Penulis: Mahrita Julia Hapsari (Aktivis Muslimah Banua)
Wacana-edukasi.com, OPINI–Di negeri ini, pendidikan dan kesehatan sering digadang-gadang sebagai hak dasar warga negara. Namun faktanya di lapangan, keduanya masih jauh dari kata merata. Sekolah dengan fasilitas lengkap biasanya hanya bisa ditemui di kota besar, sementara di pedalaman anak-anak masih harus berjalan jauh dengan sarana minim. Pun untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tidak semua daerah memiliki akses yang memadai. Begitu pula layanan kesehatan, yang di banyak wilayah terpencil sulit dijangkau. Wajar jika jumlah stunting dan gizi buruk masih menjadi PR tahunan bagi negeri ini.
Fakta tersebut menggambarkan bahwa negara belum menjalankan fungsinya sebagai pelayan rakyat. Mengingat pendidikan dan kesehatan merupakan hak dasar manusia. Namun pada kenyataannya, akses pendidikan dan kesehatan tidak bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Hanya masyarakat menengah ke atas dan tinggal di pusat kota yang bisa menikmati pelayanan berkualitas dari pendidikan dan kesehatan. Sementara, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil masih harus menerima minimnya akses pendidikan dan kesehatan, jika ada itupun seadanya, jauh dari standar.
Nafas Kapitalisme dalam Layanan Pendidikan dan Kesehatan
Adanya perbedaan dalam penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan ini bukanlah perkara teknis distribusi semata. Lebih dari itu, nafas kapitalisme telah memenuhi ruh dalam pelayanan kebutuhan dasar yang menjadikan cuan dan materi sebagai tujuan akhir dari pelayanan. Negara hanya sebagai fasilitator dan menyerahkan penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan kepada pihak swasta. Jika pun negara turut andil, itu pun tidak sepenuhnya, tetap terbuka peluang usaha bagi pihak ketiga untuk mencari cuan. Sementara itu, daerah yang tidak dianggap bernilai secara ekonomi dibiarkan seadanya.
Pada akhirnya, rakyat perlu merogoh kocek lebih dalam agar memperoleh pendidikan yang berkualitas. Demikian juga pada layanan kesehatan. Jika menginginkan fasilitas yang lengkap dan pelayanan prima serta berkualitas, maka harus memiliki uang cukup atau jaminan tertentu.
Alhasil, diskriminatif, menguntungkan kalangan tertentu dan abai pada hak rakyat adalah gambaran penyediaan layanan di sistem kapitalisme. Kesenjangan akan terus menjadi momok yang menakutkan rakyat saat mengakses pendidikan dan kesehatan.
Islam Menempatkan Negara Sebagai Raa’in
Kedudukan negara sebagai raa’in yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyat individu per individu, hanya ada di sistem Islam kaffah. Jauh berbeda dengan kapitalisme yang membuat negara berlepas tangan dari mengurusi rakyatnya dan menyerahkannya kepada swasta.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Imam/Khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjadi dalil tentang kewajiban negara sebagai pelayan rakyat. Ada konsekuensi akhirat pada pundak pejabat negara. Dan agar ia selamat atas pertanggungjawaban akhirat, ia wajib mengurus rakyatnya dengan syariat Islam. Sebab hanya dengan penerapan syari’at Islam maka seluruh kebutuhan rakyat bisa diriayaj dengan sebaik-baiknya.
Dalam pandangan Islam, pendidikan dan kesehatan diposisikan sebagai hak dasar rakyat, bukan komoditas yang bisa diperjualbelikan. Artinya, seluruh warga negara berhak mendapatkannya secara gratis, merata, dan berkualitas, tanpa diskriminasi berdasarkan lokasi maupun status ekonomi.
Negara Islam akan membangun sekolah hingga pelosok negeri, memastikan guru yang berkualitas tersebar, serta menyediakan akses transportasi untuk memudahkan anak-anak menempuh pendidikan. Begitu juga dengan kesehatan: rumah sakit, klinik, tenaga medis, hingga obat-obatan dipastikan tersedia dan bisa dinikmati semua kalangan.
Selain itu, infrastruktur publik seperti jalan, jembatan, dan transportasi massal disediakan negara demi memudahkan akses masyarakat terhadap layanan dasar tersebut. Semua ini dijalankan bukan karena kalkulasi untung-rugi, melainkan sebagai bentuk tanggung jawab syar’i negara terhadap rakyatnya.
Sumber Dana yang Berlimpah
Mungkin sebagian orang bertanya, dari mana negara Islam membiayai semua layanan itu? Jawabannya ada pada sistem ekonomi Islam yang mengatur pengelolaan kekayaan. Negara memiliki sumber dana yang melimpah dari pos-pos yang sah menurut syariat: pengelolaan kepemilikan umum seperti tambang, hutan, laut, minyak, dan gas yang dikelola langsung oleh negara. Semua hasil pengelolaan masuk ke Baitul Maal dan digunakan untuk kepentingan rakyat.
Dengan mekanisme ini, negara tidak perlu bergantung pada pajak atau utang luar negeri. Kekayaan alam yang selama ini justru banyak dikuasai swasta dan asing, dalam Islam dikembalikan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Karena itulah, pendidikan dan kesehatan gratis serta merata sangat mungkin diwujudkan.
Khatimah
Realitas saat ini menunjukkan bahwa kapitalisme telah gagal menjamin hak dasar rakyat. Pendidikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi hak semua warga justru hanya bisa dinikmati segelintir orang. Selama paradigma kapitalistik masih dipertahankan, ketidakmerataan akan terus berlangsung, meninggalkan luka bagi generasi.
Islam hadir dengan solusi yang paripurna. Negara dalam Islam adalah pelayan rakyat, bukan pelayan korporasi. Dengan sistem yang menempatkan pendidikan dan kesehatan sebagai hak publik, serta dengan pengelolaan kekayaan alam sesuai syariat, layanan dasar itu bisa diwujudkan secara gratis, berkualitas, dan merata. Inilah bukti bahwa hanya dengan penerapan Islam kaffah di bawah naungan khilafah, kesejahteraan sejati bisa dirasakan seluruh rakyat tanpa terkecuali. Wallahu a’lam bishshowab []
Views: 12


Comment here