsi oleh beberapa pihak demi kepentingannya.
Semua ini terjadi disebabkan karena akar persoalan dari kemiskinan sesungguhnya adalah penerapan sistem kapitalis liberal. Sistem ini hanya berpihak pada pemilik modal. Hingga akhirnya terjadi kesenjangan sosial, dimana yang kaya kian menumpuk harta dan yang miskin semakin menderita. Uang banyak berputar di pemilik modal saja. Tentunya dengan hanya memberikan bantuan saja bukan menjadikan akar permasalahan ini terselesaikan.
Justru di sistem demokrasi kapitalis menolerir lahirnya kemiskinan massal dan menyelesaikannya dengan mekanisme kapitalistik. Meski ada perbaikan prosedur agar tepat sasaran, tetapi ini bukan menjadi solusi mendasar. Karena pilihan sitem demokrasilah yang justru melahirkan problem yang sejenis.
Itulah gambaran ketika Indonesia menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Sistem yang sudah jelas meniscayakan terjadinya ketimpangan sosial. Hal ini tentu berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang mendorong peredaran harta di tengah masyarakat. Hingga mencegah agar harta tak terakumulasi dan terisolasi peredarannya di sekitar kalangan atas saja.
Hal ini terkait pula dengan pemerataan. Sebab kewajiban negara adalah mendistribusikan kebutuhan primer secara merata ke setiap warga negara. Negara harus mengusahakan kemakmuran ekonomi berjalan secara berkesinambungan. Dalam Al-Qur’an disebutkan, “… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS al-Hasyr: 7)
Namun, penerapan sistem ekonomi Islam hanya terwujud ketika berada dalam naungan daulah khilafah. Dalam khilafah masalah kemiskinan akan bisa teratasi yaitu dengan pemberlakuan sistem Islam secara kafah di berbagai sektor kehidupan.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 28
Comment here