Opini

Kumpul Kebo Berujung Mutilasi, Dampak Liberalisasi Pergaulan

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Mery Isneini

Wacana-edukasi.com, OPINI–Baru baru ini muncul berita yang menghebohkan masyarakat, terutama warga Jawa Timur yaitu kasus pembunuhan mutilasi yang sangat sadis yaitu dipotong-potong hingga ratusan potongan. Bagaimana tidak sadis kasus pembunuhan yang dilakukan oleh orang terdekat ini menyisakan kengerian yang sangat,kok sampai hati memutilasi sebegitu sadisnya hingga menjadi potongan-potongan kecil seperti melakukannya pada binatang.

Dialah Alvi Maulana (24 tahun) seorang lulusan S1 salah satu universitas di Jawa Timur yang notabene nya adalah seorang terpelajar yang telah tega menghabisi nyawa pacarnya sendiri TAS (25 tahun) lalu memutilasi tubuh korban hingga menjadi ratusan potongan. Sebagian potongan tubuh korban dibuang di daerah Pacet Mojokerto, dan yang lainnya disimpan di kos korban di daerah Lidah Wetan Surabaya, Jawa Timur. Adapun motif dari pembunuhan tersebut karena alasan kesal tidak dibukakan pintu kos dan kesal karena tuntutan ekonomi dari korban.

Kasus pembunuhan sadis ini terjadi pada Minggu (31/8) sekitar pukul 02.00 WIB di kos pelaku dan korban. Alvi dan TAS telah menjalin hubungan selama 5 tahun dan tinggal bersama (living together) di sebuah rumah kos di Jalan Raya Lidah Wetan, Kelurahan Lidah Wetan, Lakarsantri, Surabaya Jawa Timur. Semua ini berawal dari mereka yang tinggal bersama layaknya pasangan suami istri yang sudah menikah, ada rasa kekesalan berlebihan yang dialami Alvi, pelaku sedikit kewalahan dengan berbagai tuntutan ekonomi yang diminta korban yang meminta gaya hidup tinggi dan seterusnya dilansir detikJatim, Senin (8/9/2025) (News.detik.com).

Tinggal bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan yang sah atau kohabitasi semakin banyak dipilih oleh generasi muda saat ini terutama di kota-kota besar yang gaya hidupnya cenderung bebas. Alasannya pun beragam, mulai dari yang ingin lebih mengenal pasangan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sampai pertimbangan praktis ekonomis seperti efisiensi biaya hidup di perkotaan yang cukup tinggi.

Kisah mutilasi seorang gadis menyisakan catatan fakta tren kehidupan bebas generasi muda, yaitu living together atau kohabitasi atau kumpul kebo. Tinggal bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan atau kohabitasi makin banyak dipilih oleh generasi muda saat ini. Alasannya pun beragam, mulai dari ingin lebih mengenal pasangan sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius, sampai pertimbangan praktis seperti efisiensi biaya hidup.

Sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan membuat seseorang merasa bebas bertindak dalam kehidupannya tanpa mengindhkan norma etika dan agama. Ketika dalam kondisi marah, cinta, senang, seseorang akan melampiaskan dengan cara apa pun sesuka hatinya. Tidak peduli apakah itu halal atau haram. Seolah olah yang dia lakukan nantinya tidak dimintai pertanggungjawaban.

Normalisasi aktivitas kumpul kebo di kalangan anak muda saat ini menjadi tren toksik buah dari sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan. Dalam kondisi masyarakat sekuler-liberal saat ini, aktivitas pacaran bukan lagi hal yang tabu bahkan dianggap sesuatu yang wajar. Bahkan tinggal serumah dengan pasangan yang belum halal dan membagi tugas rumah tangga dengan pasangan yang belum halal adalah hal yang wajar.

Dari fakta yang ada negara tidak berusaha membentuk rakyatnya agar memiliki pemahaman yang benar dalam menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan agama, yakni pemahaman Islam. Bahkan, aktivitas pacaran dan perzinaan yang melanggar syariat, tidak terkategori dalam tindak pidana. Akan dipidana jika sudah ada korban.Selain itu negara justru memfasilitasi tontonan-tontonan yang tidak bermutu di televisi maupun di sosial media yang begitu banyak tayangan-tayangan yang mengumbar aurat tanpa ada filter dari negara sehingga sangat mudah dikonsumsi oleh Masyarakat terlebih anak dibawah umur. Maka jangan heran anak-anak kecil sekarang pergaulannya menjadi bebas akibat dari sistem yang memang mendukung ke arah tersebut.

Ketakwaan individu adalah benteng awal bagi seseorang agar mampu bertindak sesuai dengan tuntunan syariat. Ketika seseorang telah paham agama seseorang akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Islam seperti aktivitas pacaran dan membunuh bahkan sampai memutilasi.

Perlunya peran masyarakat dalam mengontrol terhadap pergaulan bebas yang ada di lingkungannya, berusaha selalu aktif dalam mengingatkan dan mencegah kemungkaran.

Penerapan sistem Islam secara kaffah adalah kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan persolan umat saat ini. Negara harusnya berperan aktif membentuk rakyatnya agar memiliki kepribadian Islam melalui sistem pendidikan Islami yang berbasis akidah Islam, yang didalamnya menerapkan kurikulum sistem pergaulan Islam, serta melaksanakan sistem sanksi yang tegas yaitu sanksi yang terdapat di dalam Al-Quran dan as Sunnah pada pelaku jarimah (pelanggaran terhadap hukum syariat).

Berbagai fakta kerusakan yang terus ada saat ini harusnya menjadikan umat sadar bahwa sistem kapitalis sekuler yang ada saat ini adalah biang keroknya. Umat harus dibangun kesadarannya untuk mengatasi berbagai problematika kehidupan ini satu-satunya solusi adalah menerapkan sistem Islam kaffah sistem yang berasal dari pemilik jagad raya ini yang sudah pasti akan membawa kebaikan dan keberkahan.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 17

Comment here