Opini

Komodo Terusik Rezim Kapitalistik

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Niswa (Aktivis Dakwah)

Wacana-edukasi.com — Upaya pemerintah untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan membangun destinasi wisata premium ala Jurasic Park di Pulau Rinca yang merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo (TNK) di Nusa Tenggara Timur (NTT) banyak mendapat perlawanan dan menimbulkan polemik di berbagai pihak. Pasalnya pembangunan tersebut akan mengganggu keseimbangan alam khususnya ekosistem dan habitat komodo.

Protes datang terutama dari masyarakat lokal, Aloysius Sumartim, yang menyatakan keprihatinannya atas arah pembangunan pariwisata yang dinilai tidak mengindahkan konservasi di TNK dan menolak investasi bisnis di dalam kawasan tersebut. Karena wilayah itu merupakan ekosistem alami Komodo dan satwa lainnya dan juga sebagai ruang hidup masyarakat lokal (gatra.com, 13/02/2020).

Bahkan Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema, mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memahami dan menjalankan perannya sebagai penjaga konservasi TNK dan harus mengawal agar regulasi dan kebijakan terkait TNK tidak bertentangan dengan spirit konservasi, bukan hanya sebagai pemberi izin pembangunan infrastruktur (dpr.go.id, 26/10/2020).

Walaupun mendapatkan protes dari banyak pihak, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menegaskan tetap akan mempromosikan proyek wisata Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT). Alasannya, komodo merupakan hewan yang hanya ada di Indonesia sehingga memiliki nilai jual tinggi. Ia mengakui jika proyek ini memang bersifat komersil. Namun, tujuannya adalah untuk menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut (cnnindonesia.com, 27/11/2020).

Hal tersebut semakin memperlihatkan wajah sistem ekonomi kapitalis yang sesungguhnya. Segalanya dijadikan ladang bisnis dan bisa dieksploitasi, tidak terkecuali habitat komodo yang sekarang menjadi sasaran selanjutnya. Dalih untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat setempat selalu digunakan rezim untuk meredam perlawanan terhadap kebijakan yang dibuat. Karena pada kenyataannya, keuntungan para investor tetap menjadi prioritas utama dalam kebijakan pembangungan infrastruktur Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo di Provinsi NTT.

Hal ini bisa dilihat dari 2 Korporasi yang sudah mengantongi ijin konsesi di zona pemanfaatan KSPN, yaitu PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) dan PT Segara Komodo Lestari (SKL). Berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, KWE memegang konsesi seluas 426,07 hektare. Sebesar 274,13 hektare berada di kawasan Pulau Padar dan 151,94 hektare lainnya di Pulau Komodo. Kemudian SKL ditengarai memegang konsesi 22,1 hektare untuk pengembangan Pulau Rinca (bisnis.tempo.co, 27/10/2020).

Sistem ekonomi kapitalis yang tidak mengenal batas kepemilikan menjadikan Sumber Daya Alam (SDA) milik rakyat dapat diprivatisasi oleh swasta dan dikuasai oleh siapa pun. Setelah pengelolaan Bahan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) resmi berpindahtangan dari pemerintah kepada para kapitalis, baik swasta maupun asing, kini pemerintah mencari sasaran baru untuk dijual dan dijadikan sumber pendapatan negara, yaitu sektor pariwisata tanpa mempedulikan habitat alam dan kelestarian lingkungan hidup.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi dari KLHK, Dody Wahyu Karyanto dalam FGD Kebijakan Dalam Pengembangan Pariwisata Alam, bahwa “Destinasi wisata alam memiliki peluang bagus untuk investasi. Potensinya masih sangat luas. Destinasi ini butuh aliran investasi ideal untuk mempercepat proses pertumbuhan kawasan,” (tribunnews.com, 9/12/2020).

Pernyataan tersebut sangat bertolak belakang dengan suara rakyat yang selama ini menjadikan KLHK sebagai pertahanan terakhir untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup terutama kawasan konservasi.

Padahal sejatinya dengan ketersediaan SDA yang melimpah, negeri ini bisa mendapatkan jumlah pendapatan yang fantastis. Jumlah pendapatan tersebut sudah pasti akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan sektor pariwisata, sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan mengentaskan kemiskinan tanpa harus mengorbankan area konservasi untuk dikomersialisasi.

Demokrasi yang sarat dengan kepentingan juga ikut menyempurnakan keberadaan sistem pemerintahan yang materialistik. Hal ini menyebabkan praktik imbal jasa dari penguasa kepada para pemilik modal, sehingga tidaklah mengherankan jika setiap kebijakan yang dilahirkan pun akan berpihak kepada para pemilik modal tanpa mendengar suara rakyat.

Berbeda dengan Islam yang turun tidak hanya sebagai agama, akan tetapi juga sebagai ideologi yang dapat diterapkan dalam wujud Daulah Khilafah. Dimana khilafah akan menjadikan Islam sebagai dasar untuk mengatur semua urusan dan keperluan manusia, termasuk dalam memanfaatkan dan melestarikan lingkungan hidup tanpa harus merusaknya.

Dalam sistem Islam, ada istilah yang dikenal dengan hima, yaitu kawasan konservasi untuk menjaga keseimbangan alam bagi kehidupan binatang liar maupun tumbuh-tumbuhan. Pulau Rinca, yang merupakan bagian dari wilayah TNK, termasuk dalam kategori hima.

Dengan demikian, Pulau Rinca seharusnya tidak boleh dieksploitasi oleh manusia untuk kepentingan apapun, apalagi dijadikan objek komersialisasi pariwisata untuk menambah sumber pendapatan negara. Sebagaimana Rasulullah menjadikan cagar di sekitar Madinah pada saat penaklukan Makkah yang di dalamnya terdapat larangan berburu dan merusak tanaman dalam jarak tertentu

Sementara untuk pendapatan negara, khilafah mengelola SDA secara mandiri tanpa campur tangan pihak asing, sebagaimana sistem Islam mengatur hal tersebut. Sehingga hasil pengelolaan SDA dapat digunakan untuk membiayai segala keperluan umat, terutama dalam menjamin keberadaan pelayanan fasilitas umum secara gratis untuk semua kalangan masyarakat, mulai dari kesehatan, pendidikan, dan yang lainnya.

Demikianlah sempurnanya sistem Islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Hingga penerapannya tidak saja mensejahterakan manusia, akan tetapi juga alam, hewan dan makhluk hidup lainnya. Semoga hal ini menambah semangat kaum muslim dalam berpartisipasi untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam dalam institusi Daulah Khilafah, agar terwujud Islam sebagai rahamatan lil alamin.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 57

Comment here