Oleh: Sri Wulandari
Wacana-edukasi.com, OPINI–Setiap umat muslim pastinya ingin menyempurnakan ibadah mereka salah satunya melaksanakan ibadah haji ke tanah suci. Mirisnya, saat ini untuk melaksanakan ibadah haji tidak mudah. Perjuangan para calon haji dan yang ingin mendaftar haji semakin sulit karena panjangnya antrean, syarat yang semakin banyak dan besarnya biaya dalam menunaikan ibadah haji.
Sebelumnya pada Tahun 2024 DPR dan Kemenag memutuskan biaya haji yang ditanggung jemaah sebesar Rp 56 juta. Namun, dalam pernyataan resminya Presiden RI Prabowo Subianto ingin agar biaya ibadah haji tahun 2025 diturunkan sebesar Rp 4 juta. Masyarakat memiliki harapan besar dengan keputusan tersebut, terlebih dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia saat ini (Cnnindonesia.com (14/5/25).
Baru-baru ini Prabowo menyatakan rasa ketidakpuasannya mengenai penuruan biaya haji, Ia ingin biaya haji Indonesia jauh lebih murah dibandingkan Malaysia mengingat Indonesia adalah penyumbang jemaah haji terbesar (Cnnindonesia.com, 14/5/25).
Di sisi lain, Prabowo mendukung Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) untuk berinvestasi lebih cerdas lagi agar keuntungan bisa bertambah banyak. Ia menganggap dengan adanya investasi BPKH akan mengurangi beban jemaah alias Bipih yang dibayarkan. Selain itu BPKH memiliki kendaraan investasi atau disebut BPKH limited demi memudahkan jemaah haji yang ada di Arab Saudi.
Langkah yang dilakukan Prabowo dengan menurunkan biaya ONH menuai banyak sorotan dan apresiasi. Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal salah satunya mengungkapkan apresiasinya dengan langkah Presiden Prabowo Subianto yang ingin menurunkan biaya haji. Ia mengatakan dengan adanya kampung Indonesia di Saudi dapat menguntungkan untuk haji dan umrah, dan dari sektor bisnis untuk pengelolaan haji Indonesia.
DPR dan Kemenag memang menurunkan ongkos naik haji (ONH), dengan merencanakan berbagai program yang akan diberikan yakni, lobi pemerintah Arab, membuat kampung Indonesia, pemindahan pengurusan dana haji ke BPKH. Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa menurunkan ONH secara signifikan.
Namun, meski adanya penurunan ONH faktanya administrasi dan pelayanan semakin memburuk. salah satunya ribuan lembar visa haji para calon jemaah haji di embarkasi Surabaya, Jawa Timur (Jatim) belum terbit. Tidak hanya di Jatim namun beberapa wilayah di Indonesia mengalami permasalahan yang sama. Dikutip mediaindonesia.com (14/5/25)
Mahalnya ongkos naik haji (ONH) merupakan salah satu bentuk pengaturan ibadah haji yang tidak profesional dan kelalaian dari pemerintah, pengaturan teknis dan administrasi yang lama dan sulit. Pemindahan pengurusan dana haji ke BPKH menjadi salah satu bukti nyata kapitalisasi ibadah yang dilakukan negara kepada rakyatnya.
Di dalam sistem Kapitalis fungsi negara diubah yang seharusnya mengurus dan memenuhi kebutuhan rakyat menjadi berbisnis dengan rakyat. Sistem kapitalisme akan menjadikan barang atau sesuatu yang bernilai manfaat dan menghasilkan keuntungan menjadi ladang bisnis. Begitulah ketika sistem kehidupan yang diterapkan diciptakan oleh manusia.
Sedangkan dalam sistem Islam, penguasa adalah sebagai raa’in (pengurus rakyat), sehingga akan memudahkan urusan rakyat terlebih dalam penunaian ibadah. Oleh karena itu, negara selaku pengurus rakyat termasuk urusan ibadah haji khususnya, harus berhati-hati dalam mengelola dana umat.
Berhaji merupakan salah satu ibadah umat muslim. Sudah seharusnya negara tidak menjadikan ibadah sebagai ladang bisnis dan dari penyelenggaraannya. Inilah salah satu akibat jika penyelenggaraan urusan ibadah umat Islam dicampur sistem kapitalisme. Negara hanya melihat untung dan rugi dalam melaksanakan pelayanan termasuk pelaksanaan ibadah haji kepada masyarakat.
Khilafah akan mengatur penyelenggaran ibadah haji dengan serius. Prinsip pelayanan kepada masyarakat akan sederhana dalam sistemnya, ditangani oleh orang yang profesional dan tentu prosesnya cepat. Khilafah akan membentuk sebuah departemen khusus untuk mengurus urusan ibadah haji dan umrah yang tersentralisasi mencangkup dari pusat sampai daerah.
Adapun gambaran pengaturan ibadah haji dalam Khilafah adalah penetapan ONH akan sesuai dengang biaya yang dibutuhkan oleh para jemaah berdasarkan jarak wilayahnya dan akomodasinya, tidak ada visa haji karena dalam satu negara Khilafah, pengaturan kuota. Dengan begitu dapat memudahkan calon haji dalam persiapan, bimbingan, pelaksanaan, sampai kepulangannya.
Dana haji adalah dana umat. Pengelolaannya harus didasari khusus pada pengurusan urusan ibadah umat dan tidak digabung dengan hal lainnya. Pelayanan ibadah haji kepada masyarakat adalah amanah yang berat sehingga butuh keseriusan dan kejujuran. Prinsip inilah yang harusnya ada dan dijalankan oleh pimpinan, ASN, pejabat, pegawai, dan petugas yang mengurusi haji, terutama Kemenag sebagai pihak pemerintah yang diberi mandat mengelolanya.
Dalam sistem Islam, prinsip-prinsip pengembangan harta bersifat khas. Seorang pemilik harta (shahibul-mal) dapat meningkatkan hartanya melewati kerja sama dengan pengelola harta (mudarib). Dalam hal investasi dana para jemaah, jelas tidak memenuhi prinsip pengembangan harta dalam Islam. Dengan sendirinya, maqhasid syariat (terwujudnya manfaat bagi umat) dalam pengelolaan dana para jemaah justru kabur dan konteksnya tidak sesuai.
Ibadah haji tidak akan lama dan sulit jika pengaturannya dikembalikan pada paradigma negara sebagai raa’in, yaitu pengurus urusan umat. Tidak akan ada kapitalisasi ibadah atau menjadikan haji sebagai ladang bisnis ajang mencari keuntungan. [WE/IK].
Views: 0
Comment here