Oleh: Hilma Kholipatul Insaniyah, S.Si.
Wacana-edukasi.com, OPINI–Rumah bukan sekadar dinding, atap, serta pintu yang akan melengkapi sebuah bangunan. Tapi rumah adalah tempat paling jujur bagi manusia. Disana manusia bisa melepas topeng-topeng, tidak berpura-pura untuk kuat dan bisa menjadi diri sendiri. Tempat berbagi hangat, memenuhi rasa meski tampak sederhana.
Hanya saja, hari ini rumah tak lagi aman dan nyaman. Ayah dan ibu saling bertengkar, pukul memukuli, bahkan tak jarang kekerasan yang terjadi terekam dalam memori anak-anak. Mereka terbiasa melihat tamparan keras dari ayah ke ibu, atau cacian yang terlontar dari ibu sebagai orang pertama memberikan cinta kasihnya.
Suami bakar istri, ayah melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya (kompas.com, 18/10/25), bahkan dalam Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) mengungkap sampai bulan september 2025 KDRT mencapai 10.240 kasus. KDRT merupakan perkara serius yang harus ditangani segera karena jika hal ini terus berlanjut, tidak hanya tatanan keluarga yang menjadi goyah melainkan kekerasan remaja pun bisa terjadi.
Sebut saja CR, sakit hati yang dialami membuat CR tega membacok nenek angkatnya lantaran disebut cucu pungut. Kekerasan pada remaja tidak sampai disitu, dilansir beritasatu.com (13/10/25) remaja 16 tahun membunuh sekaligus rudapaksa bocah 11 tahun di Cilincing, Jakarta Utara.
Dari sini kita dapat melihat dengan jelas bahwa keretakan keluarga berdampak langsung pada perilaku remaja. Sulit mengontrol emosi saat ada yang tidak mengenakkan hati membuat remaja berani melakukan kriminalitas.
Hilangnya Nilai Agama Akibat Sekularisme
Tidak bisa dipungkiri bahwa penyebab utama dari KDRT berujung kekerasan remaja adalah menyingkirnya nilai agama dalam kehidupan. Baik pasutri atau remaja kehilangan landasan takwa dan krisis moral. Padahal, agama lah yang mengajarkan bagaimana pernikahan adalah ibadah seumur hidup bukan hanya kepuasan dibawah perut saja. Namun pada saat terjadi perbedaan visi dan misi dengan mudahnya mereka menyentuh fisik dan cacian. Bahkan banyak yang akhirnya memutuskan untuk berpisah. Mereka tidak mengingat bahwa ada anak-anak yang menjadi tanggungjawab mereka dihadapan Allah Swt. Mengapa nilai agama ini bergeser? Pengaruh utamanya adalah bersarangnya paham sekularisme dalam benak kaum muslim saat ini.
Pemahaman sekularisme-liberalisme menumbuhkan kebebasan tanpa batas. Sikap apatis bahkan individualis sering sekali dialami, hal ini justru merusak keharmonisan dan perilaku buruk remaja. Ayah pemukul, ibu pendendam akan melahirkan anak dengan perilaku yang sama bahkan dua kali lipat lebih parah dibanding kedua orangtuanya.
Sementara pendidikan agama tidak dipupuk didalam rumah tangga. Hanya ada materialisme yang memperparah sifat kebahagiaan. Kebahagiaan dalam aspek materialisme hanya seputar duniawi. Maka sangatlah wajar jika tekanan kehidupan dapat mengantarkan mereka pada keretakan dan kekerasan.
Sedangkan negara yang seharusnya menjadi penyelesai konflik abai terhadap hal ini. Kalaupun ada Undang-Undang dari UU PKDRT belum menyentuh akar masalah. Salah satu isi dalam UU tersebut adalah pengklasifikasian kekerasan, hak korban serta sanksi bagi pelaku. Dapat kita lihat bahwa UU tersebut hanya menindak hukum pelaku namun tidak mengubah sistem yang rusak. Sejatinya, problematika ini akan terselesaikan jika sekularisme dapat dihapuskan diatas muka bumi dan digantikan oleh sistem Islam yang berasal dari pencipta alam semesta, Allah Swt. dengan pedoman hidup Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Solusi Islam Bersifat Konstruktif
Islam tidak sekadar ajaran keagamaan. Islam merupakan ideologi yang menyeluruh, mencakup aturan, dan sanksi bagi pelaku pelanggaran. Oleh karenanya, akar masalah yang disebutkan sebelumnya dapat diselesaikan melalui penerapan Islam secara total.
Syariat Islam telah memberikan pendidikan secara sempurna sehingga dapat membentuk kepribadian bertakwa dan berakhlak mulia. Orientasi kehidupan tidak hanya duniawi, melainkan ukhrawi.
Sebelum membina keluarga, Islam menyuruh pemuda untuk membekali dirinya dengan tsaqofah Islam. Suami-istri siap dengan peran masing-masing dalam keluarga mereka. Sehingga kelak saat ujian datang dalam rumah tangga ia tidak akan bersikap gegabah terhadap istri maupun anaknya. Begitu juga dengan istri sebagai ibu, pendidik, serta menejer rumah tangga yang dapat membantu rumah tangga menjadi rumah yang nyaman dan memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak.
Maka wajar ketika kaum muslim menggunakan kaidah ini akan mencetak generasi yang tangguh bukan lembek. Ummu Sulaim dan Fatimah binti Ubaidillah salah satu contoh berapa agung dan mulianya tsaqofah Islam yang akan mencetak periwayat hadits dan ulama hebat seperti Anas bin Malik dan Imam Syafi’i.
Peran yang tak kalah penting dalam menyelesaikan problem KDRT dan kekerasan remaja juga terletak pada negara. Negara sebagai (ra’in), menjaga kesejahteraan dan keadilan sehingga keluarga tidak akan tertekan dalam masalah ekonomi. Lapangan pekerjaan akan terbuka selebar-lebarnya bagi ayah, harga-harga murah dan distribusi juga sangat baik, anak-anak berpendidikan salih karena paham sekularisme dibabat habis.
Sanksi dalam Islam pun ditegakkan untuk memberikan efek jera bagi pelaku, termasuk pelaku dibawah umur. Hal ini pun akan mencegah masyarakat berperilaku serupa, mendidik masyarakat agar hidup dalam tuntunan syariat. Tentu, syariat Islam dapat tegak menyeluruh ketika sistem yang rusak ini digantikan dengan sistem Islam dalam bingkai Daulah Islamiyah. Insyallah tak lama lagi. Waallahu’alam bish-showab.
Views: 11


Comment here