Opini

Mengajar Sepenuh Hati, Diperlakukan Setengah Hati

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ariyana

Wacana-edukasi.com, OPINI--Pendidikan tidak terlepas dari dunia belajar mengajar, mengenyam pendidikan bermula dari buaian hinga ke liang lahat. Belajar perlu didampingi oleh seorang guru yang banyak mengajarkan banyak hal. Belajar bukan hanya transfer knowledge saja, namun harus memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai nilai-nilai karakter yang harus dimiliki.

Seorang guru mempunyai tanggung jawab besar untuk mencerdaskan anak bangsa, karena tonggak sebuah negara dimulai dari pembelajaran. Beban guru tidak hanya mendidik namun juga harus menyelesaikan berbagai tugas dalam kegiatan belajar mengajar. Kinerja guru negeri (ASN) dan guru swasta (honorer) tentunya tidak ada perbedaan, karena setiap pendidik akan melaksanakan kewajibanya untuk membuat perangkat mengajar. Mirisnya, saat ini ada ketidakadilan yang dirasakan para guru.

Ramai pembahasan soal tunjangan tambahan (tuta) guru yang dicoret dari APBD 2025 Banten. Hal ini, membuat guru merasa dirugikan secara finansial. Berbagai upaya dilakukan para guru untuk dapat dilakukan pencairan tuta. Menurut Rina Dewiyanti, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Arsip Daerah (BPKAD) bahwa tuta guru tidak diberikan karena tugas tambahan yang dilakukan guru sudah menjadi tanggung jawab dari tugas pokok. Oleh sebab itu, tugas tambahan tidak layak untuk mendapatkan tunjangan tambahan atau honorarium karena sudah termasuk beban kerja guru (tangerangnews.co.id, 24/06/2025).
Peristiwa seperti ini merupakan gambaran nasib guru yang memprihatinkan. Salah satu guru menyatakan belum mengetahui penyebab tuta belum dibayarkan, padahal tuta sudah diatur dalam Peraturan Gubernur No 41 tahun 2021, namun sejak Januari tahun 2025 sampai saat ini belum ada pencairan (mediabanten.com, 28/06/2025).

Guru Oemar Bakri, akan selalu ada dalam pendidikan di Indonesia. Kesejahteraan guru masih menjadi PR bagi pemerintah daerah dan pusat. Guru dituntut untuk mengajar sepenuh hati namun diperlakukan setengah hati oleh pemerintah. Penggajian guru disesuaikan dengan ketersedian sumber dana negara. Pengelolaan keuangan negara ditentukan dengan anggaran pendapatan, sementara pengeluaran semakin besar, ibarat pepatan besar pasak daripada tiang. Alih-alih efesiensi, namun disisi lain gaji hakim dinaikan demi kesejahteraan, sementara nasib guru diabaikan.

Kesejahteraan guru harusnya menjadi prioritas utama, hal tersebut merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan penghargaan atas jasa-jasa yang sudah dilakukan oleh seorang guru. Guru merupakan garda terdepan dalam pendidikan, untuk mencetak generasi unggul berkualitas. Beban kinerja secara administrasi harus dilaksanakan sementara mendidik tujuan utama. Guru bukan hanya tulang punggung keluarga namun juga menjadi tumpuan mendidik generasi emas sesuai harapan nusa dan bangsa.

Bagaimana guru bisa fokus mendiidk peserta didik jika pikiran mereka masih bercabang mencari kerja tambahan di luar sekolah. Menurut anggota komisi X DPR RI Juliyatmono bahwa seharusnya gaji guru standarnya Rp 25 juta per bulan, agar guru lebih fokus dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kondisi gaji guru berdasarkan data Kemendikbudristek tahun 2024, bahwa rata-rata gaji guru ASN golongan III berkisar Rp 4 juta – Rp 7 juta per bulan, sementara guru honorer jauh di bawah UMR daerah (detik.com, 11/05/2025).

Guru honorer yang berada di daerah-daerah, apalagi masuk dalam kategori daerah terpencil nasib mereka sangat memilukan, terlebih guru honorer yang mengajar di swasta. Gaji guru honorer swasta sangat jauh dari UMR, bahkan mereka menerima gaji di bawah rata-rata upah minimum daerah, bahkan sering mengalami penunda gaji. Lembaga pendidikan hanya memperhatikan peningkatan aspek akademik tanpa memperhatikan kesejahteraan guru.

Berbagai kebijakan guru sering dianaktirikan, karena guru dianggap sama seperti profesi lainya, sekadar sebagai pekerja. Kondisi seperti ini membuat guru miskin secara materi dan juga tidak bermartabat. Negara tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan, yang harusnya peran negara memberikan kehidupan yang layak bagi guru.

Tugas guru fokus dalam mendidik dan tidak berpikir untuk besok makan apa. Sistem keuangan dalam negara kapitalisme hanya mengandalkan utang untuk membiayai keperluan anggaran negara, sehingga gaji yang besar dirasakan membebani negara. Sistem kapitalisme hanya meraih keuntungan, sehingga pendidikan hanya dijadiakan investasi bukan kebutuhan umum. Biaya pendidikan tinggi namun gaji guru rendah.

Sistem pendidikan dalam Islam memberikan kesejahteraan kepada guru. Guru dalam Islam sangat dihargai dan dihormati, karena peran guru sangat besar dalam mendidik serta membina generasi dan memajukan peradaban bangsa. Saatnya masyarakat paham bahwa peran guru sangat penting sebagai ujung tombok untuk memajukan pendidikan. Negara Islam mampu memberikan apresiasi kepada guru dengan gaji tinggi karena negara Islam memiliki sumber pemasukan yang beragam dan dalam jumlah besar.

Hal ini tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi Islam yang menentukan beragam sumber pemasukan dari sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam dalam Islam merupakan kepemilikan umum yang dikelola negara dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, saatnya kita menggunakan Islam secara menyeluruh agar guru terhormat dan bermartabat sebagai penyangga utama peradaban. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here