Syiar IslamTabligul Islam

Ketika Marah, Semua Tak Indah

blank
Bagikan di media sosialmu

By: Alvi Rusyda (Teacher TK IT Adzikra Padang)

Wacana-edukasi.com — Menjadi seorang guru TK bukan impian saya. Namun, saya penasaran menggeluti dunia mengajar anak usia dini. Saya yakin, kelak saya akan memiliki anak dan juga menjalani tahap perkembangan anak sepanjang usianya. Alhamdulillah, saat ini profesi guru TK kujalani di samping amanah dakwah kampus, dan mahasiswi.

Menghadapi polah dan tingkah anak, membuat saya harus banyak belajar. Mereka dengan kepolosannya masih mengenal lingkungan dan teman-teman. Alhamdulillah, tiap hari selalu ada perkembangan anak-anak.

Saya berusaha menanamkan nilai karakter Islami kepada anak-anak, supaya mereka bisa mandiri, bersosialisasi dengan temannya, dan mematuhi aturan sekolah.

**

Waktu Istirahat, anak-anak bermain bersama. Ada yang main lego, puzle, masak-masakan, dan lainnya. Muratal pun saya putarkan, supaya mereka bisa terbiasa mendengar ayat Al-Qur’an seraya bermain atau bermain. Terkadang juga bermain sembari bercerita.

Ketika lagi asyik bermain, mata Ahmad tertuju pada mainan yang dipakai Anisa.

” Aku mau mainan ini…”, seraya tangannya menarik paksa mainan yang dipegang Anisa.

” Gak boleh, aku lagi main”, teri
Anisa dengan nada tinggi, tangannya masih menggenggam kuat mainan yang ditarik oleh Ahmad.

“Pinjam dulu …” Teriak Ahmad dengan marah.

“Tidak boleh …” pekik Anisa lantang.

Akhirnya mereka pun berebutan mainan dan Anisa menangis karena mainannya diambil, sementara Ahmad senang karena keinginannya tercapai. Hampir saja Anisa hendak memukul Ahmad, namun dengan cepat badan bocah kecil itu kupeluk erat.

Ya, inilah dunia anak, terkadang mereka bermain bersama. Namun, sering pula mereka bertengkar tak ada yang mau saling mengalah.

Dunia mereka memang penuh pesona, rasa bahagia saat mereka ceria dan rukun bersama. Namun tidak dimungkiri, terkadang hati ini pun pernah marah karena ulah nakal mereka.

Berada di antara mereka, diperlukan kecerdasan mengelola emosi. Menarik napas pelan, banyak beristighfar, menguasai emosi diri (tenang), baru bertindak sigap melihat suasana.

Kupeluk Anisa yang masih menangis, sembari mengelus dadanya kusampaikan pelan nasehat singkat padanya. Rupanya cara ini manjur menenangkannya. Setelah tenang, ia pun kembali bermain dengan teman yang lain.

Kemudian, kudekati Ahmad yang asyik bermain. Hal yang sama pun kulakukan pada Ahmad, menasehatinya dengan pelan.

“Ahmad, Cher tahu Ahmad mau mainan yang dipakai Annisa. Namun, apakah boleh kita mengambil paksa?” sembari kuelus kepalanya dengan lembut.

“Tidak cher,” jawabnya santai sambil sibuk dengan mainannya.

“Berarti, Ahmad bila ingin mainan teman, harus minta izin dulu ya! Kalau diizinkan, baru diambil. kalau tidak, kita cari mainan yang lain, ok!” tuturku seraya menatap mata Ahmad.

Ahmad hanya mengangguk tanda paham.

“Teman-teman, bolehkah kita marah ketika ada teman yang tidak mau meminjamkan mainannya?” tanyaku kepada anak-anak.

“Tidaaaak,” jawab anak-anak serempak.

Akhirnya, saya menyuruh Ahmad meminta maaf kepada Anisa, dan Anisa pun mau memaafkannya. Mereka pun kembali akur bermain bersama.

Selesai main, anak-anak duduk manis menjelang pulang sekolah. Sebelum pulang, saya sampaikan cerita dan nasehat larangan marah, meminta maaf kalau bersalah, mau memaafkan teman, dan bermain bersama-sama.

Terakhir saya ajak anak-anak untuk murajaah hadits larangan marah.

” Teman-teman, bacakan hadits larangan marah,” sembari kuangkat tanganku memberi dengan kode jari. “1 2 3″ seruku keras.

” Laa Taghdhab Walaakal Jannah ( Janganlah kamu marah kalau mau masuk Surga, ” suara anak-anak memenuhi ruangan, masya Allah.

“Teman-teman, jika ada teman kita marah, bacakan hadits ini ya!”

” Ya cher,” mereka mengangguk tanda setuju.

Alhamdulillah, ketika mereka bermain di halaman, tanpa sengaja, ada anak terdorong temannya saat antrian main perosotan, Ia marah, dan teman yang lain, membacakan hadits ini. Alhamdulillah tidak jadi marah, dan teman yang mendorong segera minta maaf.

Begitulah drama setiap hari, rasa lelah pasti ada, namun sabar yang jadi penawarnya. Anak-anak usia dini masih tahap belajar dan bersosialisasi dengan temannya, semua butuh proses, dan ilmu membentuk karakter anak.

++++

Rasa marah itu muncul dari naluri baqa’ manusia. Ini fitrah manusia, jika ada dorongan dari luar, maka kita harus menahan kemarahan tersebut.

Sebagai manusia, begitu banyak hal yang membuat  marah, seperti ketika merasa diserang, ditipu/dibohongi, frustrasi, atau diperlakukan tidak adil. Sudah menjadi naluri manusia untuk berada dalam situasi yang aman. Begitu juga dengan kemarahan. Marah terjadi sebagai respon pertahanan diri kita dari situasi yang kita anggap tidak aman/berbahaya, sehingga dengan marah kita akan merasa lebih aman. Namun, itu semua tidak berarti menjadikan kemarahan kita sebagai alasan untuk berbuat hal-hal kekerasan atau kericuhan.

Dalam sudut pandang Islam, marah merupakan bencana yang merusak akal. Ketika hati dalam kondisi lemah, maka setan dan bala tentaranya melakukan serangan. Pada saat manusia marah, maka setan mempermainkan melalui kemarahannya itu, sebagaimana anak kecil yang mempermainkan bola. Telah disebutkan bahwa sebagian para wali, berkata pada iblis: “Tunjukkanlah padaku, bagaimana anda mempermainkan anak cucu Adam?” Iblis berkata: “Aku kuasai dan aku permainkan dia disaat sedang marah dan memperturutkan kesenangan hawa nafsunya”. Naudzubillah

Dalam al-Qur’an, Allah telah meyinggung orang-orang yang telah menahan marah dan seslu memaafkan kesalahan Allah adalah salah satu ciri-ciri penghuni surga, yang berbunyi:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)

“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)

Masya Allah, luar biasa hikmah menahan marah ya, semoga kita terjaga dari tindakan yang melanggar syariat, aamiin

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 23

Comment here