Oleh : Fitriyani Thamrin Mardan, S.Pd., M.Si
Wacana-edukasi.com — Jika kita berbicara tentang remaja, akan kita dapati banyak hal. Mulai dari usianya yang masih muda, semangatnya yang tinggi, fisiknya yang masih kuat, banyak pemikiran yang dapat diserap, dan lain sebagainya. Hingga masalah penampilan pun patut diperbincangkan, ya, karena remaja adalah tunas generasi yang akan menjadi penerus pembawa estafet peradaban.
Menariknya, bahwa pada remaja terdapat ribuan karakter yang berbeda-beda, maka tak heran takkan pernah habis pembahasan tentangnya. Akan banyak lisan yang menjadikan ia sebagai topik pembicaraan, akan banyak sikap dalam memahami tingkah lakunya, dan akan banyak ilmu yang diperlukan untuk mengubrak-abrik penyebab banyaknya fenomena dikalangannya.
Allah mencintai orang-orang yang taat kepada-Nya, lebih istimewanya Allah lebih mencintai “pemuda” yang taat. Hikmahnya adalah bahwa di usia muda adalah waktu yang sangat ideal dalam menunjukkan ketaatan dalam segala aspek. Dan sudah pasti karakter itu akan terbawa hingga tua. Maka, kita yang masih muda, masih remaja, bersiaplah untuk menggunakan segala waktu, agar masa muda kita menjadi sejarah indah dalam lembaran-lembaran catatan Ilahi.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Rabbmu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki Shabwah.” [HR. Ahmad]
Shabwah adalah kecondongan untuk menyimpang dari kebenaran. Saat ini, kita sedang dihadapkan pada fenomena baru. Fenomena baru ini adalah seorang yang disebut sebagai Kepala Menteri Agama yang telah membuat gaduh umat muslim dengan statement yang disampaikannya pada saat webinar untuk ASN. Ia mengatakan bahwa radikalisme itu masuk melalui anak yang penampilannya good looking, hafidz, pintar bahasa Arab, lalu jadi imam atau pengurus masjid, dan orang-orang bersimpati padanya hingga ia pun akan mengajarkan ide-ide radikalisme.
Mengapa dikatakan fenomena baru? Ya, ibarat duta sagu yang benci terhadap sagu itu sendiri. Ibarat duta batik yang tidak suka atau memandang jelek terhadap batik itu sendiri, kan, aneh. Lalu benarkah statement Menteri tersebut?
Berbicara masalah good looking, bahwa dalam Islam pun diajarkan bagaimana berpenampilan baik, mulai dari cara berpakaian hingga bersikap. Tentu kita bercermin dari suri tauladan kita Rasulullah saw. Penampilan Nabi Muhammad tercermin dari tiga hal, yaitu daya tarik fisik, senyum dan tawanya, sekaligus kharisma yang beliau miliki. Ketiga hal itu menjadikan Nabi sebagai sosok yang paling menarik secara penampilan.
Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw, Islam mengajarkan bagaimana hubungan kita dengan diri sendiri, seperti cara berpakaian (rapi dan menutup aurat), membersihkan diri, memotong kuku, merapikan penampilan. Bahkan tak ada satu agama pun yang mengajarkan terkait masalah taharah (cara bersuci dari najis) selain Islam. Maka wajar jika muslim itu Good Looking.
Sebenarnya good looking itu perkara yang netral. Siapa saja bisa terlihat good penampilannya. Akan tetapi, hanya seorang muslim yang taat pada Allah yang menjadikan good looking sebagai bagian dari kebaikan yang dimiliki dan dilakukannya. Sebab standar perbuatannya bukanlah karena manusia, akan tetapi semua disandarkan pada hukum syara, pada perintah dan larangan Allah. Maka tentu kebaikanlah hasilnya.
Good looking itu bukan hanya berbicara masalah fisik, tetapi juga bagaimana pribadi dalam bersikap. Jangan heran ada seorang yang fisiknya biasa saja, tetapi disegani banyak orang tersebab kejujurannya, amanah dalam tugasnya, sikap lemah lembutnya kepada sesama, dan lainnya.
Jika kita berbicara masalah radikalisme, toh sampai saat ini pun narasi ini tidak jelas deskripsinya. Sebab, fakta justru menunjukkan narasi radikalisme selalu dinegasikan dan disematkan kepada umat Islam. Padahal sejatinya Islam tidak pernah mengajarkan keburukan. Tak ada satu pun ayat al-Quran yang mengajarkan keburukan, pemberontakan, apalagi membuat kerusakan. Semuanya mengarahkan manusia untuk berbuat kebaikan.
Melarang berbuat keburukan, semisal minum minuman keras, membunuh tanpa haq, berzina, merampok, mencuri, bahkan hal kecil seperti berpikiran negatif terhadap saudara muslim saja dilarang. Lalu dimana radikalismenya?
Sebenarnya, perkataan Menteri Agama tersebut hanya ada dua alasan; jika bukan karena kealpaan intelektual, sudah tentu ini adalah “pesanan” bagi mereka yang membenci Islam, agar Islam ditakuti untuk dipelajari bagi pemeluknya sendiri. Melihat geliat kebangkitan Islam yang semakin tinggi, tentu orang-orang yang membenci Islam tidak tenang, maka dibuatlah ketakutan-ketakutan di tengah-tengah masyarakat untuk menjauhinya.
Siapakah musuh-musuh kebangkitan Islam? Sudah tentu mereka adalah para penjajah negeri-negeri muslim. Sebab ketakutan mereka kehilangan kekayaan-kekayaan negeri jajahannya bila Islam kelak tegak dalam bingkai negara. Para penjajah itulah pemegang dan pengemban ideologi kapitalisme yang saat ini bercokol di negeri ini. Maka untuk mempertahankan itu, sekali lagi, umat Islam ditakut-takuti agar geliat kebangkitannya mulai mengendur.
Maka, sudah saatnya, kita tak boleh lagi diperbodohi dengan propaganda-propaganda yang dibuat mereka, sudah saatnya kita menjadi manusia yang cerdas dengan Islam dan menjadikan Islam sebagai standar kehidupan, sebagai aturan kehidupan yang menyeluruh (kaaffah), baik individu, masyarakat, maupun bernegara. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah: 208, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” Maka jadilah remaja Islam kaffah, remaja yang Good Looking.
Wallohualam
Views: 182
Comment here