Oleh: Imroatus Sholeha (Freelance Writer)
Wacana-edukasi.com, OPINII-Masalah pendidikan di Indonesia terus dihantui berbagai persoalan yang tak kunjung usai, mulai dari ketimpangan akses, mahalnya biaya, hingga minimnya fasilitas pendukung yang layak bagi anak negeri. Ini mencerminkan betapa lemahnya sistem yang selama ini mengatur dunia pendidikan di tanah air.
Dilansir dari tirto.id, lebih dari 400 siswa SDN 4 Padurenan, Mustika Jaya, Kota Bekasi, terpaksa belajar di perpustakaan dan musala karena ruang kelas mereka mengalami kerusakan parah. Kepala Sekolah Sri Sulastri menyampaikan bahwa dua ruang kelas telah rusak sejak akhir 2024, dan satu ruang lagi menyusul rusak dalam dua minggu terakhir.
“Ruang kelas yang rusak berada di bagian belakang, total ada tiga. Dua di antaranya sudah rusak sejak November atau Desember 2024,” ungkapnya kepada wartawan, Jumat (2/5/2025).
Kerusakan ini dibiarkan tanpa penyelesaian yang tuntas. Situasi ini mencerminkan rendahnya perhatian negara terhadap sektor pendidikan. Ironis, karena pendidikan seharusnya menjadi fondasi utama pembangunan bangsa. Namun kenyataannya, hingga hari ini banyak anak yang harus belajar dalam kondisi yang tidak layak, bahkan membahayakan keselamatan mereka.
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, Presiden RI memang meluncurkan berbagai program, seperti renovasi sekolah dan bantuan untuk guru. Namun, langkah ini tampak sekadar respons instan dan populis, menjawab tekanan publik tanpa menyentuh akar persoalan yang lebih dalam.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa persoalan pendidikan di Indonesia sangat kompleks: banyak sekolah rusak, gaji guru, terutama honorer, rendah, dan kesejahteraan tenaga pendidik diabaikan. Guru yang seharusnya menjadi pilar pencetak generasi masa depan justru harus berjibaku memenuhi kebutuhan hidup, bahkan dengan bekerja sampingan.
Kondisi ini diperparah oleh praktik korupsi yang merajalela, menyebabkan anggaran pendidikan kerap tidak sampai ke tujuan yang sebenarnya. Inilah potret buram pendidikan Indonesia yang terus berulang dari tahun ke tahun.
Akar Masalah Pendidikan
Sistem kapitalisme yang dianut negeri ini adalah akar dari persoalan pendidikan yang terus terjadi. Dalam sistem ini, pendidikan bukan dipandang sebagai hak dasar yang harus dijamin negara, melainkan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan. Kapitalisme menekankan keuntungan materi, sehingga pendidikan pun diposisikan sebagai industri jasa, bukan pelayanan publik.
Negara dalam sistem kapitalis mengambil peran seminimal mungkin. Ia lebih berfungsi sebagai regulator ketimbang penyedia utama layanan pendidikan. Akibatnya, sekolah swasta tumbuh pesat dengan biaya tinggi, sementara sekolah negeri tertinggal dengan dana terbatas dan fasilitas seadanya. Rakyat miskin akhirnya hanya mampu menyekolahkan anak-anak mereka di institusi pendidikan yang jauh dari kata layak, dengan ruang kelas rusak, guru bergaji rendah, dan sarana belajar yang minim.
Lebih parah lagi, kurikulum pendidikan pun tunduk pada logika pasar. Sekolah dan perguruan tinggi dipaksa menghasilkan “tenaga kerja siap pakai” untuk industri, bukan intelektual yang berpikir kritis dan visioner. Pendidikan akhirnya tak lagi mencetak insan berakhlak dan berkualitas, melainkan hanya buruh-buruh terampil yang siap mengabdi pada sistem ekonomi global yang timpang.
Kapitalisme juga menyebabkan negara kesulitan memenuhi kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan. Untuk membiayai pembangunan, negara bergantung pada utang luar negeri dan pajak, yang justru semakin membebani rakyat. Ketika beban keuangan meningkat, sektor pendidikan kembali menjadi korban penghematan.
Solusi Islam
Berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme, Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara. Dalam Islam, negara wajib menyediakan pendidikan yang gratis, berkualitas, dan merata bagi seluruh rakyat, tanpa diskriminasi ekonomi atau geografis.
Negara Islam memiliki sumber pemasukan yang kokoh, seperti zakat, kharaj, fai’, ghanimah, dan hasil pengelolaan kekayaan alam (SDA) oleh negara. Pemasukan ini memungkinkan tersedianya infrastruktur pendidikan yang memadai, kesejahteraan guru yang terjamin, serta sistem pendidikan yang terlepas dari komersialisasi.
Dalam sistem Islam, kurikulum pendidikan dilandaskan pada akidah Islam dan dirancang sesuai fitrah manusia. Hasilnya adalah individu yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia dan menjauhi perbuatan korup. Negara hadir sepenuhnya sebagai pelayan rakyat dan penjamin hak-hak mereka, termasuk dalam bidang pendidikan.
Negara tidak sekadar memfasilitasi, melainkan bertanggung jawab penuh atas pendidikan seluruh rakyatnya. Sebab, dalam Islam, penguasa adalah ra’in (pengurus umat) yang akan dimintai pertanggungjawaban atas amanahnya kelak di akhirat.
Jelas bahwa akar masalah pendidikan di Indonesia adalah sistem kapitalisme yang gagal mewujudkan pendidikan yang adil, merata, dan manusiawi. Sudah saatnya kita berani melakukan perubahan mendasar, yaitu meninggalkan sistem kapitalisme dan beralih pada sistem Islam yang terbukti mampu memberikan solusi menyeluruh.
Islam tidak hanya menawarkan sistem pendidikan yang unggul, tetapi juga struktur negara yang berkeadilan dan berpihak kepada rakyat. Sejarah membuktikan bahwa selama lebih dari 13 abad, peradaban Islam menjadi pelopor dalam bidang ilmu pengetahuan, mencetak para ilmuwan besar, dan membangun peradaban gemilang yang mencerdaskan umat manusia. [WE/IK].
Views: 0
Comment here