Opini

Gizi Rakyat Terancam, Berharap pada Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Rakhmawati Aulia

Wacana-edukasi.com, OPINI--Program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih menjadi polemik yang membuat mumet, seiring tragedi keracuan setelah mengkonsumsi menu makanan bergizi gratis sejak awal peluncuran program MBG. Setidaknya tercatat 6 kasus dugaan keracuan makan bergizi gratis (MBG) oleh Badan Gizi Nasional (BGN) setelah dijalankannya program MBG sejak Januari 2025 (finansial.bisnis.com, 11/05/2025).

Tragedi keracuan makan bergizi gratis (MBG) kembali terulang di kota Bogor yang berasal dari delapan sekolah. Berdasarkan perkembangan hingga 09 Mei 2025 korban dugaan keracuan makanan akibat mengkonsumsi makan bergizi gratis (MBG) bertambah menjadi 210 orang di kota Bogor. Sebelumnya, terdapat 170 orang yang mengalami keracuan setelah mengkonsumsi MBG di kota Bogor (CNN Indonesia, 11/05/2025).

Tidak hanya di kota Bogor tetapi kasus keracuan MBG juga terjadi diberbagai daerah, setidaknya tercatat di 10 provinsi yang menjalankan program MBG secara massal. Kepala Badan POM Taruna Ikrar dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis, 15 Mei 2025, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab terjadinya keracuan makanan berasal dari kontaminasi bahan pangan mentah. Selain itu, proses penyiapan makanan yang tidak sesuai standar mengakibatkan makanan tidak higenis dan cenderung membahayakan.

Kapitalisasi Industri di Balik Program MBG

Meskipun pada awalnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan dengan tujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk, stuting, dan meningkatkan asupan gizi pada masyarakat. Dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah telah menyiapkan alokasi dana awal sebesar Rp 71 triliun untuk mendukung pelaksanaan dari program MBG. Kemudian membengkak menjadi Rp 171 triliun karena target penerima MBG yang bertambah dari 17,9 juta orang menjadi 82,9 juta orang.

Seiring dengan munculnya kasus keracuan makanan massal MBG. Dari berbagai kalangan, baik dari para siswa hingga ahli melakukan kritik mengenai indikator keberhasilan dari tiap tujuan di program Makanan Bergizi Gratis (MBG).

Alih-alih melakukan evaluasi dengan berlangsungnya MBG. Program MBG justru dijadikan sebagai ladang bisnis yang menggiurkan diberbagai subindustri. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, membentuk Satgas MBG Gotong Royong untuk memperkuat pemenuhan gizi. Namun dibalik itu juga bertujuan untuk mendukung profesionalitas dapur umum dan penyedia makanan, serta membuka peluang bagi 1.000 mitra Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Keberadaan SPPG sebagai dapur umum MBG sangat menguntungkan bagi pelaku bisnis. Mereka bisa menjadi pemasok dalam penyediaan dan pendistribusian ke sekolah-sekolah. Betapa banyak keuntungan yang akan didapat para pelaku bisnis dalam dapur MBG ketika program ini rutin dijalankan dalam setahun.

Hanya saja, jika SPPG ini dibiarkan berjalan tanpa ada pengontrolan. Baik dari pemilihan menu, penyiapan bahan baku, pengolahan makanan, pemenuhan gizinya, dan seterusnya. Kasus keracuan massal MBG bisa-bisa akan terus berulang, mengingat penyebab utamanya kebanyakan makanan yang disediakan sudah tak layak makan dan kurang higienis.

Kapitalisasi Industri di dalam program MBG seolah mengisyaratkan watak asli dari Kapitalisme sebagai sistem kehidupan yang dianut Negara ini, lebih mengutamakan keuntungan dari pada keselamatan rakyat. Berharap pada Kapitalisme bagaikan panggang jauh dari api untuk menyelesaikan masalah hidup.

Islam Sebagai Solusi komprehensif

Program MBG bukanlah solusi untuk mengatasi stuting dan gizi buruk yang berasal dari akibat tidak terpenuhinya kebutuhan rakyat. Kebutuhan rakyat tidak terpenuhi pada dasarnya karena pendapatan rakyat lebih rendah daripada pendapatannya. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, bukannya kesejahteraan yang akan didapatkan justru rakyat akan terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Islam sebagai peraturan hidup yang sempurna dan berasal dari sang Pencipta memiliki solusi komferensif yang mampu diharapkan. Dalam Islam, setiap individu rakyat memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan termasuk dalam masalah gizi. Negara memiliki kewajiban untuk mempermudah rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan kehidupan baik sandang maupun pangan.

Sistem Islam, Khilafah pernah berkuasa selama 13 abad lamanya terbukti mampu menghadirkan kesejahteraan pada rakyat. Pada masa kekhilafahan Umar bin Abdulaziz misalnya tak ditemukan satu pun orang miskin ketika akan menyalurkan zakat.

Tidak hanya itu. Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah juga pernah diterapkan layanan makan bergizi gratis dalam bentuk pendirian dapur umum berbasis wakaf yang dibangun sejak abad ke-14 sampai abad ke-19. Dapur umum ini, pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan yang disediakan untuk didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang.
Keberhasilan sistem Khilafah dalam mensejahterakan rakyat seharusnya tidak berhenti hanya menjadi inspirasi keberhasilan. Namun harus ditegakkan dan diterapkan dalam mengatur urusan kehidupan.

Allah SWT berfirman :

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya : 107)

Islam datang sebagai rahmat bagi semesta alam, bukan hanya akan mendatangkan kesejahteraan tetapi juga keberkahan dalam kehidupan. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here