Surat Pembaca

Menyoal Problem Haji

Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-‘Kisruh penyelenggaraan ibadah haji masih juga belum jeda, meski ritual ibadah haji telah usai. Ini dikarenakan jemaah haji kecewa, sebagai negara mayoritas muslim terbanyak dengan kuota jama’ah haji terbanyak di dunia, malah mendapat pelayanan yang memprihatinkan. Dalam proses keberangkatan jama’ah haji, sejumlah jama’ah tidak dapat melanjutkan keberangkatan ibadah ke tanah haram Mekah akibat terkendala visa jama’ah dibatalkan secara sepihak meski seluruh dokumen perlengkapan lengkap dan resmi (Republika.co.id, 02/06/2025).

Belakangan diketahui ada pihak yang membatalkan visa tersebut dan mengubah akun haji pintar milik Kemenag. Masalah lainnya adalah 49 orang, terdiri 18 warga lokal, dan 31 warga asing termasuk warga Indonesia, karena mengangkut 197 calon jama’ah tanpa izin resmi untuk menunaikan ibadah haji (beritasatu.com, 07/06/2025)

Dalam proses pelaksanaan ibadah haji juga mengalami hal yang tak kalah pelik, diantaranya adalah sejumlah jama’ah yang diusir dari tempat istirahat pada malam hari, jama’ah yang tertinggal rombongan, juga keterlambatan pelayanan distribusi. Pengetatan aturan ibadah haji tahun ini semakin sulit, rumit, dan semakin tidak nyaman dalam menunaikan ibadah haji.

Kisruh penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, kembali membuka mata bahwa pengurusan ibadah sakral ini tidak dihandle dengan maksimal oleh negara. Sebagai ibadah suci yang hanya di laksanakan setahun sekali oleh jutaan umat Islam dari berbagai pernjuru dunia. Haji sepantasnya dikelola dengan serius, jelas, teliti juga penuh dengan tanggung jawab.

Sayangnya, yang dialami justru sebaliknya. Semua ini menampakkan lemahnya perencanaan koordinasi dan eksekusi dari pihak-pihak yang bertanggungjawab. Baik dari negara asalnya jama’ah maupun pihak penyelenggara dari negara Arab Saudi. Dalam hal ini, negara sebagai pihak yang menjamin para jama’ah dalam kelancaran pelaksanaan ibadah. Justru terlihat abai dan tidak siap dalam menghadapi masalah-masalah teknis yang sepatutnya mampu diatasi.

Sebagian pihak menuding Arab Saudi sebagai pihak penyelenggara yang memicu kekacauan dalam membuat aturan-aturan, namun penyebab utamanya adalah dari pihak negara asal jama’ah, dalam tata kelola urusan haji di Indonesia selama ini dilaksanakan. Selama haji dipandang sebagai urusan administratif, dan tidak dinilai dari segi ibadah agama bagi umat. Justru keributan demi keributan akan terus terulang.

Ketika sistem pengelolaan sebagai aspek bisnis, profit justru berubah menjadi berubah menjadi beban. Semua kekisruhan yang terjadi akibat berasas kapitalisasi ibadah haji. Serta lepasnya tanggungjawab negara sebagai bagian dari pelayanan negara terhadap rakyatnya. Ibadah yang seharusnya menjadi momentum ibadah suci, juga full kekhusyukan, justru terjerat dalam komersialisasi.

Ibadah haji adalah adalah rukun ke 5 dalam rukun Islam. Yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim bagi ia yang mampu secara fisik dan finansial. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

..وَلِلّٰهِ عَلَى النَّا سِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَا عَ اِلَيْهِ سَبِيْلا…
Barang siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana….”(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 97)

Kewajiban ini menunjukkan bahwa haji bukan sekadar ritual individu tapi juga urusan publik yang memerlukan urusan secara sistemik oleh negara. Dalam Islam negara di posisi raa’in (pengurus rakyat) juga junnah (pelindung). Maka, telah seharusnya negara sebagai penyelenggara dilaksanakan secara profesional, amanah, dan memudahkan masyarakat dalam melakukan aktivitas ibadah haji.

Negara wajib ada secara aktif kepertingan juga keperluan jama’ah, dimulai dari proses administrasi, transportasi, akomodasi, kesehatan hingga memastikan ketenangan selama menjalankan ibadah haji. Pengelolaan haji yang diselenggarakan oleh negara dengan paradigma pelayanan bukan komersialisasi adalah bentuk kejelasan tanggungjawab negara dalam sistem Islam.

Negara akan mempersiapkan mekanisme terbaik, birokrasi yang efesien sebagai bentuk tamu Allah dalam menjalankan ibadah. Layanan sempurna seperti ini akan terwujud didalam sistem keuangan tangguh dan stabil. Hal ini memungkin saat negara mengadopsi sistem ekonomi juga keuangan secara kaffah. Dalam sistem Islam pendapatan negara dari pos-pos yang sah dan juga berlimpah sepeerti kharaj, jizyah, fai’, gahnimah, zakat, dan dari harta kepemilikan umum yang dikelola negara yang seluruhnya masuk melalui Baitul mal.

Kekuatan ini semakin makin luas sebab seluruh negeri-negeri Islam disatukan dalam kepemimpinan yang satu yakni negara khilafah. Dengan kekuatan sistemik tersebut, negara mempunyai cara dalam penyelenggaraan ibadah haji secara totallitas dengan layanan terbaik tanpa membebani rakyat apalagi sampai merugikan rakyat juga bergantung pada swasta.

Eva Ariska Mansur
Anggota Ngaji Diksi Aceh

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here