Oleh: Widhy Lutfiah Marha (Pendidik Generasi)
wacana-edukasi.com, OPINI–Ketika guru menegur siswa yang melanggar aturan malah dilaporkan ke polisi, sementara murid yang bersalah justru dibela, itu tanda ada yang salah dalam sistem pendidikan ini. Dunia pendidikan kini sedang mengalami krisis arah, di mana wibawa guru terkikis, dan kebebasan siswa dijunjung tanpa batas. Fenomena ini bukan sekadar soal merokok di sekolah, tetapi potret nyata rusaknya moral dan tumpulnya nilai-nilai sopan santun yang dulu dijunjung tinggi.
Kasus yang menimpa Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, menjadi bukti nyata betapa rumitnya posisi pendidik saat ini. Dini Fitri, sang kepala sekolah, dilaporkan karena diduga menampar seorang siswa bernama Indra yang ketahuan merokok di belakang sekolah. Padahal, peristiwa itu bermula dari upaya menegur dan mendidik. Dini meminta Indra jujur, namun siswa itu berbohong. Perselisihan pun terjadi, hingga berujung laporan hukum yang akhirnya memang diselesaikan damai setelah orang tua siswa mencabut laporan. Tapi luka moral dalam dunia pendidikan belum tentu hilang begitu saja. (news.detik.com, 16/10/2025)
Tidak lama berselang, publik juga digemparkan oleh foto viral dari Makassar. Seorang siswa SMA berinisial AS tampak santai merokok sambil mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo. Foto ini mengguncang nalar publik, seolah memperlihatkan betapa lunturnya rasa hormat siswa terhadap gurunya. Dua peristiwa berbeda, tetapi sama-sama menunjukkan realitas getir, guru yang berjuang menegakkan disiplin kini seolah tidak lagi punya kuasa di hadapan muridnya sendiri (suara.com,18/10/2025).
Situasi ini semakin mengkhawatirkan jika dikaitkan dengan data global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta remaja berusia 13–15 tahun di seluruh dunia menggunakan rokok elektrik atau vape. WHO juga menyebut remaja memiliki kemungkinan sembilan kali lebih besar untuk menggunakan vape dibandingkan orang dewasa. Angka ini menunjukkan bahwa perilaku berisiko seperti merokok kini sudah dianggap biasa di kalangan muda, bahkan menjadi bagian dari “gaya hidup keren” yang mereka banggakan. (inforemaja.id, 14/10/2025)
Krisis Moral Pendidikan
Dari berbagai fakta ini, terlihat jelas betapa rumitnya posisi pendidik di tengah sistem pendidikan yang semakin rapuh. Guru diharapkan mampu menanamkan disiplin, tetapi di sisi lain terbelenggu oleh aturan yang menempatkan mereka dalam posisi serba salah. Menegur dianggap kasar, mendidik dianggap melanggar, sementara siswa merasa bebas bertindak sesuka hati tanpa batas tanggung jawab.
Fenomena ini adalah hasil nyata dari sistem pendidikan yang terpengaruh ide kebebasan liberal. Di dalam sistem semacam ini, siswa dipandang sebagai individu yang harus diberi ruang berekspresi tanpa batas, bahkan jika itu berarti melanggar norma dan etika. Padahal, kebebasan tanpa arah hanya akan melahirkan kekacauan moral.
Negara pun ikut bersalah. Lemahnya pengawasan terhadap akses rokok dan vape bagi remaja menunjukkan betapa abainya negara terhadap moral generasi muda. Rokok dan vape dijual bebas, iklannya mudah dijumpai, dan lingkungan sosial justru memupuk persepsi bahwa merokok adalah tanda kedewasaan. Inilah hasil dari sistem sekuler yang memisahkan nilai agama dari kebijakan publik.
Lebih parah lagi, guru tidak mendapat perlindungan yang semestinya. Mereka hidup dalam tekanan besar, di satu sisi dituntut membentuk karakter siswa, di sisi lain dibatasi oleh regulasi yang bisa menjerat mereka kapan saja. Padahal, menegur kesalahan adalah bagian dari amar makruf nahi mungkar, sebuah tanggung jawab moral dan sosial yang semestinya dihormati, bukan dikriminalisasi.
Krisis ini jelas bukan semata soal perilaku remaja yang nakal, tetapi buah dari sistem pendidikan sekuler yang gagal membentuk manusia berkepribadian kuat. Sistem ini melahirkan siswa yang cerdas secara akademik namun miskin adab, pandai berargumen namun tidak tahu batas hormat. Di sinilah kita menyaksikan bahwa pendidikan telah kehilangan jiwanya ilmu dipisahkan dari moral, pengetahuan diputus dari iman.
Islam Mengembalikan Wibawa Guru
Islam memiliki pandangan yang sangat berbeda dalam memandang pendidikan dan peran guru. Dalam sistem pendidikan Islam, guru bukan sekadar penyampai ilmu, melainkan pembentuk karakter dan penjaga peradaban. Rasulullah ﷺ menempatkan guru pada kedudukan yang sangat mulia karena dari tangan merekalah lahir generasi beriman dan berakhlak mulia.
Islam mengajarkan bahwa amar makruf nahi mungkar adalah bagian penting dalam mendidik, mengingatkan yang salah agar kembali pada kebenaran, namun dilakukan dengan cara yang bijak, tanpa kekerasan. Jika seorang murid melakukan kesalahan seperti merokok, guru berhak menegur bahkan menindak sesuai aturan, tetapi tetap dengan prinsip kasih sayang dan keadilan. Di sisi lain, masyarakat dan negara juga wajib melindungi posisi guru agar tidak terjerat ketika menjalankan fungsinya sebagai pendidik.
Islam juga memandang merokok sebagai perbuatan mubah yang bisa berubah hukum menjadi haram jika terbukti membahayakan diri dan orang lain. Rokok merusak kesehatan, memboroskan harta, dan melalaikan tanggung jawab terhadap tubuh sebagai amanah dari Allah. Seorang pelajar muslim seharusnya paham bahwa kedewasaan bukan diukur dari sebatang rokok, melainkan dari kemampuan menahan diri dan menjaga amanah hidupnya.
Sistem pendidikan Islam membentuk siswa dengan pola pikir dan pola sikap islami, yakni melihat kehidupan berdasarkan pandangan hidup Islam. Siswa diajarkan bahwa tujuan hidup manusia bukan untuk bersenang-senang, tetapi beribadah kepada Allah. Dengan kesadaran ini, mereka tumbuh menjadi generasi yang berprinsip, berakhlak, dan tahu arah hidupnya.
Dalam sistem Islam, pendidikan tidak berhenti di ruang kelas. Ia adalah proses membangun manusia seutuhnya, berilmu, beradab, dan beriman. Ketika Islam diterapkan secara kaffah, guru kembali dihormati, murid terarah, dan pendidikan menjadi pilar peradaban, bukan ladang konflik.
Jadi, jika pendidikan kita ingin kembali bermartabat, maka solusinya bukan pada revisi kurikulum atau pelatihan guru semata, tetapi pada perubahan sistem yang mendasarinya. Hanya dengan sistem Islam, pendidikan mampu melahirkan manusia yang memahami hakikat dirinya dan menempatkan guru pada posisi yang semestinya, mulia dan dihormati, bukan disalahkan.
Views: 4


Comment here