Surat Pembaca

Kebiri bukan Solusi

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com — Beberapa pekan lalu tepatnya 7 Desember 2020, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Hukuman kebiri ini dianggap sanksi tertinggi yang efektif untuk hentikan predator seksual pada anak. PP tersebut berisi tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Dengan asumsi hukuman kebiri ini akan mampu membuat jera predator seksual terhadap anak sekaligus mengatasi masalah kekerasan seksual pada anak (viva.co.id, 3/1/2021).

Kebiri kimia adalah tindakan yang dilakukan untuk menekan dorongan seksual dan menghentikannya muncul kembali. Caranya dengan memasukkan zat kimia anti-androgen ke tubuh seseorang agar produksi hormon testosteron berkurang. Tindakan ini memiliki efek samping dan dampak bagi tubuh, di antaranya berpotensi mengalami ginekomastia, alias penumbuhan kelenjar susu alias payudara pada pria. Hal ini berdasarkan studi dari Gagne (1981), Meyer; Collier; dan Emory (1992). Selain itu, dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko osteoporosis, bahkan bisa juga menimbulkan dampak perubahan suasana hari alias mood swing, seperti kelelahan, depresi, kemurungan, cepat marah, ketegangan, kecemasan, dan kehilangan kekuatan.

Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah, selain tak menimbulkan efek jera, kebiri juga melanggar konvensi anti penyiksaan. Pun dalam pelaksanaannya kebiri membutuhkan sumber daya dan biaya yang mahal. Diperkirakan mencapai Rp65 juta setahun. Artinya untuk dua tahun membutuhkan biaya Rp130 juta, belum lagi proses rehabilitasinya. Sementara korban pun harus mengeluarkan biaya untuk divisum, pemulihan, dan pengobatan (bbc.com, 4/1/2021).

Jika dilihat dengan pandangan yang mendalam, seharusnya pemerintah tidak memberlakukan hukuman kebiri kimia. Memang benar pelaku kekerasan seksual pada anak harus dihukum berat agar jera dari perilaku menyimpang. Namun, memberlakukan hukuman kebiri kimia pada pelakunya bukanlah solusi. Justru malah menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat.

Negeri berpenduduk mayoritas muslim ini, harusnya meneladani Rasulullah saw. dalam menyelesaikan masalah. Pelaku kekerasan seksual pada anak dihukum sesuai perincian fakta perbuatannya mengikuti ketentuan syariat Islam. Selain itu, di tengah masyarakat juga harus ditanamkan tata nilai dan aturan Islam dengan pemberlakuan sistem Islam secara kafah. Jika ini dilakukan permasalahan kekerasan seksual pada anak akan bisa diselesaikan secara tuntas.

Maysaroh, Nst.Musi Banyuasin

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 0

Comment here