Oleh: Aulia Shafiyyah (Guru dan Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, OPINI–Ancaman terhadap Masjid Al-Aqsha kembali mengguncang dunia. CNN Indonesia (25 Oktober 2025) melaporkan bahwa kompleks suci umat Islam itu terancam roboh akibat aktivitas penggalian besar-besaran di bawah tanah oleh Israel. Sejak pendudukan tahun 1967, rezim Zionis telah melakukan lebih dari seratus penggalian di sekitar Al-Aqsha. Kini, terowongan-terowongan itu bahkan telah mencapai area bawah masjid, menghubungkan kawasan yang mereka sebut “Kota Daud” dengan jalur air bersejarah yang dikeringkan dan diubah menjadi terowongan, museum, serta sinagoge.
Di balik dalih “proyek arkeologi”, penggalian ini sejatinya merupakan bagian dari rencana sistematis Israel untuk meruntuhkan Masjid Al-Aqsha dan menghapus jejak sejarah Islam di Palestina. Tujuannya jelas: menggantikan identitas Islam di wilayah suci tersebut dengan simbol-simbol Yahudi. Dengan kata lain, proyek ini bukan sekadar eksplorasi arkeologi, melainkan langkah nyata untuk menghancurkan salah satu situs tersuci umat Islam.
Fakta ini menunjukkan kejahatan Israel yang begitu keji dan konsisten dalam memusuhi Islam dan umatnya. Mereka tidak hanya menumpahkan darah kaum Muslim di Gaza, tetapi juga berusaha menghapus warisan spiritual yang diwariskan Rasulullah saw. dan para khalifah Islam. Penggalian di bawah Masjid Al-Aqsha sejatinya adalah bentuk lain dari perang ideologis dan peradaban perang yang menargetkan iman, sejarah, dan simbol suci umat Islam.
Yang menyedihkan, dunia hanya menyaksikan tanpa daya. Seruan “solusi dua negara” yang terus digaungkan PBB dan negara-negara Barat terbukti tak lebih dari ilusi politik. Bagaimana mungkin perdamaian dapat terwujud ketika penjajah masih menguasai tanah rampasan dan terus menodai kesucian masjid yang dimuliakan Allah? Faktanya, Israel tidak pernah tunduk pada hukum internasional ataupun nilai kemanusiaan. Mereka hanya tunduk pada kekuatan dan perlindungan sekutu-sekutu Baratnya.
Islam memandang Masjid Al-Aqsha bukan sekadar situs sejarah, melainkan bagian dari akidah. Allah SWT berfirman:
“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (QS. Al-Isra: 1)
Ayat ini menegaskan bahwa Masjid Al-Aqsha adalah bagian dari peristiwa agung Isra Mikraj, tonggak sejarah keimanan. Karena itu, menjaganya bukan sekadar tindakan politik, tetapi kewajiban akidah. Rasulullah saw. juga bersabda:
“Janganlah kalian melakukan perjalanan (untuk ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjid Al-Aqsha.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bumi Syam, tempat Masjid Al-Aqsha berada, juga disebut Rasulullah sebagai bumi yang diberkahi. Beliau bersabda:
“Beruntunglah negeri Syam. Para sahabat bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, *“Karena malaikat Allah membentangkan sayapnya di atasnya.” (HR. Tirmidzi)
Sepanjang sejarah Islam, Masjid Al-Aqsha selalu berada dalam penjagaan umat Islam di bawah naungan Khilafah. Ketika Umar bin Khattab r.a. menaklukkan Palestina, beliau melindungi seluruh penduduknya, baik Muslim maupun non-Muslim. Ketika pasukan Salahuddin al-Ayyubi membebaskan kembali Al-Aqsha dari tentara salib, tidak ada darah yang tertumpah. Semua itu karena kepemimpinan Islam memahami bahwa menjaga tempat suci berarti menjaga kehormatan akidah.
Sebaliknya, selama dunia berada di bawah sistem sekuler dan nasionalisme, kehormatan Islam terus diinjak. Masjid Al-Aqsha tidak lebih dari simbol diplomatik yang diperjuangkan melalui resolusi PBB tanpa kekuatan nyata di lapangan. Padahal, Islam telah menetapkan bahwa penjajahan hanya dapat diakhiri dengan jihad fi sabilillah di bawah kepemimpinan yang sah. Rasulullah saw. bersabda:
*“Pemimpin adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” ?HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa pembebasan Al-Aqsha bukan tanggung jawab individu semata, tetapi kewajiban kolektif yang hanya dapat diwujudkan oleh negara yang menerapkan hukum Allah secara menyeluruh.
Kini, ketika dinding-dinding Al-Aqsha mulai retak akibat galian Zionis, umat Islam seharusnya tersadar bahwa musuh tidak hanya ingin merebut tanah Palestina, tetapi juga menghancurkan identitas kita sebagai umat terbaik. Karena itu, tidak ada solusi selain kembali kepada sistem yang menjamin penjagaan Islam secara kaffah, yaitu Khilafah. Hanya dengan sistem ini kekuatan politik, militer, dan spiritual dapat bersatu dalam satu kepemimpinan yang menjadikan pembelaan terhadap Al-Aqsha sebagai kewajiban iman, bukan pilihan politik.
Masjid Al-Aqsha tidak membutuhkan belas kasihan dunia, tetapi membutuhkan kebangkitan umat yang sadar akan tanggung jawabnya. Selama umat ini diam, selama itu pula bumi suci akan terus ternoda.
Views: 0


Comment here