Opini

Akankah Ketahanan Pangan, Terwujud dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sumariya (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Pemerintah menyiapkan anggaran ketahanan pangan di Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 sebesar Rp124,4 triliun yang diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas, menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan, perbaikan rantai distribusi hasil pertanian, serta meningkatkan akses pembiayaan bagi petani.

Pengamat Pertanian Syaiful Bahari melihat nominal yang dianggarkan pemerintah untuk pangan senilai Rp124,4 triliun sama sekali tidak mencerminkan adanya perencanaan strategis untuk penguatan sektor pertanian nasional. Syaiful menilai tidak ada upaya serius dari pemerintah memperbaiki produktivitas pertanian mulai dari hulu sampai hilir, misalnya penyediaan bibit berkualitas baik dan pupuk yang anggarannya terus berkurang. Demikian juga Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara lain dalam pasca panen, sehingga produk pertanian dalam negeri sulit bersaing dengan negara lain. Belum lagi pembangunan infrastruktur pertanian, seperti bendungan yang tidak tepat sasaran karena irigasi tersiernya tidak dibangun, akibatnya mubazir, (mediaindonesia.com, 16/8/2024).

Ketahanan pangan memang menjadi persoalan penting bagi negara. Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer, ketersediaan bahan pangan yang cukup menjadi gerbang awal masyarakat mendapatkan gizi dan nutrisi dengan baik, memiliki tubuh yang sehat, dan cerdas secara intelektual.

Bahkan, masalah ketahanan pangan sebenarnya menyangkut kedaulatan negara. Pasalnya, jika suatu negara tidak memiliki ketersediaan jumlah pangan yang mencukupi untuk masyarakatnya, maka bisa dipastikan impor pangan menjadi langkah yang pasti akan dilakukan. Impor yang tidak terkendali dapat menjadi jalan penjajahan ekonomi, sebegitu pentingnya ketahanan pangan. Namun, hari ini negara tidak memiliki komitmen kuat dalam membentuknya, hal ini tampak dari kebijakan yang diambil.

Sekalipun negara telah mengalokasikan anggaran untuk pangan, nyatanya pemerintah setengah hati mengurus ketahanan pangan dan mengesampingkan urgensi pangan. Bahkan hal ini sangat membahayakan kedaulatan bangsa karena mudah sekali membuka keran impor, termasuk impor bahan pangan.

Inilah gambaran tatkala negara diurus dengan sistem batil bernama kapitalisme. Negara tidak mengurus rakyat sebagaimana mestinya, sebab cara pandang kapitalisme yang serba materialis membuat kekuasaan digunakan untuk mencari keuntungan bukan untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan rakyat.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan negara sebagai raa’in (pengurus). Kekuasaan dalam Islam dipandang sebagai amanah untuk mengurus rakyat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”
(HR. al-Bukhari)

Ketentuan ini menjadi cara pandang penguasa dalam mengurus rakyat. Oleh karena itu, negara dalam sistem Islam yakni Daulah Khilafah akan memandang penting mewujudkan ketahanan pangan karena berkaitan dengan kedaulatan negara dan posisinya sebagai negara adidaya. Dengan paradigma seperti ini, dapat dipastikan petani mendapat jaminan perlindungan agar optimal dalam produksi.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan Khilafah adalah sebagai berikut:

Pertama, Khilafah memastikan kebijakan di sektor hulu berjalan dengan baik. Kebijakan di sektor hulu berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi berkaitan dengan upaya untuk menggunakan sarana produksi pertanian agar mendapat hasil panen yang optimal. Misalnya dengan memberikan bantuan dan fasilitas dalam berbagai bentuk, seperti subsidi, modal, peralatan, benih, teknologi, teknik budidaya, obat-obatan, research, pemasaran, informasi dan sebagainya.

Selain itu, Khilafah akan memerintahkan diwan ‘atha (biro subsidi) per wilayah untuk mengatur sebagian dana dari Baitul Maal dapat digunakan untuk menjamin petani mendapat subsidi yang layak dan cukup. Sedangkan ekstensifikasi pertanian dilakukan untuk meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah, kebijakan ini dapat ditempuh dengan tidak boleh mengizinkan lahan subur mengalami alih fungsi lahan, menghidupkan lahan mati, dan pemagaran bila para petani tidak menggarapnya secara langsung, atau pun memberi tanah pertanian yang dimiliki negara kepada siapa saja yang mampu mengolahnya.
Dengan kebijakan ini dapat dipastikan seluruh lahan yang ada akan produktif dan produksi meningkat.

Kedua, Khilafah memastikan kebijakan di sektor hilir mendukung distribusi hasil panen dapat tersebar merata. Kebijakan ini diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi dan sejenisnya, agar arus distribusi lancar. Ketika bahan pangan didrop di pasar, Khilafah akan memastikan harga pangan stabil dan terjangkau. Caranya, Khilafah akan membiarkan harga pangan mengikuti mekanisme pasar dan melakukan pengawasan pasar hingga tidak terjadi penimbunan barang, kartel, penipuan, dan pendistorsi pasar lainnya.

Ketiga, Khilafah mengambil kebijakan intervensi pasar, seperti menyuplai barang saat barang tersebut langka. Kebijakan ini akan diambil oleh Khilafah, tatkala negara menemui ketidakseimbangan penawaran dan permintaan. Khilafah akan meminta daerah yang surplus untuk mengirimkan stok pangan ke daerah yang minus. Kebijakan ini pernah diambil oleh Khalifah Umar bin Khattab tatkala masa paceklik di daerah Hijaz. Beliau mengirimkan surat kepada gubernurnya di Mesir dan gubernurnya di Kufah untuk mengirim bantuan.

Demikianlah upaya optimal menjaga ketahanan pangan yang akan dilakukan oleh Khilafah, bukan hanya sekedar untuk kepentingan makanan namun juga karena dorongan ruhiyah memenuhi tugasnya sebagai negara.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here