Opini

Stop Normalisasi Pelecehan Seksual

Bagikan di media sosialmu

Penulis: Nidya Lassari Nusantara

wacana-edukasi.com, OPINI--Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang yang berpendidikan, ahli agama dan mempunyai jabatan kembali terjadi lagi. Viral beredar video seorang “Gus” melakukan tindakan tidak terpuji kepada beberapa balita perempuan dihadapan jemaah pengajian. Mirisnya, disaksikan kedua orang tua dan para jamaah pengajian. Akibat dari banyaknya bermunculan video protes atas aksi ini.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Muhammad Syafi’i, angkat bicara terkait viralnya video Gus Elham di Kediri, Jawa Timur, yang ramai diperbincangkan warganet. Dalam video tersebut, Gus Elham tampak mencium seorang anak perempuan kecil saat acara pengajian yang ia gelar. Meski tidak secara eksplisit menunjukkan unsur pelecehan, tindakan tersebut dinilai publik sebagai perilaku yang tidak pantas dilakukan di depan umum. “Saya kira saya sepakat dengan pendapat publik bahwa hal itu tidak pantas dan harus dihentikan,” ujar Wamenag saat ditemui di Gedung DPR, Selasa (11/11/2025).

Karena kegaduhan ini, Gus Elham sudah meminta maaf dan mengakui khilafnya. Seperti yang di kabarkan akun IG TV one News.

Kasus ini membuka banyak mata tentang rapuhnya pola pikir dan pola sikap orang tua saat ini. Minimnya ilmu agama sehingga tidak mampu memfilter niat dan cara harus sesuai perintah dan larangan, baik dan buruk apakah sesuai dengan syariat Allah SWT atau tidak.

Saat ini, kasus pelecehan kerap terjadi tanpa mengenal tempat, bisa ditempat paling aman, seperti rumah dan tempat ibadah. Pelaku pelecehan seksual juga tidak selalu seseorang dengan wajah kasar dan menakutkan, tetapi juga dari orang-orang yang berpendidikan dan terlihat santun.

Hal ini menjadi bukti bahwa negara gagal memberi perlindungan terhadap rakyatnya, terutama perempuan. Relasi kuasa antara atasan dan bawahan sering kali dimanfaatkan untuk mengelabui korban. Ini bukan hanya persoalan moral individu, tetapi juga cermin dari sistem sekuler yang gagal melindungi kehormatan manusia.

Sistem sekuler yang dasar kepemimpinan berfikirnya adalah memisahkan agama dari kehidupan menjadikan manusia sebagai sumber utama yang membuat hukum. Ikatan perbuatannya adalah liberal (bebas) dan tolak ukur kebahagiaannya materi. Tolak ukur perbuatannya adalah manfaat. Sistem ini mendewakan kebebasan pribadi demi meraih kebahagiaan yang mereka inginkan.

Sanksi yang diberikan negara terbukti tidak mampu memberikan efek jera. Hukuman hanya bersifat sementara, sementara korban harus menanggung trauma seumur hidupnya. Sistem ini membawa penderitaan dan kesengsaraan pada umat manusia. Karena pada dasar nya, manusia hanyalah makhluk yang dicipta, yang lemah, terbatas, membutuhkan orang lain dan tergantung lingkungan. Allah SWT telah memberi ancaman pada manusia yang menuhankan manusia dan memberi janji indah yang pasti kepada yang manusia yang berserah diri patuh terhadap aturan Penciptanya.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. al-A’raf [7]: 96)

Dalam pandangan Islam, pelecehan seksual adalah bentuk kezaliman besar terhadap kehormatan seseorang. Menjaga kehormatan adalah kewajiban negara, pelanggaran atasnya mendapat sanksi keras. Pelecehan seksual, apalagi oleh pejabat publik, adalah bentuk penghinaan terhadap martabat manusia yang jelas diharamkan. Negara Islam bukan hanya menghukum pelaku dengan sanksi hudud atau ta’zir sesuai kadar kejahatannya, tetapi juga memastikan lingkungan kerja steril dari pelecehan, menumbuhkan budaya malu.

Di saat Islam berjaya, seorang muslimah yang tinggal di wilayah perbatasan dengan kerajaan Bizantium (Romawi) diperkosa oleh seorang Romawi hingga muslimah tersebut berteriak meminta pertolongan. Mendengar peristiwa itu Muthasim Billah yang masa itu menjabat sebagai Khalifah mengerahkan ribuan tentara Islam ke kawasan Romawi tersebut. Membebaskan muslimah, menghukum pelaku bahkan menaklukan negeri tersebut.

Negara memiliki hukum baju berasal dari Al Qur’an dan Hadis dalam sistem sosial. Interaksi antara pria dan wanita di atur sesuai hukum syariat. Orang tua wajib memberikan dan menjadi contoh kepada anak-anak tentang pendidikan adab dan aturan Islam yang berbeda tentang lelaki dan perempuan mulai dari kecil. Di ajarkan bahwa ikhtilath, khalwat dan setiap aktivitas yang menghantarkan pada perbuatan zina adalah haram, wajib dijauhi. Negara memiliki sistem pendidikan kepada rakyat sesuai kurikulum Islam. Sehingga menghasilkan manusia-manusia yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Mampu membedakan mana yang salah dan yang benar.

Pribadi yang bertakwa dan negara yang tunduk pada peraturan Allah SWT akan menghasilkan masyarakat dengan perasaan, pemikiran dan aturan yang sama yaitu aturan Allah SWT. Sehingga, bila ada yang berbuat salah, maka dengan sigap segera melakukan amar makruf nahi Munkar. Maka kembali kepada hukum Allah SWT mulai dari pribadi sampai negara adalah jalan satu-satunya untuk mengembalikan manusia sesuai fitrahnya dan memuaskan akal nya. Memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri berkasih sayang dengan niat beribadah kepada Allah SWT dan cara yang di atur oleh Allah SWT. Menghindari budaya kemunduran berfikir pada umat manusia. Tidak ada lagi kasus-kasus pelecehan seksual sejenisnya.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here