Oleh: Rahmatul Aini (Penulis dan Aktivis Dakwah)
Wacana-edukasi.com, OPINI–Polemik program MBG masih saja menelan korban, pelaksanaan MBG adalah realisasi janji kampanye presiden dalam mengatasi masalah malnutrsi dan stunting pada anak serta ibu hamil, harapannya kualitas SDM mampu meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Namun miris di tengah upaya pemerintah memperbaiki malnutrisi justru korban banyak yang berjatuhan di berbagai daerah, mulai dari kasus keracunan, makanan berulat, sampai makanan yang sudah basi tak layak di konsumsi.
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Indef, Izzudin Al Farras menyampaikan sudah lebih dari 4 ribu korban keracunan MBG selama 8 bulan pelaksanaan, program ini justru malah menimbulkan masalah serius, tentu angka tersebut tidak bisa dipandang sebagai angka statistik semata.
Ia menganggap bahwa hal ini adalah buah dari lemahnya perencanaan dan pengawasan pemerintah dalam menjalankan program besar dengan dana triliunan rupiah (liputan6.com, 4 Sep 2025).
Sebanyak 400 siswa mengalami keracunan akibat Makanan Bergizi Gratis di Bengkulu, kasus ini menjadi sorotan media asing termasuk Al-Jazeera dan Reuters.
Puluhan siswa TK hingga SD bahkan guru menjadi korban setelah menyantap makanan dari program MBG. Kasus tersebut sebagai salah satu insiden terburuk dalam program ungggulan presiden Prabowo Subianto (tribunnews.com, 3 Sep 2025).
Apakah MBG Berhasil Memberantas Stunting?
Tentu dengan adanya program MBG yang sudah berjalan beberapa bulan, pemerintah dan masyarakat berharap MBG menjadi solusi masalah malnutrisi dan stunting sehingga generasi bisa kuat, sehat dan cerdas.
Namun faktanya justru masalah stunting itu terjadi sebab malnutrisi di usia 1000 HPK atau sejak dalam kandungan sampai usia 2 tahun, dan pemberian makanan di sekolah jelas tidak bisa menyelesaikan masalah stunting.
Pasalnya pemerintah hanya fokus memberikan makanan anak-anak di sekolah, sementara anggota keluarga yang lain di rumah tidak bisa makan karena kemiskinan, di tambah dengan bapak sebagai kepala keluarga terkena PHK, kesulitan mencari pekerjaan dan tidak punya pendapatan.
Bahkan beberapa siswa akhirnya pulang membawa menu MBG untuk dimakan bersama anggota keluarga lain di rumah. Itupun 1x makan, sehingga tak cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan rakyat miskin.
Bahkan kasus keracunan MBG yang terus berulang terjadi adalah bukti bahwa negara gagal mengatasi stunting atau malnutrisi tehadap kesehatan generasi, alih-alih program MBG mendapatkan manfaat justru menjadi masalah baru yang mengintai masyarakat.
Bahkan imbas dari program MBG yang mencapai anggaran trilian, APBN negara dipangkas, PHK membludak, PPN dan PBB naik, penerima bansos serta KIP di potong, biaya kehidupan yang serba mahal. Alhasil rakyat dibiarkan sendiri berjuang mencari sesuap nasi, mau dari harta haram atau halal negara tak memikirkan hal demikian.
Pinjol, judol, begal, dan kriminalitas semakin merajalela. Hal tersebut seperti sudah normal di tengah masyarakat yang terhimpit hanya demi mengisi perut dan bertahan hidup, sedangkan di waktu yang bersamaan justru penguasa hidup dalam kelimpahan dan kemewahan.
Negara tak ubahnya seperti regulator yang hanya berperan sebagai pembuat aturan, sama sekali kinerja mereka tak menyentuh ranah kepentingan masyarakat.
Bahkan mirisnya banyak pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan justru harus diberikan kepada pihak swasta, lalu apa fungsi penguasa jika hari ini masyarakat tidak tersentuh kesejahteraan? Padahal kekayaan alam Indonesia melimpah ruah dan mampu membiayai kebutuhan rakyat.
MBG Jelas Bukan Solusi
Dari awal program MBG berjalan, pro kontra mulai mencuat di kalangan masyarakat banyak pihak menilai hal tersebut bukan sebagai solusi tapi menimbulkan masalah baru.
Misal mencegah malnutrisi pada generasi, harusnya di mulai dari asupan nutrisi di usia 1000 HPK, ibu hamil bisa mengkonsumsi buah, sayur, daging serta vitamin yang lain agar bayi tumbuh sehat, kuat dan cerdas.
Namun masalahnya semua kebutuhan serba mahal, yang menyebabkan daya beli masyarakat rendah dan tak mampu mencukupi kebutuhan nutrisi. Sekedar untuk beli buah pun tak mampu apalagi kebutuhan gizi lainnya seperti daging.
Bahkan tidak adanya quality control menunjukan kelemahan pengawasan terhadap rekan dapur MBG, tak hanya masalah keracunan, pengadaan ompreng MBG yang ditulis Made in Indonesia dan dilabel SNI, tapi ternyata diimpor dari China dengan kualitas campuran antara food grade dan non food grade.
Belum lagi ditengarai adanya penggunaan minyak babi sebagai pelumas dalam pembuatan ompreng MBG yang menjadi masalah kehalalan makanan yang dijaga oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Solusi Fundamental
Mewujudkan generasi yang sehat dan cerdas butuh keseriusan, maka dari itu mengatasi perkara cabang bukan sebuah solusi yang tepat.
Akar permasalahan dari berbagai macam kasus hari ini termasuk polemik MBG yang tak kunjung usai adalah buah dari penerapan aturan yang salah, sistem kapitalisme hanya menyisakan ruang kegagalan sebab akal manusia tak mampu menjangkau solusi bagi manusia yang lain.
Dalam sistem Islam memenuhi kebutuhan pokok rakyat adalah tugas dan kewajiban negara, sistem khilafah akan menjamin kesejahteraan bagi rakyat mulai dari pemenuhan sandang, pangan dan papan.
Negara berperan sebagai pemimpin dan pelayan umat sebab mereka percaya amanah yang di emban akan ada hari hisab di hadapan Allah SWT.
Khilafah akan memantau layanan publik dan memastikan tersedia secara baik bahkan gratis di bawah control khalifah, hal ini sebagai bentuk tanggung jawab negara kepada rakyat.
Negara khilafah memiliki pendapatan dari berbagai sumber, harta ghanimah, fai, kharaj, hasil kekayaan alam (air, minyak, tambang, laut) dan masih banyak lagi. Sehingga kas negara bisa tetap stabil dengan pemasukan yang sudah ada, dan sebagai jalan mensejahterakan rakyat secara keseluruhan.
Adapun dengan adanya kasus stanting atau malnutrisi akan dicegah dengan upaya preventif, pencegahan sejak awal melalui jaminan kebutuhan dasar, layanan kesehatan gratis serta edukasi gizi, hal ini sebagai bentuk keseriusan negara.
Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang mampu melahirkan generasi yang sehat dan kuat serta mewujudkan kesejahteraan bagi umat, bukan dengan sistem kapitalis yang tambal sulam dan tak menyentuh akar persoalan.
Views: 0
Comment here