Opini

Kapitalisasi dan Abainya Negara, Sebabkan Celah Pengangguran

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sindi Laras Wari, S.K.M. (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, OPINI--Perguruan tinggi tempat yang diinginkan banyak orang untuk mendapatkan pendidikan yang lebih atau pun sebagai jembatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun di era kini gelar sarjana tidak menjamin kita mendapatkan sebuah pekerjaan apalagi pekerjaan yang layak, mengapa hal ini bisa terjadi?

Badan Pusat Statistik menyampaikan terdapat tren yang mengkhawatirkan terhadap data penganggur yang bergelar sarjana. Pada tahun 2024 angka penganggur yang bergelar sarjana tercatat turun, dari yang sebelumnya pada tahun 2014 sebanyak 496.143 orang kemudian mengalami lonjakan yang sangat signifikan di tahun 2020 menjadi 981.203 orang dan akhirnya sedikit menurun menjadi 842.378 orang pada tahun 2024 (cnbcindonesi.com, 1/5/2025).

Tren angka pengangguran pada masyarakat di Indonesia yang bergelar sarjana sangat mengkhawatirkan, walau pun mengalami penurunan di tahun 2024 namun tetap saja angka tersebut tergolong masih tinggi dan mencemaskan. Melihat fakta yang ada di tahun 2025 ini angka pengangguran tidaklah semakin berkurang, sebab yang sudah bekerja banyak yang terkena badai pemberhentian hubungan kerja (PHK) dan yang tamat dari perguruan tinggi juga tidak kalah banyaknya. Angka pengangguran yang tinggi dan mengkhawatirkan semakin diperjelas dengan laporan International Monetary Fund (IMF) yang menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara enam negara di Asia tenggara per April 2024 (kompas.com, 30/4/2025).

Penerapan Kapitalisme menjadi akar masalah pengangguran yang tidak kunjung usai dihadapi, dari tahun ke tahun angka pengangguran tetap berada dinilai yang tinggi. Hal ini juga diakibatkan dari tidak adanya peran negara dalam mengatasi pengangguran, negara kapitalistik hanya bertindak sebagai regulator yang parahnya lagi hanya mementingkan korporat. Sehingga penjamin terhadap kesejahteraan rakyat dan terbukanya lapangan pekerjaan tidak ada. Akhirnya muncul kesenjangan yang cukup nyata dan mampu dilihat oleh mata telanjang antara lapangan pekerjaan dengan pelamar pekerjaan.

Yang lebih menyakitkan lagi, negara menyerahkan tanggung jawab lapangan pekerjaan kepada pihak swasta dengan membuka investasi yang sebesar-besarnya dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) kepada asing, aseng dan pihak swasta lainnya. Seperti yang kita ketahui bersama saat ini tidak ada yang namanya makan siang gratis. Ketika para investor mau menanamkan modalnya di Indonesia, pastilah ada tujuan dan syarat tertentu.

Alhasil seperti yang kita lihat pada faktanya, banyak warga negara asing (WNA) yang bekerja di perusahaan yang berada di tanah Indonesia, mereka memasukkan modal sekaligus memasukkan warganya untuk bekerja di tempat tersebut. Para pencari kerja yang ada di Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa atas fakta yang dilakukan oleh negaranya sendiri, sebagai warga negara Indonesia yang sedang mencari kerja dan tidak kunjung mendapatkannya hanya bisa menelan pil pahit buah dari sistem kapitalis yang digunakan oleh negaranya sendiri.

Dunia pendidikan Indonesia menempa para anak didiknya begitu lulus dari dunia pendidikan untuk mampu bekerja dengan skill yang mereka punya. Tapi faktanya begitu lulus mereka kalah saing dengan WNA demikian juga dengan para tenaga kerja lokal dan pribumi, gaji yang mereka dapatkan lebih rendah dari gaji WNA. Dikutip dari tempo.co, 3 Februari 2025, bahwa terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara gaji tenaga kerja lokal di Indonesia dengan tenaga kerja asing (TKA), gaji TKA ternyata 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja lokal.

Islam Menyejahterakan

Berbanding terbalik dengan sistem kepemimpinan dalam Islam, pemimpin merupakan pelayan bagi umat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun an ra’iyyatihi,” yang artinya: “Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

Imam Suyuti menyampaikan bahwa lafaz raa’in adalah setiap orang yang mengurusi kepemimpinannya. Beliau mengatakan lebih lanjut “setiap kamu adalah pemimpin”, yang artinya penjaga yang terpercaya dengan kebaikan tugas dan apa saja yang ada di bawah pengawasannya.

Sehingga penerapan sistem dalam negara Islam berbeda dengan kapitalis, negara Islam tidak akan berlepas tangan terhadap umatnya. Negara akan mengayomi dan memberikan jaminan sejahtera terhadap kehidupan umatnya. Setiap umat juga akan diberikan lapangan pekerjaan oleh negara Islam, sebab kepemimpinan dalam Islam tidak hanya sebagai regulator saja. Sistem ekonomi khilafah akan membuka lapangan pekerjaan yang memadai, Khilafah juga akan mengolah SDA secara mandiri tanpa campur tangan pihak swasta mau pun asing.

Umat juga menyadari bahwa umat tidak dibebankan dengan beban ekonomi dalam kehidupan yang harus dikejar dan didapatkan sebanyak mungkin. Karena konsep kebahagiaan di dalam Islam berbeda dengan konsep kebahagiaan dalam sistem kapitalis. Dalam Islam kebahagiaan didapatkan apabila kita mampu meraih ridhonya Allah, jadi setiap individu akan memikirkan kehidupan di dunia tidak hanya tentang mencari cuan yang banyak. Tetapi bagaimana caranya mendapatkan uang yang halal dan cukup untuk memberikan nafkah, memenuhi kewajiban dan tidak lupa memberikan sedekah atas harta yang didapatkan. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here