Opini

Indonesia Darurat Bullying

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Bunda Annisa

Wacana-edukasi.com, OPINI–Sungguh miris! Generasi remaja yang diharapkan kelak menjadi penerus bangsa, justru malah berperilaku kriminal dengan merundung kawan-kawannya. Cita-cita Indonesia Emas 2045 yang diharapkan akan memiliki potensi generasi muda bertalenta luar biasa seakan menjadi mimpi semu. Bagaimana tidak, akhir-akhir ini kita disuguhi pemberitaan perundungan yang dilakukan anak-anak usia sekolah dasar bahkan hingga level mahasiswa.

 

Jumlah kasus perundungan yang tercatat pada 2024 saja menembus 573 kasus yang diterima Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 2.057 pengaduan terkait kasus perlindungan anak. Jumlah ini kian meningkat pesat dibanding tahun-tahun sebelumnya (goodstats.id 5/10/2025).

 

Angka yang fantastis! Setengah dari kasus-kasus tersebut justru terjadi di lingkungan sekolah dan pesantren. Namun kasus bullying ini tidak hanya terjadi di tingkat sekolah saja. Belum lama ini ramai pemberitaan Timothy Anugerah Saputra, salah satu mahasiswa Universitas Udayana yang meninggal karena melompat dari lantai 4 gedung perkuliahan. Diduga motif yang melatarbelakanginya adalah perundungan yang dilakukan teman-temannya. Bahkan tangkapan layar yang menunjukkan ke-nirempati-an teman-temannya ikut mencuat dan viral, semakin menguatkan dugaan perundungan yang dialaminya.

 

Sangat disayangkan Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia sebagai negara dengan angka kasus perundungan tertinggi. Hal ini jelas bukan prestasi yang membanggakan. Justru menjadi tugas besar bagi para pemangku jabatan. Bukan sekedar hanya untuk memperbaiki citra negeri di mata dunia, tapi juga terutama untuk menyelamatkan generasi muda dari karakter-karakter kriminal.

 

Lalu bagaimana upaya pemerintah dalam menanggulangi persoalan ini? Setiap langkah yang dilakukan sudahkan membawa pada perbaikan keadaan? Bagaimana Islam memandang hal ini?

 

Pemerintah Indonesia memiliki beberapa kebijakan dalam memberantas persoalan perundungan. Salah satunya adalah dengan menghadirkan program ROOTS. Program ini merupakan singkatan dari Respect, Observance, Outreach, Togetherness, and Support. ROOTS merupakan program preventif anti perundungan yang digagas Kemendikbudristek dan UNICEF Indonesia. Program ini bekerja dengan membentuk agen-agen anti-bullying yang dilakukan oleh siswa dan guru sebagai fasilitator, yang bertujuan untuk mengedukasi warga sekolah perihal bahaya perundungan.

 

Program ini memiliki tujuan utama untuk mengurangi insiden perundungan di sekolah, juga diharapkan mampu membuat suasana sekolah yang aman dan damai bagi setiap individu. Siswa-siswa terpilih yang ditunjuk menjadi agen akan mengikuti seminar dan pelatihan bagaimana membudayakan sikap anti perundungan. Dan guru sebagai fasilitator akan membantu menindaklanjuti setiap laporan perundungan yang diterima.

 

Secara represif langkah pemerintah dalam menanggulangi persoalan perundungan ini adalah dengan membuat sanksi tegas bagi pelaku perundungan. Salah satunya misal untuk lingkungan sekolah ada Permendikbudristek no.46 Tahun 2023 yang isinya menyebutkan kewajiban sekolah untuk memiliki program spesifik dalam menangani kasus perundungan. Selain itu juga ada beberapa undang undnag pidana yang mengatur kasus perundungan di luar sekolah.

 

Namun jika ditelaah lebih lanjut, baik secara preventif maupun represif kedua cara ini kurang atau bahkan belum mampu menekan angka kasus perundungan seminim mungkin. Buktinya angka kasus justru melonjak tajam dari tahun ke tahun. Misalnya program ROOTS yang hanya berupa sosialisasi bagi sebagian orang saja. Agen-agen pilihan ini belum tentu memiliki keberanian menghadapi perundung di sekolahnya. Selain itu guru pada masa sekarangpun banyak yang memilih menutup mata daripada terlibat masalah dengan siswa-siswanya.

 

Bahkan keberadaan undang-undang pidana pun tidak bisa melindungi hak korban perundungan. Misalnya seperti UU No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, sanksi ini hanya berlaku bagi pelaku usia dewasa. Jika pelaku perundungan adalah anak di bawah umur maka sanksi bergeser lebih lunak, misalnya hanya dengan pengembalian kepada orang tua. Jelas sanksi seperti ini tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Bukan tidak mungkin di masa mendatang pelaku akan melakukan kejahatan serupa, atau bahkan lebih buruk lagi.

 

Sebaliknya, sistem Islam menciptakan lingkungan pembinaan yang menyeluruh. Pembinaan ini tidak hanya dititikberatkan pada pihak sekolah atau keluarga, namun juga masyarakat dan negara ikut aktif menjaga lingkungan yang aman dan damai bagi setiap anak. Akidah menjadi landasan utama Pendidikan, hal ini mampu menanamkan kekuatan akhlak bagi setiap anak. Dalam sistem Islam keluarga dan sekolah akan menjadi sarapan pendidik, lalu lingkungan masyarakat akan menjadi pengingat, dan juga ada negara beserta hukumnya yang hadir untuk mensejahterakan dan menjaga.

 

Akidah Islam penting untuk dijadikan landasan hidup bagi setiap anak. Dalam studi Journal of Moeslem Mental Health (2009) disebutkan bahwa pendekatan dengan basis spiritual Islam yang terintegrasi dengan lingkungan dan komunitas menunjukkan peningkatan kesehatan mental individu dan perubahan perilaku dalam jangka panjang yang stabil. Dalam sistem Islam semua sisi kehidupan lebih terjaga tidak hanya di sekolah dan keluarga, namun juga di masyarakat umum bahkan di sosial media sekalipun.

Anak-anak tidak hanya butuh sekadar terapi atau pelatihan, namun juga sejak awal harus memiliki akidah sebagai dasar hidup. Mereka membutuhkan sebuah sistem yang memberikan arahan sejak awal, bukan sekedar sosialisasi dan sanksi. Wallahu a’lam bishowwaab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here