Opini

Islam, Melindungi Generasi di Ruang Digital

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Umul Istiqomah

Wacana-edukasi.com, OPINI–Gelombang kenakalan remaja semakin massif dan variatif bentuknya. Dari mulai bullying, gaya hidup liberal, kecanduan konten pornografi, hingga berujung bunuh diri karna rapuhnya mental generasi yang di gadang-gadang karena pengaruh sosial media.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan bahwa data terbaru dari UNICEF menunjukkan sebanyak 48 persen anak-anak di Indonesia pernah mengalami cyberbullying. Bahkan Kementerian Komdigi sendiri mencatat telah menangani sebanyak 596.457 konten pornografi di ruang digital sepanjang 20 Oktober 2024 hingga 6 Oktober 2025.

Anak berisiko besar terpapar konten negatif, jika terus menerus mengakses sosial media tanpa pengawasan orang tua, seperti perundungan daring, hingga kecanduan konten dewasa. Menyadari urgensi tersebut, pemerintah akhirnya melalui Kementerian Komdigi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 (PP Tunas) sebagai respons atas meningkatnya ancaman digital kepada anak-anak (Kompas.com, 06/12/2025).

Cyberbullying sendiri merupakan bentuk perundungan atau penindasan yang dilakukan melalui teknologi digital seperti sosial media yang bertujuan untuk mengintimidasi, mempermalukan, menyakiti korban secara berulang melalui foto/video memalukan, ujaran kebencian, pesan menyakitkan atau penyebaran kebohongan. Dampak dari cyberbullying tentunya tidak jauh beda dengan bullying yang dilakukan secara offline, kesehatan mental korban akan terganggu dan bisa berujung balas dendam hingga yang terparah adalah bunuh diri.

Saking maraknya kejahatan yang terjadi di sosial media, akhirnya lahirlah sebuah Peraturan Pemerintah yang di kenal dengan PP Tunas (Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak) yang bertujuan untuk melindungi anak-anak Indonesia di ruang digital agar tumbuh aman, sehat, dan berkarakter.

Namun sejatinya, penyebab utama permasalahan generasi bukanlah dari sosial media/ruang digital. Sosial media hanyalah alat untuk semakin mempertebal emosional anak-anak akan suatu hal. Sehingga, banyak hal-hal kecil yang sebelumnya dianggap bukanlah masalah, bisa jadi ketika sudah membuka sosmed hal itu berubah menjadi masalah yang besar. Maka, hal ini sangat berpengaruh terhadap mindset generasi dimana mereka seharusnya lebih bijak dalam mencerna apa yang tersedia di dalam konten sosmed. Anak yang mentalnya kuat dan berprinsip akan menyaring pengaruh digital. Sebaliknya, anak yang rapuh secara pemahaman akan mudah terseret arus apa pun yang lewat di berandanya.

Pada akhirnya, sosmed tidak bisa semudah itu di kambing hitamkan sebagai penyebab utama kerusakan yang terjadi pada generasi yang sudah menjalar ke segala lini. Maka jika di telisik lebih dalam, akar persoalan sebenarnya adalah penerapan sistem sekularisme-kapitalisme dalam kehidupan. Sistem ini memberikan kebebasan tanpa batas kepada manusia untuk berbuat apapun, menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan secara materi. Dan alhasil, usaha yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi angka cyberbullying dengan pembatasan akses sosial media, hanyalah solusi pragmatis dan tidak menyentuh akar permasalahan.

Karena perilaku manusia sejatinya di pengaruhi oleh pemahaman terhadap ideologi yang melingkupinya bukan karena produk kecanggihan IPTEK seperti halnya sosmed. Jika ideologi yang di emban adalah ideologi Islam, maka seluruh nilai-nilai dan aturan-aturan Islam akan di pakai dalam kehidupannya. Sebaliknya jika ideologi yang di pakai adalah selain Islam, sebut saja dalam hal ini kapitalisme. Maka, aturan yang di pakai dalam kehidupan adalah nilai-nilai kapitalisme yang berakidah sekularisme atau memisahkan agama dari kehidupan.

Ketika sosial media hadir di tengah-tengah kehidupan generasi saat ini. Kapitalisme memandang, sosmed sebagai komoditas untuk mendatangkan cuan. Banyak konten-konten yang melanggar hukum-hukum Syara’ seperti konten pornografi tetapi sah-sah saja untuk di pertontonkan selama berada di sistem yang menganut ideologi ini. Karena, sistem ini tidak memandang halal-haram sebagai patokan, yang terpenting bisa menghasilkan materi.

Berbeda dengan sistem Islam, di mana ideologi yang di pakai adalah ideologi Islam, landasannya pun akidah Islam. Maka, sosial media dianggap sebagai madaniyah, atau benda yang dihasilkan dari perkembangan IPTEK. Artinya sosmed boleh di gunakan dengan semestinya karena ada hukum Syara’ yang membentengi. Sehingga, sebelum PP Tunas lahir, sebenernya Allah SWT sebagai pembuat hukum Syara’ telah memberikan pencegahan berupa aturan-aturan agar konten-konten yang di larang agama tidak beredar, sehingga generasi tidak terjerumus pada perbuatan-perbuatan yang merusak seperti sekarang.

Maka dari itu, solusi agar anak-anak dapat terlindungi dari segala macam kejahatan baik di dunia nyata maupun dunia maya, yakni dengan mengganti sistem sekularisme-kapitalisme yang di anut saat ini ke dalam sistem Islam. Karena, Islam memiliki sistem pendidikan yang mumpuni dalam melahirkan generasi-generasi yang berkepribadian Islam. Sehingga, generasi mempunyai benteng keimanan yang kokoh dan mampu bersikap dengan adanya sistem pendidikan yang berlandaskan Islam. Mereka mampu menyaring apa yang di bolehkan dan tidak di bolehkan oleh Syara’.

Bukan hanya dalam pendidikan saja, negara yang menganut sistem Islam akan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan sehingga mampu mewujudkan kondisi ideal untuk membentuk generasi taat dan tangguh. Maka untuk mewujudkan ini semua, dibutuhkan peran seluruh generasi untuk sama-sama memahami dan memperjuangkan penerapan Islam.

Wallahu a’lam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here