Oleh: Nila Yustisa Paramitha, S.IP.
Wacana-edukasi.com, OPINI--Air adalah barang paling mendasar yang kita butuhkan. Namun, di tengah kemajuan teknologi dan pembangunan, sering kali kita lupa menanyakan hal paling sederhana: dari mana air yang mengalir di kran rumah kita sebenarnya berasal?
Di Indonesia, PDAM merupakan satu-satunya lembaga resmi penyedia air bersih. Sebagian besar air yang mereka salurkan bersumber dari akuifer yang merupakan lapisan bawah tanah yang menyimpan air hujan selama bertahun-tahun. Akuifer seperti spons raksasa di perut bumi. Jika PDAM menggali air sumur dalam maka hal itu ibarat menyedot cadangan air di lapisan tersebut. Pengambilan secara berlebihan membuat air tanah turun, mata air mengering, dan tanah pun bisa ambles.
Air yang disalurkan PDAM sering tak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Banyak daerah mendapat pasokan kotor, tak lancar, bahkan mati total. Akibatnya, masyarakat harus mencari jalan sendiri untuk memenuhi kebutuhan air. Mulai dari yang menggali air tanah dangkal, ada yang patungan mengadakan air artetis di lingkungan RTnya.
Namun, lebih banyak lagi masyarakat yang tidak mampu mengusahakannya dengan berbagai masalah seperti biaya besar, peralatan mahal, dan kondisi tanah yang tak selalu mendukung.
Hal ini akhirnya membuat banyak pengusaha swasta melirik bisnis air bersih ini. Berbagai perusahaan pengelolaan air bermunculan seperti, air artetis, air tangki, hingga berbagai perusahaan air kemasan.
Kasus yang mencuat baru-baru ini menimpa perusahaan air minum dengan merek AQUA. Selama bertahun-tahun mereka mengklaim produknya berasal dari “air pegunungan”. Namun, sidak yang dilakukan oleh Kang Dedi Mulyadi di pabrik Aqua Sukabumi (Radar Sukabumi, 25 Oktober 2025) memunculkan fakta lain bahwa air tersebut ternyata berasal dari sumur dalam, bukan dari mata air pegunungan seperti yang dipromosikan.
AQUA melalui Danone Indonesia kemudian mengklarifikasi (22 Oktober 2025) bahwa air mereka diambil dari akuifer dalam, pada kedalaman 60–140 meter, yang terlindungi lapisan kedap air dan bebas kontaminasi.
Itu hanya satu kasus yang muncul di permukaan, masih banyak kasus lain yang dialami oleh masyarakat di level grassroot tentang masalah air ini. Kita akhirnya bertanya “Bisakah rakyat mendapat keadilan di sini?”
Dalam sistem kapitalisme, perusahaan hanya tunduk pada satu logika: meminimalkan biaya, memaksimalkan keuntungan. Mereka tidak lagi memikirkan keseimbangan alam, keadilan sosial, tapi margin labalah yang terus dikejar. Akibatnya, masyarakat menjadi korban. Pertama, karena negara gagal menyediakan air yang layak; kedua, karena harus membeli kembali air yang sebenarnya hak mereka.
Dalam pandangan Islam, pengelolaan air, dan sektor vital lainnya merupakan amanah publik atau kepemilikan umum yang harus dijaga oleh negara. Bukan diserahkan kepada swasta. Itulah yang dijalankan oleh Rasulullah ﷺ dan para khalifah setelahnya: sistem yang memastikan setiap orang berhak atas air. Rasulullah bahkan menghalangi individu yang berusaha mengkooptasi lahan vital yang merupakan kepemilikan umum.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Orang-orang Islam bersekutu dalam tiga hal: air, rumput, dan api.” (Hadis riwayat Abu Hurairah)
Air juga merupakan ciptaan Allah yang seharusnya dikelola seperti yang Allah ajarkan dalam firman-Nya:
“Dan Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan pasti Kami berkuasa melenyapkannya.”(QS. Al Mu’minūn:18)
Ayat tersebut menegaskan pada kita bahwa Allah menurunkan air dengan ukuran tertentu yang harus kita jaga. Allah juga mengajarkan pada kita hukum sebab akibat, bahwa jika kita tidak menjaga air maka pasti Allah akan lenyapkan air tersebut.
Dalam ayat lain Allah juga melarang manusia dalam berlebih-lebihan:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebih. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebih.” (QS. Al A‘rāf: 31)
Kedua ayat Allah tersebut menyampaikan kepada kita bahwa Islam mengajak manusia untuk selalu bijak dalam mendayagunakan segala keperluan hidupnya termasuk di dalamnya tentang tata kelola air.
Terlebih, negara harusnya mampu mengarahkan manusia dengan aturan Islam yang dijalankan di dalamnya bahwa manusia itu berserikat dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga tidak boleh pihak swasta melakukan campur tangan pengelolaan air di dalamnya. Hal ini akan memunculkan monopoli dan kesewenang-wenangan sehingga mengganggu kehidupan di tengah masyarakat.
Dari sana kita melihat betapa sistem Islam melindungi keseimbangan alam juga perekonomian di tengah manusia. Maka sebenarnya hanya sistem Islamlah yang tepat untuk dijalankan di tengah manusia.
Solusi Persoalan Air
Pada persoalan ini, secara praktis negara bisa melakukan perbaikan sistem tata kelola seperti : Pengawasan ketat pada korporasi penyedot air tanah, transparansi data sumber air dan izin eksploitasi, penguatan PDAM dan dukungan teknologi pengelolaan berkelanjutan, revitalisasi daerah resapan dan hutan lindung sebagai penyeimbang siklus air.
Namun tak bisa berhenti sampai di sana saja, masyarakat juga perlu didorong kesadarannya untuk memahami tentang air lebih dalam. Baik itu tentang sumbernya, penjagaan sumber dari segala limbah dan kotoran, pengelolaan yang seharusnya negara lakukan, hingga hak dan kewajiban terkait air.
Masyarakat turut memberikan koreksi jika nantinya terjadi kesalahan pengelolaan yang dilakukan oleh negara. Bahkan, memberikan sanksi sosial terhadap pihak atau perusahaan yang telah salah memperjualbelikan air secara ugal-ugalan.
Negara juga perlu mengubah arah pandangnya dalam pengelolaan sumber daya alam. Karena dengan arah pandang kapitalisme sebagaimana yang digunakan negara saat ini akan membuat sistem kehidupan berjalan dengan nafas kapitalisme. Hanya keuntungan material yang diambil dan sering mengabaikan urusan keimanan, kesejahteraan hingga keberlangsungan kehidupan. Sistem ini menjadikan manusia dipenuhi keserakahan sebagaimana yang kita lihat.
Negara pun harus memahami bahwa air dan sumber daya alam lainnya adalah hak semua orang yang tidak boleh dikaplingi atau diprivatisasi. Privatisasi akan melahirkan gap yang besar antara si kaya dan si miskin.
Allah mengingatkan kita supaya harta jangan beredar di kalangan orang kaya saja di antara manusia.
Namun, dengan kapitalisasi sumber daya alam hal itu justru dilanggengkan.
Negara harus hadir sebagai pengelola. Negara sebagai raa’in atau penggembala yang menyejahterakan rakyatnya. Selain itu negara juga sebagai junnah atau pelindung rakyat dari segala hal yang mengancam. Ancaman dari pihak musuh ataupun ancaman kapitalis yang hanya menguntungkan kantongnya sendiri. Negara tidak boleh tunduk pada mereka, sehingga mempunyai kedaulatan dan ketahanan yang kuat.
Dengan begitu air akan kembali pada posisinya. Air dinikmati oleh rakyat tanpa takut kekurangan uang untuk membayarnya. Hanya sistem Islam yang mampu mengembalikan hak rakyat dengan sempurna.
Views: 6


Comment here