Opini

Islam, Lindungi Generasi dari Judol

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Kanti Rahayu (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Masih tingginya angka anak-anak yang terlibat dalam perjudian online menunjukkan bahwa usaha pemerintah dalam melindungi generasi muda dari bahaya judi telah gagal. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa anak-anak berusia mulai 10 tahun sudah melakukan transaksi judi online di Indonesia.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan bahwa data dari kuartal pertama 2025 yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan total deposit yang dilakukan oleh pemain judi berusia 10 hingga 16 tahun mencapai lebih dari Rp2,2 miliar, untuk usia 17 hingga 19 tahun mencapai Rp47,9 miliar, dan deposit tertinggi dicatat pada usia 31 hingga 40 tahun yang mencapai Rp2,5 triliun. Tahun lalu, PPATK juga melaporkan bahwa sekitar 2% dari pemain judi berusia di bawah 10 tahun atau sekitar 80. 000 orang, sementara pemain berusia 10 hingga 20 tahun mencapai 11% atau sekitar 440. 000 orang (DataRriau.com 2/06/2025)

Banyak alasan yang menyebabkan ketidakberhasilan negara dalam melindungi generasi dari jeratan judol. Pertama, negara tidak menyadari bahwa penyebab utama maraknya judol adalah penerapan sistem kapitalisme. Meningkatnya judol yang menargetkan anak-anak bukanlah suatu kebetulan atau efek samping dari kemajuan teknologi digital, melainkan akibat logis dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan pencapaian materi sebagai fokus utama dalam setiap aktivitas manusia, tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang dihasilkan.

Dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu yang dapat memberikan keuntungan finansial akan dimanfaatkan secara maksimal untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Para pelaku industri judol dengan sengaja menciptakan permainan yang berwarna-warni, interaktif, dan mirip dengan game yang disukai oleh anak-anak, agar mereka merasa tertarik, kecanduan, dan pada akhirnya menjadi konsumen yang setia.

Ekosistem judi beroperasi secara internasional. Pemain judi tidak berasal dari Indonesia. Platform digital yang digunakan merupakan platform global (seperti Google) yang dapat diakses oleh masyarakat di seluruh dunia. Judi telah menjadi salah satu kegiatan utama dalam dunia usaha, baik di tingkat regional maupun internasional, dan melibatkan aktor besar. Tahun lalu, Irjen Krishna Murti, Kadiv Hubinter Polri, menyatakan bahwa sebagian besar bandar judi yang beroperasi di Indonesia dikendalikan dari negara-negara di kawasan Mekong, seperti Tiongkok, Myanmar, Laos, dan Kamboja.

Judi juga didukung oleh teknologi yang canggih. Para pengusaha judi memiliki banyak dana sehingga mereka mampu membeli teknologi serta tenaga ahli di bidang teknologi. Inilah salah satu alasan pemerintah mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya situs judi online karena kalah dalam aspek teknologi. Perusahaan teknologi digital secara geografis terkonsentrasi terutama di Amerika Serikat dan Cina. Sementara itu, Indonesia hanya berfungsi sebagai pasar bagi produk digital kedua negara tersebut yang dieksploitasi oleh pemilik teknologi.

Di samping itu, kurikulum pendidikan dalam sistem kapitalis tidak dirancang untuk menciptakan siswa yang memiliki kepribadian Islam, melainkan hanya untuk memenuhi permintaan pasar industri. Model pendidikan semacam ini melahirkan generasi yang rapuh karakternya sehingga tidak memiliki kemampuan untuk membedakan antara informasi yang benar dan salah. Hal ini mengakibatkan anak-anak mudah terpengaruh oleh arus informasi, terutama di era revolusi industri saat internet dapat diakses oleh siapa saja.

Dari perspektif keluarga, peran ibu yang seharusnya menjadi pelindung utama bagi anak-anak dari kerusakan moral sering kali tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya, karena sering terhalang oleh tekanan ekonomi dalam sistem kapitalis yang memaksa banyak ibu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibatnya, waktu yang tersedia untuk mendidik anak menjadi sangat terbatas. Ini adalah salah satu faktor penyebab negara gagal melindungi generasi dari perangkap judi online.

Fakta yang telah disebutkan seharusnya menjadi pertimbangan dalam mencari sebuah sistem yang dapat mengatasi masalah judi secara mendasar. Sistem tersebut adalah Islam, yang merupakan wahyu dari Allah Swt. , Sang Pengatur Utama yang dengan ketentuan-Nya selalu membawa kebaikan.

Islam menyediakan berbagai lapisan perlindungan agar masyarakat dan generasi mendatang tidak terjerat dalam judi. Dalam aspek keyakinan, Allah Swt. telah melarang praktik perjudian. Dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 90—91, Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya minuman keras, judi, penyembahan berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan syaitan, maka hindarilah semua itu agar kalian mendapatkan kebahagiaan. Sesungguhnya, syaitan berusaha menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian melalui minuman keras dan judi, serta menghalangi kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka berhentilah kalian dari semuanya itu. ”

Ayat tersebut menjadi pedoman bagi semua elemen, termasuk keluarga, masyarakat, dan negara, dalam melindungi masyarakat dari praktik judi.

Dari perspektif keluarga, Allah Swt. mengingatkan agar kepala keluarga melindungi anggotanya dari siksa neraka, sebagaimana tercantum dalam surah At-Tahrim ayat 6 yang menyatakan, “Lindungi dirimu dan keluargamu dari api neraka. ” Perlindungan ini dilakukan dengan memastikan bahwa setiap anggota keluarga berperilaku sesuai dengan syariat.

Sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya, ibu memiliki cukup waktu untuk menanamkan iman, hukum, dan budi pekerti dalam diri anak agar mereka memiliki karakter Islami yang menjadi bekal dalam menjalani hidup. Landasan ketakwaan yang ditanamkan dalam keluarga akan tertanam kuat dalam diri anak sebagai penyaring terhadap keburukan yang mungkin mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Islam tidak hanya memberikan tanggung jawab pendidikan kepada orang tua, tetapi juga menawarkan sistem pendidikan yang menyeluruh. Dalam Pasal 167 Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Islam dinyatakan, “Pendidikan bertujuan untuk membentuk identitas Islam dan memberikan pengetahuan yang relevan dengan berbagai aspek kehidupan. Metode pendidikan disusun untuk mencapai tujuan ini. Setiap metode yang tidak mengacu pada tujuan ini dilarang. ”

Dengan demikian, pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk cara berpikir dan sikap anak sesuai dengan ajaran syariat, yang mengedepankan standar halal dan haram dalam berperilaku, termasuk dalam pemanfaatan teknologi.

Selain itu, negara Islam atau Khilafah memiliki kewajiban penuh untuk melindungi masyarakat dari kerusakan fisik, moral, dan spiritual, serta dari tindakan kriminal seperti pencurian. Rasulullah saw. menekankan, “Imam adalah pengurus rakyat dan bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka. ”

Negara dalam perspektif Islam bukan hanya berfungsi sebagai pengelola administrasi, melainkan juga sebagai pelindung keyakinan dan penjaga norma-norma sosial. Pengembangan sistem informasi dan teknologi, termasuk proses digitalisasi, tidak akan dibiarkan berjalan semau hati di bawah dalih kebebasan individu atau pasar, melainkan akan diarahkan sepenuhnya untuk kebaikan umat.

Pengawasan terhadap media, internet, dan seluruh bentuk informasi digital akan dilakukan dengan ketat dengan menggunakan kriteria halal haram sebagai acuan, bukan berdasarkan manfaat atau kebebasan berpendapat. Pengawasan ini akan berada di bawah lembaga penerangan seperti yang diatur dalam pasal 103 Rancangan Undang-Undang Dasar Islam, “Lembaga penerangan merupakan direktorat yang bertanggung jawab atas penetapan dan pelaksanaan kebijakan penerangan negara demi kebaikan Islam dan umat muslim. ”
Untuk meningkatkan kesadaran digital warganya, Khilafah akan memastikan bahwa dalam ruang digital, literasi merupakan hal yang sangat penting. Semua individu yang terlibat dalam dunia digital harus memahami berbagai hal yang dapat membahayakan dan bagaimana aturan Islam berlaku.

Agar dapat menjangkau seluruh masyarakat, pendidikan tentang literasi digital harus dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah sebagai bagian dari perkembangan peradaban, mengingat internet menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Jika literasi digital ini dikembangkan oleh individu atau kelompok, kurikulumnya harus sesuai dengan pedoman yang ditentukan oleh Khilafah

Selain itu, negara Khilafah akan berupaya untuk mengembangkan teknologi secara mandiri dan efisien. Khilafah berkomitmen agar kemajuan di bidang digital tidak menjadi alat yang merugikan, tetapi berfungsi sebagai medium untuk dakwah, pendidikan, dan pembangunan peradaban Islam.

Ruang digital harus dilindungi untuk menjaga pertahanan negara dan keselamatan warga. Oleh karena itu, penting bagi negara Khilafah untuk memiliki kedaulatan digital, yang berarti memiliki kontrol penuh terhadap konten dan distribusi informasi di dunia maya. Negara diwajibkan untuk membangun infrastruktur internet sendiri, mulai dari nol, seperti yang telah dilakukan oleh Cina dan Amerika Serikat.

Penting bagi negara untuk mengembangkan perangkat lunak, perangkat keras, serta pusat datanya sendiri, sehingga seluruh infrastruktur digital—mulai dari aset digital hingga aksesnya—dapat dikelola sepenuhnya. Ini semua memerlukan riset dan pengembangan industri yang mendalam.

Meskipun demikian, jaminan regulasi keuangan dalam khilafah melalui sistem baitulmal, dengan sumber pendapatan yang melimpah dan ditentukan oleh syariat, akan menjamin terpenuhinya kebutuhan dana untuk riset dan industri.

Semua ini merupakan pelaksanaan dari firman Allah dalam QS Al-Anfal ayat 60 yang artinya, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, serta kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (dengan persiapan itu) kamu akan menakut-nakuti musuh Allah dan musuhmu serta orang-orang yang lain yang tidak kamu ketahui, padahal Allah mengetahuinya. Apa pun yang kamu nafkahkan di jalan Allah pasti akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dirugikan.

Larangan dalam berjudi menurut Islam tidak hanya sekedar himbauan moral. Allah Swt. mewajibkan umat muslim untuk menerapkan hukuman pidana (uqûbât) bagi para pelakunya. Pelaku yang dimaksud meliputi bandar, pemain, pembuat program, penyedia server, pihak yang mempromosikan, dan siapa pun yang terlibat. Hukuman bagi mereka adalah takzir, yang mana jenis hukuman ini ditentukan oleh khalifah atau kadi (hakim).

Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam Nizhâm al-’Uqûbât fî al-Islâm menyatakan bahwa tingkat hukuman yang diterapkan harus sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan. Untuk tindak kejahatan atau dosa besar, hukuman yang dijatuhkan perlu lebih berat agar tujuan pencegahan (zawâjir) dari hukuman ini dapat terwujud. Ia juga menjelaskan bahwa khalifah atau kadi memiliki kewenangan untuk menentukan besaran takzir tersebut. Oleh karena itu, pelaku kejahatan perjudian yang menimbulkan kerusakan parah pantas diberikan hukuman berat seperti dicambuk, dipenjara, atau bahkan dihukum mati.

Dalam kitab yang sama, juga dijelaskan bahwa jika pelaku tindak kejahatan adalah orang yang gila atau anak di bawah umur (belum balig), mereka tidak dapat dijatuhi hukuman. Namun, jika tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak di bawah umur terjadi akibat kelalaian walinya, seperti wali mengetahui tetapi membiarkan, maka wali itulah yang akan dihukum. Jika tidak ada kelalaian dari wali, maka wali tersebut tidak dapat diberikan sanksi.

Hanya dengan sistem Islam yang menyeluruh di bawah naungan negara Khilafah yang dapat melindungi masyarakat dari kerusakan sistemik yang timbul dari kapitalisme. Ini adalah bentuk kepemimpinan yang tidak hanya sekedar memerintah, tetapi juga merawat, melindungi, dan menjamin setiap warga hidup di lingkungan yang bebas dari kejahatan dan maksiat. Tidakkah kita merindukan untuk mewujudkan hal ini. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here